http://i560.photobucket.com/albums/ss44/erge32/EkaSidebar.gif

Semoga bermanfaat untuk kawan-kawanku n juga bagi publik,, :)

Guidance and Counseling Riska Ratna

Tuesday 6 October 2015

HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT DENGAN BIMBINGAN DAN KONSELING



 A.      Pengertian Filsafat
Istilah filsafat pertama kali digunakan oleh Pythagoras pada tahun 580 SM. Pada saat itu pengertian filsafat menurutnya menurutnya belum begitu jelas, kemudian diperjelas oleh kaum sophist yang dipelopori oleh Socrates, yang telah menjelaskan pengertian filsafat yang tetap dipakai hingga saat ini.

Filsafat secara etimologis berasal dari bahasa arab yang berasal dari kata Yunani filosofia (Philosophia). Filisofia merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata filo (philos) yang artinya cinta dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin mengetahui segala sesuatu dan sofia (shopos) artinya kebijaksanaan atau hikmah. Dengan demikian, filsafat itu artinya cinta kepada kebijaksanaan atau hikmah; atau ingin mengerti segala sesuatu secara mendalam.

Apabila kita mengkaji filsafat secara umum, bahwa manusia selalu bertanya-tanya tentang makna atau hakikat segala sesuatu , termasuk hakikat dirinya sendiri. Pertanyaan tersebut misalnya : Apakah makna hidup itu? Dari mana asal manusia dan kemana perginya? Siapakah saya ini?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut pada dasarnya tidak mudah untuk dijawab karena memerlukan perenungan yang mendalam.

Berikut ini ada beberapa pengertian filsafat yang dirumuskan oleh para filsut (ahli filsafat) diantaranya :
1.      Plato (427 SM- 347 SM), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha mencapai kebenaran yang asli, karena kebenaran mutlak ada di tangan Tuhan (pengetahuan tentang segala yang ada).
2.      Aristoteles (382 SM- 322 SM), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang didalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, politik, sosial budaya dan estetika (filsafat keindahan).
3.      Al Farabi (950 SM), filsafat adalah pengetahuan tentang yang ”ada” menurut hakikat yang sebenarnya.
4.      Rene Descrartes, filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
5.      Immanuel Kant (1724 - 1804 SM), filsafat adalah ilmu pokok pangkal  dan pangkal dari segala pengetahuan, yang mencakup didalamya empat persoalan: (1) apa yang dapat kita ketahui ? dijawab oleh metafisika; (2) apa yanag boleh kita kerjakan ? dijawab oleh etika; (3) apa yang dinamakan manusia ? dijawab oleh antropologi; (4) sampai dimana harapan kita ? dijawab oleh agama.
6.      Langeveld, filsafat adalah berpikir tentang masalah-masalah yang akhir dan yang menentukan, yaitu masalah-masalah yang mengenai makna keadaan, Tuhan keabadian dan kebebasan.
7.      Hasbullah Bakry, filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia senhingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.
8.      Sikun Pribadi (1981) mengartikan bahwa “filsafat adalah suatu usaha manusia untuk memperoleh pandangan atau konsepsi tentang segala yang ada, dan apa makna hidup manusia di alam semesta ini”

Berdasarkan pendapat para filsut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa filsafat (philosophia) merupakan proses berpikir untuk memperoleh jawaban dari berbagai permasalahan dengan menggunakan empat karakter berpikir yaitu logika, sistematis, radikal dan universal. Seorang filsut adalah pencari kebijaksanaan, ia adalah pencinta kebijaksanaan dalam arti hakikat. Seorang filsut mencintai atau mencari kebijaksanaan dalam arti yang sedalam-dalamnya.

B.       Karakteristik Filsafat
Pemikiran kefilsafatan memiliki ciri-ciri khas (karakteristik) tertentu, sebagian besar filsut berbeda pendapat mengenai karakteristik pemikiran kefilsafatan. Apabila perbedaan pendapat tersebut dipahami secara teliti dan mendalam, maka karakteristik pemikiran kefilsafatan tersebut terdiri dari:
1.      Radikal, artinya berpikir sampai keakar-akarnya, sampai pada hakekat atau sustansi, esensi yang dipikirkan. Sifat filsafat adalah radikal atau mendasar, bukan sekedar mengetahui mengapa sesuatu menjadi demikian, melainkan apa sebenarnya sesuatu itu, apa maknanya.
2.      Universal, artinya berpikir kefilsafatan sebagaimana pengalaman umum manusia. Kekhususan berpikir kefilsafatan menurut Jaspers terletak pada aspek keumumannya. Misalnya melakukan penalaran dengan menggunakan rasio atau empirisnya, bukan menggunakan intuisinya. Sebab, orang yang dapat memperoleh kebenaran dengan menggunakan intuisinya tidaklah umum di dunia ini. Hanya orang tertentu saja.
3.      Konseptual, artinya merupakan hasil generalisasi dan abstraksi pengalaman manusia. Dengan berpikir konseptual, manusia dapat berpikir melampaui batas pengalaman sehari-hari dirinya, sehingga menghasilkan pemikiran baru yang terkonsep.
4.      Koheren dan Konsisten (runtut), artinya berpikir kefilsafatan harus sesuai dengan kaedah berpikir (logis) pada umumnya dan adanya saling kait-mengait antara satu konsep dengan konsep lainnya.
5.      Sistematik, artinya pendapatyang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan antara satu konsep dengan konsep yang lain / memiliki keterkaitan berdasarkan azas keteraturan dan terkandung adanya maksud / tujuan tertentu.
6.      Komprehensif, artinya mencakup atau menyeluruh. Dalam berpikir filsafat, hal, bagian, atau detail-detail yang dibicarakan harus mencakup secara menyeluruh sehingga tidak ada lagi bagian-bagian yang tersisa ataupun yang berada diluarnya.
7.      Bebas, artinya sampai batas-batas  yang luas. Dalam berpikir kefilsafatan tidak ditentukan, dipengaruhi, atau intervensi oleh pengalaman sejarah ataupun pemikiran-pemikiran yang sebelumnya, nilai-nilai kehidupan social budaya, adat istiadat, maupun religious.
8.      Bertanggungjawab, artinya dalam berpikir kefilsafatan harus bertanggungjawab terutama terhadap hati nurani dan kehidupan sosial.
Ke delapan ciri berpikir kefilsafatan ini menjadikan filsafat cenderung berbeda dengan ciri berpikir ilmu - ilmu lainnya, sekaligus menempatkan kedudukan filsafat sebagai bidang keilmuan yang netral, terutama ciri ketujuh.

C.      Fungsi Filsafat
Filsafat memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Fungsi filsafat dalam kehidupan manusia, yaitu bahwa (1) setiap manusia harus mengambil keputusan atau tindakan, (2) keputusan yang diambil adalah keputusan diri sendiri, (3) dengan berfilsafat dapat mengurangi salah faham dan konflik, dan (4) untuk menghadapi banyak kesimpangsiuran dan dunia yang selalu berubah.

Dengan berfilsafat seseorang akan memperoleh wawasan atau cakrawala pemikiran yang luas sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat. Keputusan tersebut mempunyai konsekuensi tertentu yang harus dihadapi secara penuh tanggung jawab. Oleh karena itu, keputusan yang diambil akan terhindar dari kemungkinan konflik dengan pihak lain, bahkan sebaliknya dapat mendatangkan kenyamanan atau kesejahteraan hidup bersama, walaupun berada dalam iklim kehidupan yang serba kompleks.(Yusuf, 2010).


D.      Tujuan Filsafat
Dalam berfilsafat, seorang filsut pastilah memiliki tujuan yang hendak dicapai. Berikut ini pendapat para filsut mengenai tujuan filsafat sebagai berikut:
1.      Menurut Harold H. Titus, tujuan filsafat adalah pengertian dan kebiksanaan (understanding and wisdom). Jadi dapat ditarik makna bahwa mempelajari filsafat yaitu untuk bisa berpikir secara radikal dan bijaksana.
2.      Dr. Oemar A. Hoesin mengatakan “Ilmu memberi kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmah. Filsafat memberikan kepuasan kepada keinginan manusia akan pengetahuan yang tersusun tertib akan kebenaran”.
3.      S. Takdir Alisyahbana mengatakan “filsafat itu dapat memberikan ketenangan pikiran dan kemantapan hati, sekalipun menghadapi maut. Dalam tujuannya yang tunggal (yaitu kebenaran)”.
4.      Radakrishman, dalam bukunya “History of philosophy” menyebutkan “Tugas filsafat bukan hanya sekedar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru yaitu kebenaran”.
5.      Soemadi Soejabrata menyatakan bahwa mempelajari filsafat adalah untuk mempertajam pikiran.
6.      H. De Vos berpendapat bahwa filsafat tidak hanya cukup diketahui, namun harus dipraktikkan dalm kehidupan sehari-hari.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan mempelajari filsafat adalah mencari hakikat kebenaran sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun metafisika (hakikat keaslian).
Adapun tujuan lain dari Filsafat, antara lain sebagai berikut:
1.       Dengan berfikir filsafat seseorang bisa menjadi manusia, lebih mendidik dan membangun diri sendiri.
2.       Seseorang dapat menjadi orang yang dapat berfikir sendiri.
3.       Memberikan dasar-dasar pengetahuan, memberikan pandangna yang sintesis pula sehingga seluruh pengetahuan merupakan satu kesatuan.
4.       Hidup seseorang tersebut dipimpin oleh pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Sebab itu mengetahuai pengetahuan-pengetahuan terdasar berarti mengetahui dasar-dasar hidup diri sendiri.
5.       Bagi seorang pendidik filsafat mempunyai kepentingan istimewa karena filsafatlah yang memberikan dasar-dasar dari ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang mengenai manusia seperti misalnya ilmu mendidik.

E.       Pengertian Bimbingan dan Konseling
Ada banyak definisi tentang Bimbingan dan Konseling, bahkan penggunaan kata bimbingan dan konseling itu sendiri.  Frank Parson (Prayitno, 1999:93), mendefinisikan bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih, mempersiapkan diri, dan memangku suatu jabatan serta mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya itu. Dan konseling diartikan sebagai kegiatan pengungkapan fakta atau data tentang siswa, serta pengarahan kepada siswa untuk dapat mengatasi sendiri masalah-masalah yang dihadapinya.

Shetzer dan Stone (1980), menggunakan kata hubungan pemberian bantuan (helping relationship) untuk suatu proses konseling yang berarti interaksi antara konselor dengan klien dalam upaya memberikan kemudahan  terhadap cara-cara pengembangan diri yang positif. Selain itu Prayitno, dkk. (2003) mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling  adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perseorangan maupun kelompok, agar mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, bimbingan social, bimbingan belajar dan bimbingan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Dari pendapat Prayitno, dkk. yang memberikan pengertian bimbingan disatukan dengan konseling merupakan pengertian formal dan menggambarkan penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang saat ini diterapkan dalam sistem pendidikan nasional.

F.       Hubungan Filsafat dengan Bimbingan dan Konseling
Filsafat memiliki hubungan yang sangat erat dengan bimbingan dan konseling. Filsafat dalam bimbingan dan konseling atau yang lebih dikenal dengan istilah “Landasan Filosofis” dijadikan sebagai salah satu landasan / dasar / patokan bagi konselor dalam memberikan arahan dan pemahaman terhadap pelaksanaan setiap kegiatan bimbingan dan konseling agar dapat dipertanggung jawabkan secara logis, etis maupun estetis. Landasan filosofis dalam bimbingan dan konseling berkenaan dengan usaha mencari jawaban yang hakiki atas pertanyaan filosofis tentang: apakah manusia itu? Dan untuk mencari jawaban atas pertanyaan filosofis tersebut, tentunya tidak lepas dari berbagai aliran filsafat yang ada, mulai dari filsafat klasik hingga filsafat modern dan bahkan filsafat post-modern. Dari berbagai aliran filsafat yang ada, para penulis Barat Victor Frankl, Patterson, Alblaster & Lukes, Thompson & Rudolph (dalam Prayitno, 2003) telah mendeskripsikan tentang hakikat manusia sebagai berikut
1.      Manusia adalah makhluk rasional yang mampu berfikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
2.      Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila dia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya.
3.      Manusia berusaha terus-menerus memperkembangkan dan menjadikan dirinya sendiri khususnya melalui pendidikan.
4.      Manusia dilahirkan dengan potensi untuk menjadi baik dan buruk dan hidup berarti upaya untuk mewujudkan kebaikan dan menghindarkan atau setidak-tidaknya mengontrol keburukan.
5.      Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam.
6.      Manusia akan menjalani tugas-tugas kehidupannya dan kebahagiaan manusia terwujud melalui pemenuhan tugas-tugas kehidupannya sendiri.
7.      Manusia adalah unik dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri.
8.      Manusia adalah bebas merdeka dalam berbagai keterbatasannya untuk membuat pilihan-pilihan yang menyangkut perikehidupannya sendiri. Kebebasan ini memungkinkan manusia berubah dan menentukan siapa sebenarnya diri manusia itu adan akan menjadi apa manusia itu.
9.      Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dan dalam suasana apapun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut maka setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensinya.
John J. Pietrofesa et.al. (1980: 30-31) dalam (Yusuf, 2010) mengemukakan bahwa terdapat beberapa prinsip yang berkaitan dengan landasan filosofis dalam bimbingan, yaitu sebagai berikut :
1.      Objective Viewing
Dalam hal ini konselor membantu klien agar memperoleh suatu perspektif tentang masalah khusus yang dialaminya, dan membantunya untuk menilai atau mengkaji berbagai alternatif atau strategi kegiatan yang memungkinkan klien mampu merespon interes, minat atau keinginannya secara konstruktif.
2.      The Counselor must have the best interest of the client at heart
Dalam hal ini konselor harus merasa puas dalam membantu klien mengatasi masalahnya. Konselor menggunakan keterampilan untuk membantu klien dalam upaya mengembangkan keterampilan klien dalam mengatasi masalah (coping) dan keterampilan hidupnya (life skills).
John J. Pietrofesa et.al. (1980) dalam (Yusuf, 2010) selanjutnya mengemukakan pendapat James Cribbin tentang prinsip-prinsip filosofis dalam bimbingan sebagai berikut.:
1.      Bimbingan hendaknya didasarkan pada pengakuan akan keilmuan dan harga diri individu (klien) dan atas hak-haknya untuk mendapat bantuan.
2.      Bimbingan merupakan proses pendidikan yang berkesinambungan. Artinya bimbingan merupakan bagian integral dalam pendidikan.
3.      Bimbingan harus respek terhadap hak-hak setiap klien yang meminta bantuan atau pelayanan.
4.      Bimbingan bukan prerogratif kelompok khusus profesi kesehatan mental. Bimbingan dilaaksanakan melalui kerjasama, yang masing-masing bekerja berdasarkan keahlian atau kompetensinya sendiri.
5.      Fokus bimbingan adalah membantu individu dalam merealisasikan potensi dirinya.
6.      Bimbingan merupakan elemen pendidikan yang bersifat individualisasi, personalisasi dan sosialisasi.
Makna dan fungsi filsafat dalam kaitanya dengan layanan bimbingan dan konseling, Prayitno dan Erman Amti (dalam Yusuf, 2010) mengemukakan pendapat Belkin (1975) yaitu bahwa, “Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi kegiatan atau tindakan yang semuanya diharapkan merupakan tidakan yang bijaksana. Untuk itu diperlukan pemikiran filsafat tentang berbagai hal yang tersangkut-paut dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya, dan bagi konselor pada khususnya, yaitu membantu konselor dalam memahami situasi konseling dalam mengambil keputusan yang tepat. Disamping itu pemikiran dan pemahaman filosofis juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri lebih mantap, lebih fasilitatif, serta lebih efektif dalam penerapan upaya pemberian bantuannya. 


DAFTAR PUSTAKA

Bakti, Hasan Nasution. 2001. Filsafat Umum. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Mustanyir, Rizal & Misnal Munir. 2000. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mustofa . 1997. Filsafat Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Sudarsono. 2001. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.
Suriasumantri, Jujun S. 2005. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Tafsir, Prof. Dr. Ahmad. 2006. Filsafat Ilmu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.