KEMUHAMMADIYAHAN
Muhammadiyah
secara etimologis berasal dari kata”MUHAMMAD” yaitu nama Rasululah SAW, dan
diberi tambahan Ya’ Nisbah dan Ta ’marbutah yang berarti pengikut
Nabi Muhammad SAW. KH Ahmad Dahlan (Pendiri Organisasi Muhammadiyah) menegaskan
bahwa, “ Muhammadiyah bukanlah nama perempuan melainkan berarti umat Muhammad,
pengikut Muhammad, Muhammad SAW yang berarti utusan Tuhan yang penghabisan. Dalam
anggaran dasar muhammadiyah yang baru, yang telah disesuaikan dengan UU No.8
tahun 1985 dan hasil Muktamar Muhammadiyah ke - 41 di Surakarta tanggal 7 – 11
Desember 1985, Bab I pasal I ,disebutkan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan
Islam dan dakwah amar makruf nahi munkar yang berakidah Islam sdan bersumber
pada Al-Qur’an san Sunnah.
Muhammadiyah,
salah sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia, didirikan oleh KH.Ahmad
Dahlan pada tanggal 8 Zulhijjah 1330 ( 18 November 1912 ) di Yogyakarta. Muhammadiyah
dikenal sebagai organisasi yang telah menghembuskan jiwa pembaharuan pemikiran
Islam Islam di Indonesia dan bergerak di berbagai bidang kehidupan umat.
Faktor didirikanya
Muhammadiyah oleh KH.Ahmad Dahlan, antara lain :
1.
Ia melihat umat islam tidak memegang teguh Al-Qur’an dan Sunnah dalam beramal sehingga takhayul dan syirik
merajalela,akhlak masyarakat runtuh. Akibatnya, amalan-amalan mereka merupakan
campuran antara yang benar dan salah. Sebagaimana diketahui, orang-orang
Indonesia sudah beragama Hindu sebelum datangnya Islam. Menurut catatan
sejarah, agama Hindu dibawa pertama kali masuk Indonesia oleh pedagang-pedagang
India sehingga pengaruhnya ridak lepas dari umar Islam.
2.
Lembaga-lembaga pendidikan agama yang ada pada
waktu itu tidak efisien, dan dipandang tidak lagi sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
3.
Kemiskinan menimpa rakyat Indonesia, terutama
umat islam yang sebagian besar adalah petani dan buruh.
4.
Aktivitas misi katolik dan protestan sudah giat
beroperasi sejak abad ke-19 dan bahkan sekolah sekolah misi mendapat subsidi
dari pemerintah Hindia Belanda.
5.
Kebanyakan umat islam dalam alam fanatisme yang sempit,bertaqlid buta,serta
berfikir dogmatis.
Pada mulanya Muhammadiyah, sesuai
dengan perkembangan yang ada pada masa kelahiranya melakukan aktivitas
aktivitas Sebagai berikut:
1.
Membersihkan Islam dari kebiasaan-kebiasaan yang
non Islam
2.
Mengadakan reformulasi doktrin-doktrin Islam
dengan pandangan alam pikiran modern.
3.
Mengadakan reformasi ajaran ajaran dan
pendidikan Islam, yaitu memberikan pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah Belanda
dan mendirikan sekolah sekolah sendiri yang berbeda dengan pesantren.
4.
Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan
serangan dari luar.
Tujuan perserikatan Muhammadiyah
ialah “Menegakan dan menjunjung
tinggi agama islam sehingga dapat mewujudkan masyarakat islam yang
sebenar-benarnya”.
Matan ”Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah” yang dirumuskan dalam
siding Tanwir pada tahun 1978 menjelang muktamar muhammadiyah ke- 37 di
Yogyakarta,memuat prinsip-prinsip sbb:
1. Muhammadiyah adalah gerakan yang berasaskan Islam, bekerja dan
bercita – cita untuk mewujudkan masyarakat islam yang sebenar-benarnya untuk
melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah dimuka bumi.
2. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah agama Allah SWT. yang diwahyukan kepada para rasulnya
sejak Nabi Adam,Nuh,Ibrahim,Musa,Isa,dan seterusnya sampai pada Nabi Muhammad
Saw.
3. Muhammadiyah mengalakan islam berdasarkan Al-qur’an dan As-Sunnah
rasulullah SAW, serta menggunakan akal pikiran sesuai ajaran islam.
4. Muhammadiyah bekerja demi terlaksananya ajaran-ajaran Islam
meliputi bidang-bidang Akidah, akhlak, ibadah dan muamalah ( Kemasyarakatan)
duniawi.
5. Muhammadiyah mengajak semua lapisan bangsa Indonesia yang telah
mendapat karunia Allah SWT.berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber
kekayaan,kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berfilsafat
Pancasila, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu Negara adil dan makmur
yang diridho’i Alloh SWT.
Kelima butir
matan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah, dalam penjelasannya,
mengandung tiga pokok persoalan, yaitu ideologi pada butir (1) dan (2), paham
agama menurut Muhammadiyah pada butir (3) dan (4), dan fungsi serta misi
muhammadiyah dalam masyarakat Negara Republik pada butir (5).
Dalam
perjuangan dan pergerakannya di Indonesia, Muhammadiyah merumuskan
kepribadiannya yang berfungsi sebagai landasan, pedoman, dan pegangan bagi
gerak perjuangannya menuju cita-cita terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya. Kepribadian Muhammadiyah ini berawal dari pidato KH Fakih
Usman, seorang tokoh Muhammadiyah pada tahun 1961, yang berjudul “Apakah Muhammadiyah itu?. Dan kemudian
Pimpinan Pusat Muhammadiyah membentuk tim penyusun materi “Kepribadian Muhammadiyah” Bahan-bahan untuk penyusunan rumusan Kepribadian
Muhammadiyah berasal dari KH Fakih Usman,KH Farid Ma’ruf, KH Wardan Diponingrat,
Dr. Hamka, H Djarnawi Hadikusumo, M. Djindar Tamimy, dan M. Saleh Ibrahim. Rumusan
Kepribadian Muhammadiyah tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Beramal
dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan.
2. Memperbanyak
kawan dan mengamalkan akhuawah islamiyah.
3. Berlapang
dada dan berpandangan luas dengan memegang teguh ajaran Islam.
4. Bersifat
keagamaan dan kemasyarakatan.
5. Mengindahkan
segala hokum, undang-undang, dan peraturan serta dasar dan filsafat Negara yang
sah.
6. Amar
Ma’ruf Nahi Munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang
baik.
7. Aktif
dalam perkembangan masyarakat dengan maksud islah dan pembangunan sesuai dengan
ajaran Islam.
8. Bekerjasama
dengan golongan Islam mana pun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan
agama Islam serta membela kepentingannya.
9. Membantu
pemerintah serta bekerja sama dengan golongan lain dalam memelihara dan
membangun Negara untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur yang dirido’i
Alloh SWT. dan
10. Bersifat
adil serta korektif ke dalam dan keluar dengan bijaksana.
Dalam
pelaksanaan usaha-usaha di berbagai bidang kehidupan, sebagai yang tercantum
dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah Pasal 4(11 butir) dan hasil penyesuaian dalam
Muktamar Muhammadiyah ke-40 tahun 1978 di Surabaya, Muhamadiyah berpedoman pada
khittah perjuangan yang terdiri atas dua pola, yaitu pola dasar pejuangan dan
program dasar perjuangan.
Pola dasar
perjuangan muhammadiyah terdiri atas:
1. Muhamadiyah
berjuang untuk mencapai/ mewujudkan suatu cita-cita dan keyakinan hidup yang
bersumber pada ajaran islam
2. Dakwah
Islam dan Amar Makruf Nahi Munkar dalam arti dan proposi yang sebenar-benarnya
sebagaimana yang dituntutkan oleh Muhammad rosululloh SAW adalah satu-satunya
jalan untuk mencapai cita cita dan keyakinan hidup tersebut.
3. Dakwah
Islam dan Amar Makruf Nahi Munkar tersebut harus melalui dua saluran secara
serempak, yaitu :
a.
Saluran politik kenegaraan
b.
Saluran masyarakat
4. Untuk
melakukan perjuangan seperti Dakwah Islam dan Amar Makruf Nahi Munkar yang
dimaksud di atas.
5. Muhammadiyah
sebagai organisasi memilih dan menempatkan diri sebagai “gerakan islam dan amar
makruf nahi munkar dalam bidang masyarakat”
6. Muhammadiyah
harus menyadari bahwa partai tersebut adalah sasaran amar makruf nahi munkar.
7. Antara
Muhammadiyah dan partai tidak ada hubungan organisatoris tetapi tetap mempunyai
hubungan kemasyarakatan.
8. Masing-masing
berdiri dan berjalan sendiri-sendiri menurut caranya sendiri-sendiri.
9. Pada
prinsipnya tidak dibenarkan adanya perangkapan jabatan, terutama jabatan
pimpinan antara keduanya.
Program dasar perjuangan
Muhammadiyah dirumuskan dalam langkah kebijaksanaan sebagai berikut :
1. Memulihkan
kembali Muhammadiyah sebagai perserikatan yang menghimpun sebagian anggota
masyarakat yang terdiri atas muslimin dan muslimat yang beriman teguh, taat
beribadah, berakhlak mulia dan menjadi teladan yang baik di tengah masyarakat.
2. Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota Muhammadiyah
tentang hak dan kewajibannya sebagai warga Negara Republic Indonesia dan
meningkatkan kepekaan sosialnya terhadap persoalan-persoalan dan kesulitan
hidup masyarakat.
3. Menempatkan kedudukan persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan
untuk melaksanakan Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar ke segenap penjuru dan
lapisan masyarakat serta di segala bidang kehidupan di Negara Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Muhammadiyah sebagai salah satu
organisasi Islam besar di Indonesia, saat ini telah menjangkau seluruh wilayah
nusantara, kecuali propinsi Timor Timur. Pertumbuhan ini di mulai sejak masa
pemerintahan Hindia Belanda yang telah member izin kepada Muhammadiyah untuk
berdiri di luar Yogyakarta melalui Surat Keputusan No. 36 tanggal 2 September
1921. Dengan izin tersebut cabang-cabang Muhammadiyah bermunculan tidak hanya
di Pulau jawa, tetapi telah juga menyebrang ke Sumatra, Kalimantan, dan
Sulawesi.
Menurut Anggaran Dasar pasal 6 dan Anggaran Dasar Muhammadiyah,
perserikatan Muhammadiyah terdiri atas beberapa tingkat, yaitu ;
1.
Ranting :
Satuan anggota(minimal lima orang) di suatu tempat merupakan satuan organisasi
terbawah.
2.
Cabang :
kesatuan ranting-ranting dalam suatu tempat. Untuk itu, satu cabang dapat
didirikan bila di daerah tersebut sudah ada paling sedikit tiga ranting.
3.
Daerah :
kesatuan cabang-cabang dalam sebuah kabupaten atau kotamadya, yang terdiri atas
sekurang-kurangnya tiga cabang yang telah disahkan.
4.
Wilayah
: kesatuan daerah-daerah dalam sebuah propinsi atau yang setingkat, serta
berkedudukan di ibukota propinsi.
Pimpinan dalam Muhammadiyah juga
bertingkat mulai dari pimpinan pusat, pimpinan wilayah, pimpinan daerah,
pimpinan cabang, pimpinan ranting. Susunan pimpinan ini bersifat vertical.
Adapun secara horizontal, pimpinan Muhammadiyah, dalam seluruh tingkat bisa
berwujud majelis atau bagian (untuk tingkat daerah atas). Pimpinan dalam segala
tingkat struktur Muhamadiyah, vertical dan horizontal, adalah orang-orang yang
telaah memnuhi syarat sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 Anggaran Rumah Tangga
Muhamadiyah, yaitu: Telah menjadi anggota
paling kurang 1 tahun, setiap kepada asas, tujuan dan perjuangan perserikatan,
taat kepada garis kebjaksaanaan, mampu dan cakap menjalankan tugas, dapat
menjadi teladan yang baik bagi umat, tidak merangkap pimpinan organisasi
politik, dan lain sebagainya.
Adapun Majelis, sebagai pembantu
pimpinan perserikatan, dalam melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, antara
pusat wilayah dan daerah bisa berbeda. Majelis atau badan yang ada di dalam
Perserikatan Muhamadiyah sebelum Muktamar Muhamadiyah ke-41 di Surakarta pada
tahun 1985 terdiri atas:
1.
Majelis Tarjih
2.
Majelis Tablig
3.
Majelis Pembina Kesejahteraan Umat
4.
Majels Pendidikan dan Pengajaran
5.
Majelis Hikmah
6.
Majelis Ekonomi
7.
Majelis Wakaf dan Kehartabendaan
8.
Majelis Pustaka.
Dalam Muktamar Muhamadiyah 41 di
bagi dua yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, yaitu Majelis Pendidikan
dan Kebudayaan. Berdasarkan data sebelum Muktamar Muhamadiyah ke-41 yang
menunjukan bahwa lembaga pendidikan Muhamadiyah berjumlah 12.400 lebih yang
tersebar di seluruh pelosok tanah air maka Majelis Pendidikan Tinggi,
Penelitian, dan Pengembangan perlu didirikan.
Pada Muktamar ke-42 di Yogyakatta
pada tanggal 15-19 desember 1990 majelis-majelis ini mengalami perubahan dan
penyempurnaan lagi. Hasil Muktamar Muhamadiyah ke 42 tersebut mennyebutkan
bahwa majelis untuk tingkat pusat terdiri atas: Majelis Tarjih, Majelis Tablig,
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah, Majelis Pendidikan Tinggi, Majelis
Kebudayaan, Majelis Pustaka, Majelis Pembinaan Kesejahteraan Social, Majelis
ekonomi, Majelis Pembina Kesehatan, Majelis Wakaf dan Kehartabendaan. Di
samping itu, ada lagi lembaga lain yang setingkat majelis, yaitu Bidang
Perencanaan dan Evaluasi, Lembaga Bimbingan dan Pengawasan Keuangan, Badan
pembinaan Kader, Badan Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri, Lembaga Hikmah dan
Study Kemasyarakatan, Lembaga Dakwah Khusus, Lembaga Pengembangan Masyarakat
dan Sumber Daya Manusia, Lembaga Pengkajian dan Pengembangan, dan Lembaga Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi(IPTEK). Dengan membandingkan bentuk-bentuk majelis sebelum dan sesudah
Muktamar Muhammadiyah ke-42, terlihat bahwa struktur lembaga-lembaga majelis
atau badan yang di butuhkan Muhammadiyah semakin berkembang. Hal ini sesuai
dengan keinginan Muhammadiyah, yakni bahwa organisasi mereka sebagai Gerakan
Tajdid dikelola secara professional kondisi Indonesia yang semakin berkembang.
Perangkat majelis yang dihasilkan
oleh Muktamar Muhammadiyah ke-42 dan hasil Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode
1990-1995 disesuaikan dengan tekad yang telah dicanangkan oleh Muhammadiyah
sebelum Muktamar, bahwa Muhammadiyah harus dikelola secara professional dan
dalam organisasi yang modern. Hal ini mencerminkan betapa Muhammadiyah ingin
mengelola organisasinya dengan baik dalam rangka mencapai tujuan yang telah
dicanangkan.
Majelis Tarjih mempunyai lima
seksi, yaitu Seksi Pengkajian Perkembangan Pemikiran dalam Islam, Seksi
Pengkajian dan Pengembangan Keputusan, Seksi Organisasi dan Kaderisasi Ulama
dan Seksi Hisab. Majelis Pembina Kesehatan yang merupakan lembaga baru dalam
Muhammadiyah juga dibagi atas beberapa bidang, yaitu Bidang Pembinaan dan
Pengembangan Pendidikan Tenaga Kesehatan, Bidang Pengembangan Pembinaan
Kesehatan Umat, Bidang Pengembangan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Umat, dan
Bidang Usaha Obat dan Peralatan Medik.
Majelis, badan, dan lembaga untuk
tingkat Wilayah, Daerah, dan Cabang, sesuai dengan surat Keputusan Pimpinan
Pusat Muhammadiyah No. 38/ tahun 1991, terdiri atas Majelis Tarjih, Majelis
Tablig, Majelis Pustaka, Majels Pendidikan Dasar dan Menegah, Majelis
Kebudayaan, Majelis Wakaf dan Kehartabendaan, Majelis Ekonomi, Majelis Pembela
Kesejahteraan Umat, dan Majelis Pembela Kesejahteraan Umat, dan Majelis Pembina
Kesehatan.
Badan atau lembaga yang dapat
dibentuk untuk tingkat Wilayah sesuai dengan kondidi objektif adalah Badan
Perencanaan dan Evaluasi, Badan Pendidikan Kader, Lembaga Hikmah dan Study
Kemasyarakatan, dan lembaga Pembinaan dan Pengawasan Keuangan. Untuk tingkat
Daerah, disesuaikan dengan kebutuhan adalah Lembaga Pembinaan dan Pengawasan
Keuangan dan Badan Pendidikan Kader. Di samping majelis, badan, dan lembaga
yang ada, pimpinan persyarikatan di setiap tingkat juga mempunyai secretariat
eksekutif yang bertugas sebagi pembantu pimpinan di bidang administrative.
Muhammadiyah sebagai sebuah
organisasi yang besar juga mempunyai beberapa organisasi otonom yang gerak dan
tujuannya sama dengan gerak dan tujuan Muhammadiyah.
Organisasi – organisasi otonom
dalam Muhammadiyah dan bidang garapanya adalah sebagai berikut:
1. Aisyiyah, bergerak dan berjuan
ditengah tengah kaum ibu atau muslimat Indonesia. Aisyiyah didirikan KH Ahmad
Dahlan pada bulan April 1917 karena
didorong oleh kesadaran bahwa kaum wanita itu sejajar dengan pria dalam
berbakti kepada Allah SWT.
2. Nasyi’atul Aisyiyah, yaitu
perkumpulan para putrid Muhammadiyah, yang bidang garapanya adalah pembinaan
remaja putri Islam, berdiri sejak tahun 1930.
3. Pemuda Muhammadiyah, dimaksudkan
untuk membina dan menggerakan potensi para pemuda islam. Organisasi ini
didirikan pada tanggal 2 Mei 1932/25 Zulhijah 1350 berdasarkan hasil keputusan Muktamar
Muhammadiyah ke-21 di Ujung Pandang.
4. Ikatan Pelajar Muhammadiyah(IPM),
bertugas untuk membina dan menggerakan potensi para pelajar Islam. IPM secara
resmi didirikan pada tanggal 18 Juli 1961/5 safar 1381 di Surakarta.
5. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah(IMM),
bertugas membina menggerakan potensi para mahasiswa Islam. Secara khusus IMM
bergerak dibidang keagamaan, kemasyarakatan, dan kemahasiswaan. IMM didirikan
pada tanggal 14 maret 1964/29 Syawal 1348.
6. Tapak Suci, (Persatuan Pencak
Silat Putra Muhammadiyah), pertama kali didirikan dikauman Yogyakarta pada
tanggal 31 juli 1963 dengan mendapat restu dari pimpinan pusat Muhammadiyah.
Keanggotaan Tapak Suci terdiri atas:
a.
Tingkat Anak-Anak (12-16 tahun), dibagi atas
lima tingkat dengan tanda “Teratai Putih”.
b.
Tingkat
Dewasa (17 tahun keatas), dibagi atas lima kelas dengan tanda “Teratai Coklat”.
c.
Tingkat
Pelatih, terbagi atas empat kelas dengan tanda “Teratai Merah”.
7. Hizbul Wathan ( Kepanduan Muhammadiyah ). Semula bernama
Padvinder Muhammadiyah, didirikan oleh KH Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tahun
1918. Pelopor berdirinya antaralain Sirajh Dahlan dan Sarbini, atas usul H Agus
Salim, istilah Belanda tersebut di Indonesiakan dengan “ Kepanduan Muhammadiyah
“. Pada tahun 1920, atas usul R.H. Hadjid, Kepanduan Muhammadiyah berganti nama
menjadi Hizbul Wathan (HW). Ada beberapa tingkatan pada HW:
a.
Tingkat Athfal untuk usia 8-11 tahun,
b.
Tingkat Pengenal untuk usia 12-16 tahun, dan
c.
Tingkat Penghela untuk usia 17 tahun ke atas.
Berdasarkan SK
Presiden RI No. 238/1961, tertanggal 20 Mei 1961, HW di tiadakan dan di satukan
ke dalam Gerakan Pramuka(Praja Muda Karana).
Perangkat organisasi
Muhammadiyah, amal usaha, dan perjuangan yang telah di lakukan telah memberikan
andil yang cukup besar dalam mencapai dan mengiusi Kemerdekaan Indonesia. Dari
segi pendidikan, muhamnmadiyah melalui sekolah-sekolahnya telah banyak
melahirkan para pemimpin bangsa dan pemimpin masyarakat. Dari segi dakwahnya,
Muhammadiyah telah berusaha dan banyak menghasilkan pemberantasan terhadap
ajaran-ajaran yang dating dari luar Islam. Dari segi santunan social,
Muhammadiyah juga telah aktif menangani permasalahan yatim piatu dan kesehatan
masyarakat melalui panti-panti asuhan dan rumah sakit serta klinik yang mereka
miliki. Muhammadiyah juga ikut secara aktif dalam memberikan saran dan
pendapatnya terhadap suatu undang-undang yang akan ditetapkan oleh pemerintah
melalui DPR/MPR, yang dimulai dari keikutsertaannya dalam merumuskan Dasar
Negara dan UUD RI 1945, UU Perkawinan, UU Pendidikan, dan RUU Peradilan Agama.
Para pimpinan tertinggi
Muhammadiyah (Ketua Umum) sejak berdirinya terdiri atas :
1.
KH Ahmad Dahlan / Periode Perintisan (1912-1923)
ü
Pembentukan jiwa, amal usaha, dan organisasi
Muhammadiyah, sehingga Muhammadiyah menduduki tempat terhormat sebagai
pergerakan Islam Indonesia yang berpaham Modern.
2.
KH Ibrahim / Periode Pengembangan (1923-1932)
ü
Berdirinya Majelis Tarjih sebagai wadah
pembaruan pemnikiran Islam dalam Muhammadiyah.
ü
Lahirnya Nasysi’atul Aisyiyah pada tahun 1930,
dan Pemuda Muhammadiyah pada tahun 1932.
3.
KH Hisyam (1932-1936)
ü
Terpusat pada masalah-masalah pendidikan dalam
rangka mempersiapkan kader pemimpin.
4.
KH Mas Mansur (1936-1942)
ü
Merumuskan “Masalah Lima” yang terdiri atas
masalah dunia, agama, kias, sabilillah, dan ibadah.
ü
Merumuskan “Langkah Dua Belas” yang terdiri atas
langkah Ilmi dan Langkah Amali, yakni suatu strategi yang ditetapkan
Muhammadiyah dalam memasyarakatkan dan mengembangkan dakwah Islam, yang
berisikan 12 butir.
5.
Ki Bagus Hadikusumo (1942-1953)
ü
Lahirnya Muqadimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
yang berisi pokok-pokok pikiran KH Ahmad Dahlan dalam melahirkan yang berisi pokok-pokok pikiran KH Ahmad
Dahlan dalam melahirkan Muhammadiyah.
6.
A.R. Sutan Mansur (1953-1959)
ü
Penanaman kembali dan pemantapan “Ruh Tauhid”
(Semangat Tauhid) dalam Muhammadiyah.
ü
Penyusunan Khittah Palembang” ( Langkah-Langkah
dan Staregi Muhammadiyah dalam Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar yang dihasilkan
Muktamar Muhammadiyah di Palembang) untuk periode 1956-1959.
7.
H M. Yunus Anis / Masa Kegoncangan Sosial dan
Politik Indonesia (1959-1962)
ü
Penyusunan “Kepribadian Muhammadiyah” sebagai
pedoman penting dalam menentukan kedudukan Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah
Islam, Amar Makruf Nahi Munkar dalam bidang kemasyarakatan.
8.
KH Ahmad Badawi (1962-1968)
ü
Ikut serta berperan untuk menumbangkan Partai
Komunis Indonesia dengan fatwa bahwa “Membubarkan PKI adalah Ibadah).
9.
KH Fakih usman (1968-1971) & KH Abdur Rozzaq
Fakhruddin (1971-1990)
ü
Mempunyai semboyan “Memuhammadiyahkan kembali
Muhammadiyah” yang dilakukan dengan 4 prioritas program, yaitu :
·
Program Gerakan Jemaah dan Dakwah Jemaah.
·
Pemurnian Amal Usaha Muhammadiyah.
·
Peningkatan Mutu Anggota dan Pimpinan.
·
Pembinaan Angkatan Muda dalam Muhammadiyah.
10.
KH Ahmad Azhar Basyir, M.A (1990-1995)
ü
Pengembangan organisasi secara professional
dengan memanajemen masa kini.
ü
Peningkatan penyantunan kaun du’afa’(kaum lemah)
ü
Peningkatan kualitas pimpinan dan strategi
dakwah pada era informasi dan industrialisasi.
ü
Struktur organisasi lebih dikembangkan agar
tercapai tujuan dari Muhammadiyah itu sendiri.
Muhammadiyah sebagai organisasi
Islam yang telah tersebar di seluruh pelosok Tanah Air, juga diminati oleh
sebagian Umat Islam di luar negeri. KH Ahmad Dahlan sendiri pernah mengatakan
bahwa “Muhammadiyah ini menjadi ‘Bapak Dunia’ “. Ungkapan inilah yang
menggambarkan keinginan KH Ahmad Dahlan untuk juga memperluas Muhammadiyah ke
luar negeri. Ketika KH Fakhruddin menjabat sebagai Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
permasalahan mendirikan Muhammadiyah menjadi salah satu topic pembahasan dalam
Muktamar Muhammadiyah ke-20 di Yogyakarta pada tanggal 8-16 Mei 1931. Kemudian, pada Muktamar Muhammadiyah ke-22 di
Semarang pada tahun 1933 permasalahan ini dibicarakan lagi. Dan akhirnya pada
tanggal 25 Desember 1957, berdirilah Muhammadiyah Singapura dengan perintis
pertamanya Ustad Abdul Rahman Haron. Di Pulau Penang, Malaysia, Muhammadiyah
didirikan pertama kali oleh Ustad Zainal Abidin Zam Zam pada tahun 1957 dengan
dua oranisasi otonom, yakni Aisyiyah dan Pemuda Muhammadiyah.
Di Thailand, Muhammadiyah berdiri
secara resmi pada 11 Agustus 1988, tepatnya di Kabupaten Canak, Propinsi
Songkhala, Thailand Selatan. Ketua pertama pengurus Muhammadiyah yang
dihasilkan pada pertemuan para cendikiawan Islam di pattani adalah Adbul Halim
Dinaa, yang dikenal sebagai pelopor dan perintis Muhammadiyah di Thailand,
alumni Fakultas Ilmu Agama Jurusan Dakwah, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Banyak kaum muslimin dari
berbagai Negara ingin mendirikan Muhammadiyah di kampong mereka masing-masing,
namun Muhammadiyah Indonesia hanya bisa memberikan semangat dan bantuan serta
petunjuk pendirian organisasi karena campur tangan langsung ke negeri
tersebut tidak sesuai dengan peraturan
yang ada, baik di Indonesia maupun di negeri itu sendiri. Sekalipun
Muhammadiyah di luar negeri tidak terkait secara organisatoris dengan
Muhammadiyah di Indonesia, keterkaitan moral tetap berlangsung sehingga setiap
kali Muhammadiyah melakukan muktamarnya, utusan-utusan Muhammadiyah di luar
negeri senantiasa di undang, dan mereka hadir. Cita-cita KH Ahmad dahlan untuk
menggairahkan dan menggembirakan pelaksanaan ajaran Islam sesuai dengan
Al-Qur’an dan Sunnah agaknya mulai terlihat setahap demi setahap, baik di
Indoinesia sendiri maupun di beberapa bagian dari umat Islam di luar negeri.