BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN
PEMBAHASAN
A.
Tinjauan Pustaka
- Pengertian Gaya Hidup
Istilah gaya hidup (lifestyle) sekarang ini kabur. Sementara
istilah ini memiliki arti sosiologis yang lebih terbatas dengan merujuk pada
gaya hidup yang khas dari berbagai kelompok status tertentu, dalam budaya
konsumen kontemporer istilah ini mengkonotasikan individualitas, ekspresi diri,
serta kesadaran diri yang semu. Tubuh, busana, bicara, hiburan saat waktu
luang, pilihan makanan dan minuman, rumah, kendaraan, dan pilihan hiburan, dan
seterusnya di pandang sebagai indikator dari individualitas selera serta rasa
gaya dari pemilik atau konsumen (Featherstone,
2005 : 124).
Weber mengemukakan bahwa persamaan status dinyatakan melalui
persamaan gaya hidup. Di bidang pergaulan gaya hidup ini dapat berwujud
pembatasan terhadap pergaulan erat dengan orang yang statusnya lebih rendah.
Selain adanya pembatasan dalam pergaulan, menurut Weber kelompok status
ditandai pula oleh adanya berbagai hak istimewa dan monopoli atas barang dan
kesempatan ideal maupun material. Kelompok status di beda-bedakan atas dasar
gaya hidup yang tercermin dalam gaya konsumsi.
Weber mengemukakan bahwa kelompok status merupakan pendukung adat,
yang menciptakan dan melestarikan semua adat-istiadat yang berlaku dalam
masyarakat (dalam Sunarto Kamanto, 2000 : 67). Monopoli suatu kelompok status
antara lain terwujud dalam gaya berbusana. Kita melihat setiap kelompok status
yang ada di masyarakat mempunyai gaya hidup yang khas. Masing-masing kelompok
mempunyai selera yang khas dalam pakaian, hiburan, perlengkapan rumah tangga,
makanan, minuman, bacaan, selera seni dan musik.
Gaya hidup menurut Weber, berarti persamaan status kehormatan yang
di tandai dengan konsumsi terhadap simbol-simbol gaya hidup yang sama. Estetika realitas melatarbelakangi arti penting gaya yang juga di
dorong oleh dinamika pasar modern dengan pencarian yang konstan akan adanya
model baru, gaya baru, sensasi dan pengalaman baru. Gaya hidup yang ditawarkan
berbagai media pada saat sekarang ini adalah ajakan bagi khalayaknya untuk
memasuki apa yang disebut budaya konsumer. (dalam Sunarto Kamanto, 2000 : 67)
Menurut Lury, budaya konsumer diartikan sebagai bentuk budaya
materi yakni budaya pemanfaatan benda-benda dalam masyarakat Eropa-Amerika
kontemporer. Kini, apa yang dinikmati oleh masyarakat Eropa-Amerika kontemporer
tersebut “yang notabene adalah negara kaya” di tiru oleh masyarakat
dunia lain termasuk negara Indonesia. Budaya consumer dicirikan dengan
peningkatan gaya hidup (lifestyle). Justru, menurut Lury, proses pembentukan
gaya hidup-lah yang merupakan hal terbaik yang mendefenisikan budaya konsumer.
Dalam budaya konsumer kontemporer, istilah itu bermakna
individualitas, pernyataan diri dan kesadaran diri. Dalam hal ini, tubuh,
pakaian, waktu luang, pilihan makanan dan minuman, rumah, mobil, pilihan
liburan dan lain-lain menjadi indikator cita rasa individualitas dan gaya hidup
seseorang.
- Pengertian Perilaku Abnormal
Perilaku
abnormal adalah kekalutan mental & melampaui titik kepatahan mental =
dikenal sebagai nervous breakdown. (get mental breakdown). Sepanjang sejarah
budaya barat, konsep perilaku abnormal telah dibentuk, dalam beberapa hal, oleh
pandangan dunia waktu itu. Contohnya, masyarakat purba menghubungkan perilaku
abnormal dengan kekuatan supranatural atau yang bersifat ketuhanan. Para
arkeolog telah menemukan kerangka manusia dari Zaman Batu dengan lubang sebesar
telur pada tengkoraknya. Satu interpretasi yang muncul adalah bahwa nenek
moyang kita percaya bahwa perilaku abnormal merefleksikan serbuan/invasi dari
roh-roh jahat.
Mungkin mereka menggunakan cara kasar yang disebut trephination--menciptakan sebuah jalur bagi jalan keluarnya roh tertentu.
Mungkin mereka menggunakan cara kasar yang disebut trephination--menciptakan sebuah jalur bagi jalan keluarnya roh tertentu.
Pada
abad pertengahan kepercayaan tersebut makin meningkat pengaruhnya dan pada
akhirnya mendominasi pemikiran di zaman pertengahan. Doktrin tentang penguasaan
oleh roh jahat meyakini bahwa perilaku abnormal merupakan suatu tanda kerasukan
oleh roh jahat atau iblis. Rupanya, hal seperti ini masih dapat dijumpai di
negara kita, khususnya di daerah pedalaman. Kita pernah saksikan tayangan
televisi yang mengisahkan tentang seorang ibu dirantai kakinya karena dianggap
gila. Oleh karena keluarga meyakini bahwa sang ibu didiami oleh roh jahat, maka
mereka membawa ibu ini pada seorang tokoh agama di desanya. Dia diberi minum
air putih yang sudah didoakan. Mungkin inilah gambaran situasi pada abad
pertengahan berkaitan dengan penyebab perilaku abnormal.
Lalu apa
yang dilakukan waktu itu? Pada abad pertengahan, para pengusir roh jahat
dipekerjakan untuk meyakinkan roh jahat bahwa tubuh korban yang mereka tuju
pada dasarnya tidak dapat dihuni. Mereka melakukan pengusiran roh jahat
(exorcism) dengan cara, misalnya: berdoa, mengayun-ayunkan tanda salib,
memukul, mencambuk, dan bahkan membuat korban menjadi kelaparan. Apabila korban
masih menunjukkan perilaku abnormal, maka ada pengobatan yang lebih kuat,
seperti penyiksaan dengan peralatan tertentu.
Keyakinan-keyakinan dalam hal kerasukan roh jahat tetap bertahan hingga bangkitnya ilmu pengetahuan alam pada akhir abad ke 17 dan 18.
Keyakinan-keyakinan dalam hal kerasukan roh jahat tetap bertahan hingga bangkitnya ilmu pengetahuan alam pada akhir abad ke 17 dan 18.
Masyarakat
secara luas mulai berpaling pada nalar dan ilmu pengetahuan sebagai cara untuk
menjelaskan fenomena alam dan perilaku manusia. Akhirnya, model-model perilaku
abnormal juga mulai bermunculan, meliputi model-model yang mewakili perspektif
biologis, psikologis, sosiokultural, dan biopsikososial. Di bawah ini adalah
penjelasan-penjelasan singkatnya
a. Perspektif
biologis
Seorang dokter Jerman, Wilhelm Griesinger
(1817-1868) menyatakan bahwa perilaku abnormal berakar pada penyakit di otak.
Pandangan ini cukup memengaruhi dokter Jerman lainnya, seperti Emil Kraepelin
(1856-1926) yang menulis buku teks penting dalam bidang psikiatri pada tahun
1883. Ia meyakini bahwa gangguan mental berhubungan dengan penyakit fisik.
Memang tidak semua orang yang mengadopsi model medis ini meyakini bahwa setiap
pola perilaku abnormal merupakan hasil dari kerusakan biologis, namun mereka
mempertahankan keyakinan bahwa pola perilaku abnormal tersebut dapat dihubungkan
dengan penyakit fisik karena ciri-cirinya dapat dikonseptualisasikan sebagai
simtom-simtom dari gangguan yang mendasarinya.
b. Perspektif
psikologis
Sigmund Freud, seorang dokter muda Austria
(1856-1939) berpikir bahwa penyebab perilaku abnormal terletak pada interaksi
antara kekuatan-kekuatan di dalam pikiran bawah sadar. Model yang dikenal
sebagai model psikodinamika ini merupakan model psikologis utama yang pertama
membahas mengenai perilaku abnormal.
c. Perspektif
sosiokultural
Pandangan ini meyakini bahwa kita harus
mempertimbangkan konteks-konteks sosial yang lebih luas di mana suatu perilaku
muncul untuk memahami akar dari perilaku abnormal. Penyebab perilaku abnormal
dapat ditemukan pada kegagalan masyarakat dan bukan pada kegagalan orangnya. Masalah-masalah
psikologis bisa jadi berakar pada penyakit sosial masyarakat, seperti
kemiskinan, perpecahan sosial, diskriminasi ras, gender,gayahidup,dansebagainya.
d. Perspektif
biopsikososial
Pandangan ini meyakini bahwa perilaku abnormal
terlalu kompleks untuk dapat dipahami hanya dari salah satu model atau
perspektif. Mereka mendukung pandangan bahwa perilaku abnormal dapat dipahami
dengan paling baik bila memperhitungkan interaksi antara berbagai macam
penyebab yang mewakili bidang biologis, psikologis, dan sosiokultural.
- Perilaku Abnormal
Ada beberapa kriteria yang
digunakan untuk menentukan suatu perilaku abnormal, antara lain :
a. Statistical infrequency
b. Unexpectedness
c. Violation of norms
d. Personal distress (M. Fakhrurrozi, 2012 : 2)
Lebih jelasnya tentang
beberapa peilaku abnormal tersebut penulis uraiakan sebagai berikut :
a.
Statistical infrequency
1)
Perspektif ini menggunakan pengukuran statistik dimana
semua variabel yang yang akan diukur didistribusikan ke dalam suatu kurva
normal atau kurva dengan bentuk lonceng. Kebanyakan orang akan berada pada
bagian tengah kurva, sebaliknya abnormalitas ditunjukkan pada distribusi di
kedua ujung kurva.
2)
Digunakan dalam bidang medis atau psikologis. Misalnya
mengukur tekanan darah, tinggi badan, intelegensi, ketrampilan membaca, dsb.
3)
Namun, kita jarang menggunakan istilah abnormal untuk
salah satu kutub (sebelah kanan). Misalnya orang yang mempunyai IQ 150, tidak
disebut sebagai abnormal tapi jenius.
4)
Tidak selamanya yang jarang terjadi adalah abnormal.
Misalnya seorang atlet yang mempunyai kemampuan luar biasa tidak dikatakan
abnormal. Untuk itu dibutuhkan informasi lain sehingga dapat ditentukan apakah
perilaku itu normal atau abnormal.
b.
Unexpectedness
Biasanya perilaku abnormal merupakan suatu bentuk respon
yang tidak diharapkan terjadi. Contohnya seseorang tiba-tiba menjadi cemas
(misalnya ditunjukkan dengan berkeringat dan gemetar) ketika berada di
tengah-tengah suasana keluarganya yang berbahagia. Atau seseorang
mengkhawatirkan kondisi keuangan keluarganya, padahal ekonomi keluarganya saat
itu sedang meningkat. Respon yang ditunjukkan adalah tidak diharapkan terjadi.
c.
Violation of norms
1)
Perilaku abnormal ditentukan dengan mempertimbangkan
konteks sosial dimana perilaku tersebut terjadi.
2)
Jika perilaku sesuai dengan norma masyarakat, berarti
normal. Sebaliknya jika bertentangan dengan norma yang berlaku, berarti
abnormal.
3)
Kriteria ini
mengakibatkan definisi abnormal bersifat relatif tergantung pada norma
masyarakat dan budaya pada saat itu. Misalnya di Amerika pada tahun 1970-an,
homoseksual merupakan perilaku abnormal, tapi sekarang homoseksual tidak lagi
dianggap abnormal.
4)
Walaupun kriteria ini dapat membantu untuk
mengklarifikasi relativitas definisi abnormal sesuai sejarah dan budaya tapi
kriteria ini tidak cukup untuk mendefinisikan abnormalitas. Misalnya pelacuran
dan perampokan yang jelas melanggar norma masyarakat tidak dijadikan salah satu
kajian dalam psikologi abnormal.
d.
Personal distress
1)
Perilaku dianggap abnormal jika hal itu menimbulkan
penderitaan dan kesengsaraan bagi individu.
2)
Tidak semua gangguan (disorder) menyebabkan distress.
Misalnya psikopat yang mengancam atau melukai orang lain tanpa menunjukkan
suatu rasa bersalah atau kecemasan.
3)
Juga tidak semua penderitaan atau kesakitan merupakan
abnormal. Misalnya seseorang yang sakit karena disuntik.
4)
Kriteria ini bersifat subjektif karena susah untuk
menentukan setandar tingkat distress seseorang agar dapat diberlakukan
secara umum.
e.
Disability
1)
Individu mengalami ketidakmampuan (kesulitan) untuk
mencapai tujuan karena abnormalitas yang dideritanya. Misalnya para pemakai
narkoba dianggap abnormal karena pemakaian narkoba telah mengakibatkan mereka
mengalami kesulitan untuk menjalankan fungsi akademik, sosial atau pekerjaan.
2)
Tidak begitu jelas juga apakah seseorang yang abnormal
juga mengalami disability. Misalnya seseorang yang mempunyai gangguan
seksual voyeurisme (mendapatkan kepuasan seksual dengan cara mengintip
orang lain telanjang atau sedang melakukan hubungan seksual), tidak jelas juga
apakah ia mengalami disability dalam masalah seksual.
Dari semua kriteria di
atas menunjukkan bahwa perilaku abnormal sulit untuk didefinisikan. Tidak ada
satupun kriteria yang secara sempurna dapat membedakan abnormal dari perilaku
normal. Tapi sekurang-kurangnya kriteria tersebut berusaha untuk dapat
menentukan definisi perilaku abnormal. Dan adanya kriteria pertimbangan sosial
menjelaskan bahwa abnormalitas adalah sesuatu yang bersifat relatif dan dipengaruhi
oleh budaya serta waktu.
- Kriteria Menentukan Perilaku Abnormal
Dalam pandangan psikologi, untuk
menjelaskan apakah seorang individu menunjukkan perilaku abnormal dapat dilihat
dari tiga kriteria berikut :
a. Kriteria Statistik
Seorang
individu dikatakan berperilaku abnormal apabila menunjukkan karakteristik
perilaku yang yang tidak lazim alias menyimpang secara signifikan dari
rata-rata, Dilihat dalam kurve distribusi normal (kurve Bell), jika seorang
individu yang menunjukkan karakteristik perilaku berada pada wilayah ekstrem
kiri (-) maupun kanan (+), melampaui nilai dua simpangan baku, bisa digolongkan
ke dalam perilaku abnormal.
1. Perspektif ini menggunakan
pengukuran statistik dimana semua variabel yang yang akan diukur didistribusikan
ke dalam suatu kurva normal atau kurva dengan bentuk lonceng. Kebanyakan orang
akan berada pada bagian tengah kurva, sebaliknya abnormalitas ditunjukkan pada
distribusi di kedua ujung kurva.
2. Digunakan dalam bidang medis atau
psikologis. Misalnya mengukur tekanan darah, tinggi badan, intelegensi,
ketrampilan membaca, dsb.
3. Namun, kita jarang menggunakan
istilah abnormal untuk salah satu kutub (sebelah kanan). Misalnya orang yang
mempunyai IQ 150, tidak disebut sebagai abnormal tapi jenius.
4. Tidak selamanya yang jarang terjadi
adalah abnormal. Misalnya seorang atlet yang mempunyai kemampuan luar biasa
tidak dikatakan abnormal. Untuk itu dibutuhkan informasi lain sehingga dapat
ditentukan apakah perilaku itu normal atau abnormal.
b. Kriteria Norma
Banyak
ditentukan oleh norma-norma yng berlaku di masyarakat,ekspektasi kultural
tentang benar-salah suatu tindakan, yang bersumber dari ajaran agama maupun
kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat , misalkan dalam berpakaian, berbicara,
bergaul, dan berbagai kehidupan lainnya. Apabila seorang individu kerapkali
menunjukkan perilaku yang melanggar terhadap aturan tak tertulis ini bisa
dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal.
Kriteria
ini mengakibatkan definisi abnormal bersifat relatif tergantung pada norma masyarakat
dan budaya pada saat itu. Misalnya di Amerika pada tahun 1970-an, homoseksual
merupakan perilaku abnormal, tapi sekarang homoseksual tidak lagi dianggap
abnormal.
Dari semua kriteria di atas
menunjukkan bahwa perilaku abnormal sulit untuk didefinisikan. Tidak ada
satupun kriteria yang secara sempurna dapat membedakan abnormal dari perilaku
normal. Tapi sekurang-kurangnya kriteria tersebut berusaha untuk dapat
menentukan definisi perilaku abnormal. Dan adanya kriteria pertimbangan sosial
menjelaskan bahwa abnormalitas adalah sesuatu yang bersifat relatif dan
dipengaruhi oleh budaya serta waktu.
- Penyebab Perilaku Abnormal
Menurut tahap – tahap berfungsinya,
sebab – sebab perilaku abnormal dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Menurut Tahap Berfungsinya
1)
Penyebab
Primer ( Primary Cause )
Penyebab primer adalah kondisi yang tanpa kehadirannya suatu
gangguan tidak akan muncul. Misalnya infeksi sipilis yang menyerang system
syaraf pada kasus paresis general yaitu sejenis psikosis yang disertai
paralysis atau kelumpuhan yang bersifat progresif atau berkembang secara
bertahap sampai akhirnya penderita mengalami kelumpuhan total. Tanpa infeksi
sipilis gangguan ini tidak mungkin menyerang seseorang.
2)
Penyebab
yang Menyiapkan ( Predisposing Cause )
Kondisi yang mendahului dan membuka jalan bagi kemungkinan
terjadinya gangguan tertentu dalam kondisi – kondisi tertentu di masa
mendatang. Misalnya anak yang ditolak oleh orang tuanya (rejected child) mungkin menjadi lebih rentan dengan tekanan hidup
sesudah dewasa dibandingkan dengan orang – orang yang memiliki dasar rasa aman
yang lebih baik
3)
Penyebab
Pencetus ( Preciptating Cause )
Penyebab
pencetus adalah setiap kondisi yang tak tertahankan bagi individu dan mencetuskan gangguan. Misalnya
seorang wanita muda yang menjadi terganggu sesudah mengalami kekecewaan berat
ditinggalkan oleh tunangannya. Contoh lain seorang pria setengah baya yang
menjadi terganggu karena kecewa berat sesudah bisnis pakaiannya bangkrut.
4)
Penyebab
Yang Menguatkan ( Reinforcing Cause )
Kondisi yang cenderung mempertahankan atau memperteguh tinkah
laku maladaptif
yang sudah terjadi. Misalnya perhatian yang berlebihan pada seorang gadis yang
”sedang sakit” justru dapat menyebabkan yang bersangkutan kurang
bertanggungjawab atas dirinya, dan menunda kesembuhannya.
Dalam kenyataan, suatu gangguan
perilaku jarang disebabkan oleh satu penyebab tunggal. Serangkaian faktor
penyebab yang kompleks, bukan sebagai hubungan sebab akibat sederhana melainkan
saling mempengaruhi sebagai lingkaran setan, sering menadi sumber penyebab
sebagai abnormalitas. Misalnya sepasang suami istri menjalani konseling untuk
mengatasi problem dalam hubungan perkawinan mereka. Sang suami menuduh istrinya
senang berfoya – foya sedangkan sang suami hanya asyik dengan dirinya dan tidak
memperhatikannya. Menurut versi sang suami dia jengkel keada istrinya karena
suka berfoya – foya bersama teman – temannya. Jadi tidak lagi jelas mana sebab
mana akibat.
b. Menurut Sumber Asalnya
Berdasarkan
sumber asalnya, sebab-sebab perilaku abnormal dapat digolongkan sedikitnya
menjadi tiga yaitu :
1)
Faktor
Biologis
Adalah
berbagai keadaan biologis atau jasmani yang dapat menghambat perkembangan
ataupun fungsi sang pribadi dalam kehidupan sehari – hari seperti kelainan gen,
kurang gizi, penyakit dsb. Pengaruh – pengaruh faktor biologis lazimnya bersifa
menyeluruh. Artinya mempengaruhi seluruh aspek tingkah laku, mulai dari
kecerdasan sampai daya tahan terhadap stress.
2)
Faktor
– faktor psikososial
a)
Trauma
Di Masa Kanak – Kanak
Trauma
Psikologis adalah pengalaman yang menghancurkan rasa aman, rasa mampu, dan
harga diri sehingga menimbulkan luka psikologis yang sulit disembuhkan
sepenuhnya. Trauma psikologis yang dialami pada masa kanak – kanak cenderung
akan terus dibawa sampai ke masa dewasa.
b)
Deprivasi
Parental
Tiadanya
kesempatan untuk mendapatka rangsangan emosi dari orang tua, berupa kehangatan,
kontak fisik,rangsangan intelektual, emosional dan social. Ada beberapa
kemungkinan sebab misalnya:
3)
Dipisahkan
dari orang tua dan dititipkan di panti asuhan,
4)
Kurangnya
perhatian dari pihak orang tua kendati tinggal bersama orang tua di rumah.
c)
Hubungan
orang tua – anak yang patogenik
Hubungan patogenik adalah hubungan yang tidak serasi, dalam
hal ini hubungan antara orang tua dan anak yang berakibat menimbulkan masalah
atau gangguan tertentu pada anak.
d)
Struktur
keluarga yang patogenik
Struktur keluarga sangat menentukan
corak komunikasi yang berlangsung diantara para anggotanya. Struktur keluarga
tertentu melahirkan pola komunikasi yang kurang sehat dan selanjutnya muncul
pola gangguan perilaku pada sebagian anggotanya. Ada empat struktur keluarga
yang melahirkan gangguan pada para anggotanya:
e)
Keluarga
yang tidak mampu mengatasi masalah sehari-hari.
Kehidupan keluarga karena berbagai macam sebab seperti tidak
memiliki cukup sumber atau karena orang tua tidak memiliki pengetahuan dan
keterampilan secukupnya .
5)
Keluarga
yang antisosial
Keluarga yang menganut nilai – nilai yang bertentangan dengan
masyarakat luas
6)
Keluarga
yang tidak akur dan keluarga yang bermasalah
7)
Keluarga
yang tidak utuh
Keluarga dimana ayah / ibu yang tidak ada di rumah,
entah karena sudah meninggal atau sebab
lain seperti perceraian, ayah memiliki dua istri dll.
f) Stress berat
Stress adalah keadaan yang menekan
khususnya secara psikologis. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab,
seperti :
8)
Frustasi
yang menyebabkan hilangnya harga diri
9)
Konflik
nilai
10)
Tekanan
kehidupan modern
3) Faktor – faktor Sosiokultural
Meliputi keadaan obyektif dalam
masyarakat atau tuntutan dari masyarakat yang dapat berakibat menimbulkan
tekanan dalam individu dan selanjutnya melahirkan berbagai bentuk gangguan
seperti:
a) Suasana perang dan suasana kehidupan
yang diliputi oleh kekerasan,
b) Terpaksa menjalani peran social yang
berpotensi menimbulkan gangguan, seperti menjadi tentara yang dalam peperangan
harus membunuh.
c) Menjadi korban prasangka dan
diskriminasi berdasarkan penggolongan tertentu seperti berdasarkan agama, ras,
suku dll.
B.
Pembahasan
Perilaku abnormal merupakan
tampilan dari kepribadian seseorang baik penampilan dari dalam maupun
penampilan dari luar. Perilaku abnormal juga
merupakan perilaku spesifik, phobia, atau pola-pola peilaku yang lebih
mendalam, misalnya skizofren. Perilaku abnormal juga merupakan sebutan untuk
masalah-masalah yang berkepanjangan atau bersifat kronis dan gangguan-gangguan
yang gejala-gejalanya bersifat akut dan temporer, seperti intoksinasi
(peracunan obat-obatan), terutama narkoba yang kesemuanya itu diakibatkan dari
gaya hidup seseorang.
Gaya hidup merupakan pola
atau budaya konsumtif manusia masa kini yang mengkonotasikan individualitas, ekspresi diri, serta kesadaran diri yang semu, tubuh, busana,
bicara, hiburan saat waktu luang, pilihan makanan dan minuman, rumah, kendaraan,
dan pilihan hiburan, dan seterusnya di pandang sebagai indikator dari
individualitas selera serta rasa gaya dari pemilik atau konsumen.
Gaya hidup
menunjukkan bagaimana orang mengatur kehidupan pribadinya, kehidupan
masyarakat, perilaku di depan , dan upaya membedakan statusnya dari
orang lain melalui lambang-lambang sosial. Gaya hidup atau life style merupakan salah satu penyebab perilaku abnormal yang dapat ditemukan pada kegagalan masyarakat dan bukan pada kegagalan orangnya. Masalah-masalah psikologis bisa jadi berakar pada penyakit sosial masyarakat khususnya pada gaya hidup seseorang.
orang lain melalui lambang-lambang sosial. Gaya hidup atau life style merupakan salah satu penyebab perilaku abnormal yang dapat ditemukan pada kegagalan masyarakat dan bukan pada kegagalan orangnya. Masalah-masalah psikologis bisa jadi berakar pada penyakit sosial masyarakat khususnya pada gaya hidup seseorang.
No comments :
Post a Comment