A.
PENGERTIAN
EMOSI
Emosi merupakan warana efektif yang
menyertai setiap perilaku idividu, yang
berupa perasaan-perasaan tertentu yang dia alami pada saat menghadapi
situasi tertentu. Kata
“emosi” berasal dari bahasa latin yaitu
“Emovere”,
yang artinya “bergerak keluar”.
Maksud setiap emosi adalah untuk menggerakkan individu untuk menuju rasa aman
dan pemutuhan kebutuhanya, serta menghindari sesuatu yang merugikan dan
menghambat pemunuhan kebutuhan.
Interaksi antara kognisi, emosi,
dan tindakan mencerminkan satu sistem hubungan sebab akibat. Albert
Ellis mengungkapkan bahwa kognisi sangat penting dalam memberikan
kontribusi terhadap emosi dan tindakan, emosi juga berperan penting
berkontribusi atau menjadi sebab terhadap kognisi dan tindakan, serta tindakan,
serta tindakan berkontribusi atau menjadi penyebab kognisi dan emosi. Bila
seseorang mengalami perubahan dalam salah satu dari ketiga ranah itu, maka
cenderung akan mengalami perubahan dua lainnya. Reaksi emosi dapat secara
akurat dan terkadang tidak akurat untuk diinterpretasikan apabila tidak memahami
perkembangan individu karena antara kognisi, emosi dan motorik merupakan suatu
sistem yang saling pengaruh timbal balik.
Berikut ini ada beberapa definisi emosi menurut para
ahli, diantaranya sebagai berikut:
1. Wade dan Tavris (2007) emosi adalah situasi stimulus yang
melibatkan perubahan pada tubuh dan wajah, aktivitas pada otak, penilaian
kognitif, perasaan subjektif, dan kecendrungan melakukan suatu tindakan yang
dibentuk seluruhnya oleh peraturan-peraturan yang terdapat di suatu kebudayaan.
2. The American College Dictionary, (H.
Djali, 2007)
emosi adalah suatu keadaan afektif yag disadari dimana dialami perasaan seperti
kegembiraan (joy), kesedihan, takut, benci, dan cinta (ibedakan dari keadaan
kognitif dan keinginan yang disadari); dan juga perasaan seperti kegembiraan
(joy), kesedihan, taku, benci, dan cinta.
3. Sarlito W. Sarwono (2009) menjelaskan emosi sebagai suatu
reaksi penilaian (positif atau negatif) yang kompleks dari sistem saraf
seseorang terhadap rangsangan dari luar atau dari dalam dirinya sendiri.
4. Syamsudin, (2005:114) Emosi adalah sebagai sesuatu
suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa ( a
strid up state ) yang menyertai atau munculnya sebelum dan sesudah
terjadinya perilaku.
5. Daniel Goleman (2002: 411) refers to a feeling of
emotions and thoughts are typical, a biological and psychological circumstances
and a series of tendencies to act. Emotion is basically the impetus to
act (emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang
khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk
bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak).
6. Prawitasari (1995) Emotion-related physiological
changes and various thoughts. So, emotion is one important aspect of
human life, because emotions can be a motivator of behavior in terms of
increase, but also can interfere with human intentional behavior (Emosi berkaitan
dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah
satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan
motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku
intensional manusia).
7. Chaplin ( 1989, dalam Dictionary of Psychologi ) mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang
oleh organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam
sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin (1989) (dalam M. Ali dan M. Asrori,
2004:62 ) membedakan emosi dengan perasaan, dan dia mendefinisikan
perasaan (feelings) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik dari
perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan jasmaniah.
8. Crow & crow (1958, dalam
Sunarto, 2002:149)
emosi adalah “An emotion, is an affective experience that accompanies
generalized inner adjustment and mental physiological stirred up states in the
individual, and that shows it self in his overt behavior.” Jadi emosi
adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu
tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
9. Soegarda Poerbakawatja, (1882)( dalam
M. Ali dan M. Asrori, 2004:62 ) emosi adalah suatu respons terhadap suatu perangsang yang
menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya
mengandung kemungkinan untuk meletus. Respons demikian terjadi baik terhadap
perangsang-perangsang eksternal maupun internal.
10. Arnold, emosi adalah Rasa
dan/atau perasaan yang membuat kecenderungan yang mengarah terhadap sesuatu
yang secara intuitif di nilai sebagai hal yang baik atau bermanfaat, atau
menjauhi dari sesuatu yang secara intuitif dinilai buruk atau berbahaya.
Tindakan itu diikuti oleh pola-pola perubahan fisiologis sejalan dengan
mendekati atau menghindari obyek. Pola tindakan berbeda antara emosi yang
berbeda.
B.
MACAM – MACAM EMOSI
Menurut Descrates, emosi terbagi
atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love
(cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam
emosi, yaitu : fear (ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta).
Sedangkan
Daniel
Goleman (1995, dalam M. Ali dan M. Asrori, 2004:63) mengidentifikasikan
sejumlah kelompok emosi, yaitu sebagai berikut.
1. Amarah: meliputi brutal, mengamuk, benci,
marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, bermusuhan, tindak kekerasan, dan
kebencian patologis.
2. Kesedihan: meliputi pedih, sedih, muram,
suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, di tolak, putus asa, dan
depresi.
3. Rasa
takut: meliputi
cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut sekali, sedih, waspada,
tidak tenang, ngeri, kecut, panik, dan phobia.
4. Kenikmatan: meliputi bahagia, gembira, ringan
puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, terpesona,
puas, rasa terpenuhi, girang, senang sekali, dan mania.
5. Cinta: meliputi penerimaan, persahabatan,
kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, dan kasih
sayang.
6. Terkejut: meliputi terkesiap, takjub, dan
terpana.
7. Jengkel: meliputi hina, jijik, muak, mual,
benci, tidak suka, dan mau muntah.
8. Malu:
meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal, hina, aib, dan
hati hancur lebur.
Seperti
yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut Goleman pada dasarnya
adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong
individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang
ada. Dalam The Nicomachea Ethics
pembahasan Aristoteles secara filsafat tentang kebajikan, karakter dan
hidup yang benar, tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional kita dengan
kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan memiliki kebijaksanaan;
nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan kelangsungan hidup kita. Tetapi, nafsu
dapat dengan mudah menjadi tak terkendalikan, dan hal itu seringkali terjadi.
Menurut Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas,
melainkan mengenai keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan (Goleman,
2002 : xvi).
Mayer (1990, dalam Goleman, 2002)
menyebutkan bahwa
orang cenderung menganut gaya-gaya
khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam
dalam permasalahan, dan pasrah. Melihat keadaan itu maka penting bagi setiap
individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan
tidak menjadikan hidup yang di jalani menjadi sia-sia.
C.
PROSES TERJADINYA EMOSI
Proses
kemunculan emosi melibatkan faktor psikologis maupun faktor fisiologis.
Kebangkitan emosi kita pertama kali muncul akibat adanya stimulus atau sebuah
peristiwa, yang bisa netral, positif, ataupun negatif. Stimulus tersebut
kemudian ditangkap oleh reseptor kita, lalu melalui otak. Kita
menginterpretasikan kejadian tersebut sesuai dengan kondisi pengalaman dan
kebiasaan kita dalam mempersepsikan sebuah kejadian. Interpretasi yang kita
buat kemudian memunculkan perubahan secara internal dalam tubuh kita. Perubahan
tersebut misalnya napas tersengal, mata memerah, keluar air mata, dada menjadi
sesak, perubahan raut wajah, intonasi suara, cara menatap dan perubahan tekanan
darah kita. Pandangan teori kognitif menyebutkan emosi lebih banyak ditentukan
oleh hasil interpretasi kita terhadap sebuah peristiwa. Kita bisa memandang dan
menginterpretasikan sebuah peristiwa dalam persepsi atau penilai negatif, tidak
menyenangkan, menyengsarakan, menjengkelkan, mengecewakan. Persepsi yang lebih
positif seperti sebuah kewajaran, hal yang indah, sesuatu yang mengharukan,
atau membahagiakan. Interpretasi yang kita buat atas sebuah peristiwa
mengkondisikan dan membentuk perubahan fisiologis kita secara internal, ketika
kita menilai sebuah peristiwa secara lebih positif maka perubahan fisiologis kita
pun menjadi lebih positif.
Apabila emosi berfungsi secara
sempurna, maka sesuai dengan maksudnya emosi akan menimbulkan gerakan dan
arahan. Misalnya, apabila seorang laki-laki marah kepada isterinya maka terjadi
tindakan (gerakan) terhadap isterinya (arahan). Bila dijabarkan ada empat
kemungkinan proses emosi yang terjadi pada diri individu, yaitu:
1. Orang dapat menekan emosi
sehingga tidak ada gerakan dan arah
tindakannya.
2. Orang tidak memiliki kemampuan
memadai untuk mengendalikan gerakan dan arah tindakan.
3. Orang digerakkan oleh emosi tetapi
tidak memiliki arah .
4. Orang digerakkan oleh emosi tetapi
dengan arah yang salah.
D.
TAHAPAN DALAM EMOSI
Ada empat tahapan dalam proses
pengkhususan emosi, yaitu:
1. Emosi spesifik
yang menimbulkan perasaan-perasaan generik,
2. Konselor
membantu menemukan arah tindakan,
3. Konselor
membantu menemukan alasan terhadap emosi spesifik, dan
4. Konselor
membantu klien dalam menangani emosi spesifik secara konstruktif.
E.
EMOSI
DASAR DALAM KONSELING
Ada empat emosi dasar yang sering
dijumpai dalam sebuah konseling, yaitu:
1.
Sakit Hati (Hurt)
Rasa sakit hati (Hurt) adalah
pengalaman yang dialami seseorang ketika terluka secara psikologis yang
mengakibatkan gangguan mental, sehingga menimbulkan berbagai konflik dan rasa
marah. Ada tiga cara yang menyebabkan orang
merasa sakit atau terluka hatinya, yaitu:
-
Melalui
ungkapan verbal, tindakan, kegagalan berbuat, atau ucapan yang dirasakan
menyakitkan.
-
Disebabkan
oleh sesuatu yang naif.
-
Adanya
keinginan individu untuk merasakan sakit hati melalui lima dinamika.
Kelima
dinamika tersebut diantaranya:
a.
Orang
yang merasakan dianggap berperilaku dengan cara destruktif.
b.
Orang
menciptakan situasi tetentu untuk sakit hati dalam upaya mengadili rasa berdosa
yang tidak disadari.
c.
Membiarkan
dirinya disakiti untuk memanipulasi orang lain.
d.
Menjadi
terluka karena berada dalam jalur pertumbuhan orang lain.
e.
Orang
menjadi terluka karena memberikan penafsiran yang salah terhadap orang lain.
Ada tiga implikasi konseling dalam
hubungan dengan penyebab sakit hati, yaitu:
-
Membiarkan
klien mencurahkan rasa sakit hatinya selengkap mungkin
-
Membantu
klien memandang rasa sakit secara realistic
-
Membantu
klien yang sakit hati dalam melakukan pembalasan terhadap perlakuan tertentu
yang menyebabkan sakit hati.
Dalam proses konseling konselor dapat
membantu klien untuk memberikan reaksi konstruktif terhadap rasa sakit hati dalam cara-cara
pertumbuhan yang produktif. Hal itu dapat dilakukan dengan empat tahap yaitu:
-
Mengakui diri sakit hati,
-
Mencoba mencari arti dari rasa sakit
hati itu,
-
Mencari serta menemukan penyebab sakit
hati itu sendiri,
-
Melakukan upaya untuk menghindari
perasaan sakit agar tidak terjadi di masa yang akan datang.
Disamping
timbulnya reaksi konstruktif, sakit hati dapat menimbulkan reaksi-reaksi
destruktif yaitu menimbulkan gangguan atau hambatan dalam keseluruhan
perialuknya. Reaksi destruktif itu dapat timbul dalam tujuh macam bentuk, yait
-
Menyangkal perasaan sajit hati
-
Menyakiti orang lain (balas dendam)
-
Menyamarkan sakit hati
-
Bergelimang sakit hati
-
Menghilangkan sakit hati atau luka
-
Bersembunyi dari sakit hati yang
terjadi di masa yang akan datang
-
Menyakiti diri sendiri
Konselor dapat mengajarkan
tahapan-tahapan itu baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung
konselor menuntun klien melampaui tahapan-tahapan sambil memberikan penjelasan
serta alasan pentingnya hal itu. Secara tidak langsung konselor dapat
melakukannya melalui penciptaan situasi konseling yang kondusif, sehingga klien
senantiasa memperoleh kebahagiaan.
- Takut
(Fear)
Rasa takut merupakan emosi yang
bersifat fitri yang dirsakan manusia saat ia berada dalam situasi berbahaya
yang mengancam keselamatannya.
Rasa takut timbul dari antisipasi terhadap ancaman fisik atau psikologis
spesifik. Ancaman psikologis merupakan sumber utama timbulnya rasa takut yang
dibawa pada umumnya oleh klien ke dalam konseling.
Karena psikis
seseorang memiliki sisi yang luas dalam upayanya untuk mempertahankan diri,
maka manusia terbuka terhadap banyak ancaman, dan pada gilirannya akan
mengalami bnayak takut. Ada empat ketakutan yang sering dibawa klien dalam
proses konseling, yaitu:
-
Takut terhadap keakraban,
-
Takut terhadap penolakan,
-
Takut terhadap kegagalan,
-
Takut terhadap kebahagiaan
- Marah
(Anger)
Banyak orang yang telah diajarkan bahwa marah itu merupakan
suatu emosi negative, sehingga berusaha untuk menghapus atau menghindarinya. Tugas konselor ialah membantu klien agar
kemarahan itu menjadi lebih realistis dan mampu menyatakan marah dengan cara
yang mengarah pada tindakan positif.
Marah disebabkan oleh dua hal, yaitu pertama terjadi
saat adanya halangan dalam mencapai pemuasan suatu kebutuhan, dan kedua, terjadi
ketika dalam proses pemenuhan kebutuhannya mendapat hambatan dari dirinya
sendiri. Yang pertama kemudian berkembang menjadi bentuk marah kepada pihak
lain, dan yang kedua menjadi marah pada diri sendiri. Tujuan marah
pada pihak lain adalah menggerakkan individu memindahkan hambatan dalam
pemenuhan kebutuhan, atau memindahkan orang dari situasi di mana kebutuhan
tidak terpenuhi. Konselor harus dapat menegnali perbedaan kedua jenis kemarahan
tersebut, agar dapat membantu klien dalam mengatasi masalah yang berkaitan
dengan marah.
Ada beberapa manisfestasi marah terhadap diri sendiri dalam
cara-cara deskruktif, yaitu:
-
Depresi
yaitu berada ketertekanan dan menghukum diri sendii denagn menghindari
kebahagiaan dalam kehidupan mereka. Depresi merupakan kondisi gangguan jiwa
yang secara klinis tampil dalam bentuk perasaan murung, kehilangan gairah
hidup, lesu, pesimis/putus asa, kehilangan rasa percaya diri.
-
Adiksi/
kecanduan terhadap sesuatu penyakit adiksi adalah penyakit ketergantungan,
ketergatungan terhadap sesuatu hal, atau penyakit hasrat atau obsesi secara
mental dan emosional digabungkan dengan hasrat obsesi secara fisik.
-
Salah
tempat dan orang yaitu memilih tempat, kumpulan, pekerjaan atau tempat yang
sebenarnya sudah terganggu dan menyebabkan stress dan tidak bahagia.
-
Perilaku
serampangan yaitu berbagai bentuk perilaku
yang tidak jelas bentuk dan arahnya dan menimbulkan gangguan baik fisik
maupun psikis.
-
Pengorbanan
merupakan upaya melepaskan berbagai hal yang sebenarnya menguntungkan dirinya,
seperti cinta , berbuat amal kebajikan, benci, semangat keagamaan. Pengorbanan adalah
sebuah bentuk atau proses mendekatkan diri. Karenanya tanpa kecuali, siapun
memiliki tujuan tertentu untuk mencapainya diperlukan pendekatan dengan
melakukan pengorbanan baik waktu, pemikiran, kreativitas, tenaga, keahlian,
termasuk setidaknya korban perasaan.
-
Canggung
atau kikuk yaitu menampilkan perilaku yang serba salah meskipun sebenarnya
mampu berbuat secara benar.
-
Manisfestasi
fisik. Orang dengan kemarahan terhadap diri sendiri kadang-kadang sangat
berpengaruh terhadap fisik seperti sakit kepala, sakit perut, masalah seksual,
dan gejala-gejala histeris termsuk pingsan, menyerang orang lain, mati rasa,
tuli dan buta.
-
Degradasi
perilaku yaitu adanya penurunan perilaku seperti merasa malu yang diikuti
dengan penyalahan terhadap diri, penurunan emosi, penurunan kemampuan fisik,
gangguan seksual.
Seperti halnya marah terhadap diri sendiri, marah terhadap
pihak lain dapat dimansifestasikan dengan cara-cara deskruktif sebagai berikut:
Moralism, Hostile Talk (Sindiran), Shutting Down (menjatuhkan
orang lain, Purposeful Ineptness (ecanggungan bertujuan), Victimizing
(membuat korban), Ambushing (penyerangan), Passivity (bersikap
pasif), Getting Sick (menjadi sakit).
- Rasa
Bersalah (Guilt)
Rasa bersalah adalah perasaan tidak nyaman/gundah atau malu
pada saat seseorang melakukan kesalahan, keburukan, atau amoral. Rasa bersalah
dapat terjadi ketika seseorang secara aturan (legitimately) mereduksi
kepercayaan dirinya. Perkataan legitimately sangat penting dengan 3 alasan,
yaitu:
-
Orang yang memiliki harapan positif
yang tidak realistic terhadap dirinya dan merasakan kebancian terhadap diri
sendiri apabila mengalami kegagalan.
-
Rasa dapat dicintai seseorang yang
tergantung pada evaluasi orang lain.
-
Rasa harga diri seseorang dapat
terkait dengan moral mutlak yang tidak beralasan.
Konselor harus dapat membantu klien apabila merasakan rasa
bersalah dan membantu mereka apakah rasa bersalah itu benar atau salah,
kemudian menemukan cara yang tepat untuk menghindari masalah yang timbul. Konselor
juga harus memahami adanya tiga macam rasa bersalah yaitu:
-
Rasa bersalah psikologis, yang
terjadi apabila individu berperilaku bertentangan dengan konsep dirinya.
-
Rasa bersalah social, yang terjadi
apabila individu berperilaku bertentangan dengan aturan-aturan sosial.
-
Rasa bersalah religi, yang terjadi
apabila individu berperilaku bertentangan dengan kaidah-kaidah agama.
Hal penting
bagi konselor adalah mengetahui perbedaan dari ketiga tipe rasa bersalah itu
untuk membantu klien memecahkan masalah rasa bersalah. Rasa bersalah dapat
terjadi secara sadar maupun tak sadar. Rasa bersalah yang tidak disadari
mengakibatkan munculnya perilaku menghukum diri sendiri sebagai jalan untuk
bertobat karena rasa bersalah tersebut. Dalam beberapa hal beberapa perilaku
lebih bnayak dimotivasi oleh rasa bersalah yang tidak disadari, seperti
berikut:
-
Pendirian bahwa ada sesuatu yang
salah dalam diri sendiri dan keragu-raguan.
-
Menciptakan ketidak-puasan
-
Psikosomatis atau gejala hipokondria
-
Dorongan kebutuhan yang berlebihan
-
Kebiasaan
melakukan sesuatu yang berbahaya dan malapetaka
-
Mengambil
kekalahan dari kerangka kemenangan
-
Keagamaan
( Religosity).
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. 2008. Psikologi Perkembangan Anak. Bandung : PT
Remaja Rosda Karya
Djali, H. 2007. Psikologi pendidikan. Bumi Aksara : Jakarta.
Soemanto, Wasti. 1983. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT
Rineka Cipta
Soekmadinata. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.
Bandung: Penerbit Rosda
Safari, Trianto., Saputra Nofrans Eka. 2009. Manajemen
Emosi. Jakarta : Bumi Aksara
Sarwono, Sarlito W. 2009. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta
: Rajawali Pers
Sjarkawi. 2006. Pembentukan Keribadian Anak. Jakarta: PT
Bumi AKsara
Wade, Carole., dan Tavris, Carol. 2007. Psikologi edisi ke 9
(terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Wardani, Nurul. 2007. Makalah Keterkaitan Konsep Konseling
dengan Asepk Psikologis. Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran
Jatinagor.(tidak dipublikasikan)