http://i560.photobucket.com/albums/ss44/erge32/EkaSidebar.gif

Semoga bermanfaat untuk kawan-kawanku n juga bagi publik,, :)

Guidance and Counseling Riska Ratna

Thursday 14 November 2013

EMOSI DALAM KONSELING



A.       PENGERTIAN EMOSI
Emosi merupakan warana efektif yang menyertai setiap perilaku idividu, yang  berupa perasaan-perasaan tertentu yang dia alami pada saat menghadapi situasi tertentu. Kata “emosi” berasal dari bahasa latin yaitu “Emovere”, yang artinya “bergerak keluar”. Maksud setiap emosi adalah untuk menggerakkan individu untuk menuju rasa aman dan pemutuhan kebutuhanya, serta menghindari sesuatu yang merugikan dan menghambat pemunuhan kebutuhan.
Interaksi antara kognisi, emosi, dan tindakan mencerminkan satu sistem hubungan sebab akibat. Albert Ellis mengungkapkan bahwa kognisi sangat penting dalam memberikan kontribusi terhadap emosi dan tindakan, emosi juga berperan penting berkontribusi atau menjadi sebab terhadap kognisi dan tindakan, serta tindakan, serta tindakan berkontribusi atau menjadi penyebab kognisi dan emosi. Bila seseorang mengalami perubahan dalam salah satu dari ketiga ranah itu, maka cenderung akan mengalami perubahan dua lainnya. Reaksi emosi dapat secara akurat dan terkadang tidak akurat untuk diinterpretasikan apabila tidak memahami perkembangan individu karena antara kognisi, emosi dan motorik merupakan suatu sistem yang saling pengaruh timbal balik.
Berikut ini ada beberapa definisi emosi menurut para ahli, diantaranya sebagai berikut:
1.      Wade dan Tavris (2007) emosi adalah situasi stimulus yang melibatkan perubahan pada tubuh dan wajah, aktivitas pada otak, penilaian kognitif, perasaan subjektif, dan kecendrungan melakukan suatu tindakan yang dibentuk seluruhnya oleh peraturan-peraturan yang terdapat di suatu kebudayaan.
2.      The American College Dictionary, (H. Djali, 2007) emosi adalah suatu keadaan afektif yag disadari dimana dialami perasaan seperti kegembiraan (joy), kesedihan, takut, benci, dan cinta (ibedakan dari keadaan kognitif dan keinginan yang disadari); dan juga perasaan seperti kegembiraan (joy), kesedihan, taku, benci, dan cinta.
3.      Sarlito W. Sarwono (2009) menjelaskan emosi sebagai suatu reaksi penilaian (positif atau negatif) yang kompleks dari sistem saraf seseorang terhadap rangsangan dari luar atau dari dalam dirinya sendiri.
4.      Syamsudin, (2005:114) Emosi adalah sebagai sesuatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa ( a strid up state ) yang menyertai atau munculnya sebelum dan sesudah terjadinya perilaku.
5.      Daniel Goleman (2002: 411)  refers to a feeling of emotions and thoughts are typical, a biological and psychological circumstances and a series of tendencies to act.  Emotion is basically the impetus to act (emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak).
6.      Prawitasari (1995) Emotion-related physiological changes and various thoughts.  So, emotion is one important aspect of human life, because emotions can be a motivator of behavior in terms of increase, but also can interfere with human intentional behavior (Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia).
7.      Chaplin ( 1989, dalam Dictionary of Psychologi ) mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang oleh organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin (1989) (dalam M. Ali dan M. Asrori, 2004:62 ) membedakan emosi dengan perasaan, dan dia mendefinisikan perasaan (feelings) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik dari perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan jasmaniah.
8.      Crow & crow (1958, dalam Sunarto, 2002:149) emosi adalah “An emotion, is an affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental physiological stirred up states in the individual, and that shows it self in his overt behavior.” Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
9.      Soegarda Poerbakawatja, (1882)( dalam M. Ali dan M. Asrori, 2004:62 ) emosi adalah suatu respons terhadap suatu perangsang yang menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya mengandung kemungkinan untuk meletus. Respons demikian terjadi baik terhadap perangsang-perangsang eksternal maupun internal.
10.  Arnold, emosi adalah Rasa dan/atau perasaan yang membuat kecenderungan yang mengarah terhadap sesuatu yang secara intuitif di nilai sebagai hal yang baik atau bermanfaat, atau menjauhi dari sesuatu yang secara intuitif dinilai buruk atau berbahaya. Tindakan itu diikuti oleh pola-pola perubahan fisiologis sejalan dengan mendekati atau menghindari obyek. Pola tindakan berbeda antara emosi yang berbeda.

B.       MACAM – MACAM EMOSI
Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow (sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), Rage(kemarahan), Love (cinta).
Sedangkan Daniel Goleman (1995, dalam M. Ali dan M. Asrori, 2004:63) mengidentifikasikan sejumlah kelompok emosi, yaitu sebagai berikut.
1.      Amarah: meliputi brutal, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, bermusuhan, tindak kekerasan, dan kebencian patologis.
2.      Kesedihan: meliputi pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, di tolak, putus asa, dan depresi.
3.      Rasa takut: meliputi cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut sekali, sedih, waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, panik, dan phobia.
4.      Kenikmatan: meliputi bahagia, gembira, ringan puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, terpesona, puas, rasa terpenuhi, girang, senang sekali, dan mania.
5.      Cinta: meliputi penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, dan kasih sayang.
6.      Terkejut: meliputi terkesiap, takjub, dan terpana.
7.      Jengkel: meliputi hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, dan mau muntah.
8.      Malu:  meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.

Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut Goleman pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada. Dalam The Nicomachea Ethics pembahasan Aristoteles secara filsafat tentang kebajikan, karakter dan hidup yang benar, tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional kita dengan kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan memiliki kebijaksanaan; nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan kelangsungan hidup kita. Tetapi, nafsu dapat dengan mudah menjadi tak terkendalikan, dan hal itu seringkali terjadi. Menurut Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan (Goleman, 2002 : xvi).
Mayer (1990, dalam Goleman, 2002) menyebutkan bahwa orang cenderung menganut gaya-gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka, yaitu : sadar diri, tenggelam dalam permasalahan, dan pasrah. Melihat keadaan itu maka penting bagi setiap individu memiliki kecerdasan emosional agar menjadikan hidup lebih bermakna dan tidak menjadikan hidup yang di jalani menjadi sia-sia.

C.       PROSES  TERJADINYA EMOSI
Proses kemunculan emosi melibatkan faktor psikologis maupun faktor fisiologis. Kebangkitan emosi kita pertama kali muncul akibat adanya stimulus atau sebuah peristiwa, yang bisa netral, positif, ataupun negatif. Stimulus tersebut kemudian ditangkap oleh reseptor kita, lalu melalui otak. Kita menginterpretasikan kejadian tersebut sesuai dengan kondisi pengalaman dan kebiasaan kita dalam mempersepsikan sebuah kejadian. Interpretasi yang kita buat kemudian memunculkan perubahan secara internal dalam tubuh kita. Perubahan tersebut misalnya napas tersengal, mata memerah, keluar air mata, dada menjadi sesak, perubahan raut wajah, intonasi suara, cara menatap dan perubahan tekanan darah kita. Pandangan teori kognitif menyebutkan emosi lebih banyak ditentukan oleh hasil interpretasi kita terhadap sebuah peristiwa. Kita bisa memandang dan menginterpretasikan sebuah peristiwa dalam persepsi atau penilai negatif, tidak menyenangkan, menyengsarakan, menjengkelkan, mengecewakan. Persepsi yang lebih positif seperti sebuah kewajaran, hal yang indah, sesuatu yang mengharukan, atau membahagiakan. Interpretasi yang kita buat atas sebuah peristiwa mengkondisikan dan membentuk perubahan fisiologis kita secara internal, ketika kita menilai sebuah peristiwa secara lebih positif maka perubahan fisiologis kita pun menjadi lebih positif.
Apabila emosi berfungsi secara sempurna, maka sesuai dengan maksudnya emosi akan menimbulkan gerakan dan arahan. Misalnya, apabila seorang laki-laki marah kepada isterinya maka terjadi tindakan (gerakan) terhadap isterinya (arahan). Bila dijabarkan ada empat kemungkinan proses emosi yang terjadi pada diri individu, yaitu:
1.      Orang dapat menekan emosi sehingga  tidak ada gerakan dan arah tindakannya.
2.      Orang tidak memiliki kemampuan memadai untuk mengendalikan gerakan dan arah tindakan.
3.      Orang digerakkan oleh emosi tetapi tidak memiliki arah .
4.      Orang digerakkan oleh emosi tetapi dengan arah yang salah.

D.       TAHAPAN DALAM EMOSI
Ada empat tahapan dalam proses pengkhususan emosi, yaitu:
1.      Emosi spesifik yang menimbulkan perasaan-perasaan generik,
2.      Konselor membantu menemukan arah tindakan,
3.      Konselor membantu menemukan alasan terhadap emosi spesifik, dan
4.      Konselor membantu klien dalam menangani emosi spesifik secara konstruktif.

E.       EMOSI DASAR DALAM KONSELING
Ada empat emosi dasar yang sering dijumpai dalam sebuah konseling, yaitu:
1.      Sakit Hati (Hurt)
Rasa sakit hati (Hurt) adalah pengalaman yang dialami seseorang ketika terluka secara psikologis yang mengakibatkan gangguan mental, sehingga menimbulkan berbagai konflik dan rasa marah. Ada tiga cara yang menyebabkan orang merasa sakit atau terluka hatinya, yaitu:
-            Melalui ungkapan verbal, tindakan, kegagalan berbuat, atau ucapan yang dirasakan menyakitkan.
-            Disebabkan oleh sesuatu yang naif.
-            Adanya keinginan individu untuk merasakan sakit hati melalui lima dinamika.
Kelima dinamika tersebut diantaranya:
a.         Orang yang merasakan dianggap berperilaku dengan cara destruktif.
b.        Orang menciptakan situasi tetentu untuk sakit hati dalam upaya mengadili rasa berdosa yang tidak disadari.
c.         Membiarkan dirinya disakiti untuk memanipulasi orang lain.
d.        Menjadi terluka karena berada dalam jalur pertumbuhan orang lain.
e.         Orang menjadi terluka karena memberikan penafsiran yang salah terhadap orang lain.
Ada tiga implikasi konseling dalam hubungan dengan penyebab sakit hati, yaitu:
-            Membiarkan klien mencurahkan rasa sakit hatinya selengkap mungkin
-            Membantu klien memandang rasa sakit secara realistic
-            Membantu klien yang sakit hati dalam melakukan pembalasan terhadap perlakuan tertentu yang menyebabkan sakit hati.

Dalam proses konseling konselor dapat membantu klien untuk memberikan reaksi konstruktif  terhadap rasa sakit hati dalam cara-cara pertumbuhan yang produktif. Hal itu dapat dilakukan dengan empat tahap yaitu:
-            Mengakui diri sakit hati,
-            Mencoba mencari arti dari rasa sakit hati itu,
-            Mencari serta menemukan penyebab sakit hati itu sendiri,
-            Melakukan upaya untuk menghindari perasaan sakit agar tidak terjadi di masa yang akan datang.
Disamping timbulnya reaksi konstruktif, sakit hati dapat menimbulkan reaksi-reaksi destruktif yaitu menimbulkan gangguan atau hambatan dalam keseluruhan perialuknya. Reaksi destruktif itu dapat timbul dalam tujuh macam bentuk, yait
-            Menyangkal perasaan sajit hati
-            Menyakiti orang lain (balas dendam)
-            Menyamarkan sakit hati
-            Bergelimang sakit hati
-            Menghilangkan sakit hati atau luka
-            Bersembunyi dari sakit hati yang terjadi di masa yang akan datang
-            Menyakiti diri sendiri
Konselor dapat mengajarkan tahapan-tahapan itu baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung konselor menuntun klien melampaui tahapan-tahapan sambil memberikan penjelasan serta alasan pentingnya hal itu. Secara tidak langsung konselor dapat melakukannya melalui penciptaan situasi konseling yang kondusif, sehingga klien senantiasa memperoleh kebahagiaan.

  1. Takut (Fear)
Rasa takut merupakan emosi yang bersifat fitri yang dirsakan manusia saat ia berada dalam situasi berbahaya yang mengancam keselamatannya. Rasa takut timbul dari antisipasi terhadap ancaman fisik atau psikologis spesifik. Ancaman psikologis merupakan sumber utama timbulnya rasa takut yang dibawa pada umumnya oleh klien ke dalam konseling.
Karena psikis seseorang memiliki sisi yang luas dalam upayanya untuk mempertahankan diri, maka manusia terbuka terhadap banyak ancaman, dan pada gilirannya akan mengalami bnayak takut. Ada empat ketakutan yang sering dibawa klien dalam proses konseling, yaitu:
-                 Takut terhadap keakraban,
-                 Takut terhadap penolakan,
-                 Takut terhadap kegagalan,
-                 Takut terhadap kebahagiaan
  1. Marah (Anger)
Banyak orang yang telah diajarkan bahwa marah itu merupakan suatu emosi negative, sehingga berusaha untuk menghapus atau menghindarinya.  Tugas konselor ialah membantu klien agar kemarahan itu menjadi lebih realistis dan mampu menyatakan marah dengan cara yang mengarah pada tindakan positif.
Marah disebabkan oleh dua hal, yaitu pertama terjadi saat adanya halangan dalam mencapai pemuasan suatu kebutuhan, dan kedua, terjadi ketika dalam proses pemenuhan kebutuhannya mendapat hambatan dari dirinya sendiri. Yang pertama kemudian berkembang menjadi bentuk marah kepada pihak lain, dan yang kedua menjadi marah pada diri sendiri. Tujuan marah pada pihak lain adalah menggerakkan individu memindahkan hambatan dalam pemenuhan kebutuhan, atau memindahkan orang dari situasi di mana kebutuhan tidak terpenuhi. Konselor harus dapat menegnali perbedaan kedua jenis kemarahan tersebut, agar dapat membantu klien dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan marah.
Ada beberapa manisfestasi marah terhadap diri sendiri dalam cara-cara deskruktif, yaitu:
-                 Depresi yaitu berada ketertekanan dan menghukum diri sendii denagn menghindari kebahagiaan dalam kehidupan mereka. Depresi merupakan kondisi gangguan jiwa yang secara klinis tampil dalam bentuk perasaan murung, kehilangan gairah hidup, lesu, pesimis/putus asa, kehilangan rasa percaya diri.
-                 Adiksi/ kecanduan terhadap sesuatu penyakit adiksi adalah penyakit ketergantungan, ketergatungan terhadap sesuatu hal, atau penyakit hasrat atau obsesi secara mental dan emosional digabungkan dengan hasrat obsesi secara fisik.
-                 Salah tempat dan orang yaitu memilih tempat, kumpulan, pekerjaan atau tempat yang sebenarnya sudah terganggu dan menyebabkan stress dan tidak bahagia.
-                 Perilaku serampangan yaitu berbagai bentuk perilaku  yang tidak jelas bentuk dan arahnya dan menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis.
-                 Pengorbanan merupakan upaya melepaskan berbagai hal yang sebenarnya menguntungkan dirinya, seperti cinta , berbuat amal kebajikan, benci, semangat keagamaan. Pengorbanan adalah sebuah bentuk atau proses mendekatkan diri. Karenanya tanpa kecuali, siapun memiliki tujuan tertentu untuk mencapainya diperlukan pendekatan dengan melakukan pengorbanan baik waktu, pemikiran, kreativitas, tenaga, keahlian, termasuk setidaknya korban perasaan.  
-                 Canggung atau kikuk yaitu menampilkan perilaku yang serba salah meskipun sebenarnya mampu berbuat secara benar.
-                 Manisfestasi fisik. Orang dengan kemarahan terhadap diri sendiri kadang-kadang sangat berpengaruh terhadap fisik seperti sakit kepala, sakit perut, masalah seksual, dan gejala-gejala histeris termsuk pingsan, menyerang orang lain, mati rasa, tuli dan buta.
-                 Degradasi perilaku yaitu adanya penurunan perilaku seperti merasa malu yang diikuti dengan penyalahan terhadap diri, penurunan emosi, penurunan kemampuan fisik, gangguan seksual.
Seperti halnya marah terhadap diri sendiri, marah terhadap pihak lain dapat dimansifestasikan dengan cara-cara deskruktif sebagai berikut: Moralism, Hostile Talk (Sindiran), Shutting Down (menjatuhkan orang lain, Purposeful Ineptness (ecanggungan bertujuan), Victimizing (membuat korban), Ambushing (penyerangan), Passivity (bersikap pasif), Getting Sick (menjadi sakit).
  1. Rasa Bersalah (Guilt)
Rasa bersalah adalah perasaan tidak nyaman/gundah atau malu pada saat seseorang melakukan kesalahan, keburukan, atau amoral. Rasa bersalah dapat terjadi ketika seseorang secara aturan (legitimately) mereduksi kepercayaan dirinya. Perkataan legitimately sangat penting dengan 3 alasan, yaitu:
-                 Orang yang memiliki harapan positif yang tidak realistic terhadap dirinya dan merasakan kebancian terhadap diri sendiri apabila mengalami kegagalan.
-                 Rasa dapat dicintai seseorang yang tergantung pada evaluasi orang lain.
-                 Rasa harga diri seseorang dapat terkait dengan moral mutlak yang tidak beralasan.
Konselor harus dapat membantu klien apabila merasakan rasa bersalah dan membantu mereka apakah rasa bersalah itu benar atau salah, kemudian menemukan cara yang tepat untuk menghindari masalah yang timbul. Konselor juga harus memahami adanya tiga macam rasa bersalah yaitu:
-                 Rasa bersalah psikologis, yang terjadi apabila individu berperilaku bertentangan dengan konsep dirinya.
-                 Rasa bersalah social, yang terjadi apabila individu berperilaku bertentangan dengan aturan-aturan sosial.
-                 Rasa bersalah religi, yang terjadi apabila individu berperilaku bertentangan dengan kaidah-kaidah agama.
Hal penting bagi konselor adalah mengetahui perbedaan dari ketiga tipe rasa bersalah itu untuk membantu klien memecahkan masalah rasa bersalah. Rasa bersalah dapat terjadi secara sadar maupun tak sadar. Rasa bersalah yang tidak disadari mengakibatkan munculnya perilaku menghukum diri sendiri sebagai jalan untuk bertobat karena rasa bersalah tersebut. Dalam beberapa hal beberapa perilaku lebih bnayak dimotivasi oleh rasa bersalah yang tidak disadari, seperti berikut:
-            Pendirian bahwa ada sesuatu yang salah dalam diri sendiri dan keragu-raguan.
-            Menciptakan ketidak-puasan
-            Psikosomatis atau gejala hipokondria
-            Dorongan kebutuhan yang berlebihan
-            Kebiasaan melakukan sesuatu yang berbahaya dan malapetaka
-            Mengambil kekalahan dari kerangka kemenangan
-            Keagamaan ( Religosity).



DAFTAR PUSTAKA
Desmita. 2008. Psikologi Perkembangan Anak. Bandung : PT Remaja Rosda Karya
Djali, H. 2007. Psikologi pendidikan. Bumi Aksara : Jakarta.
Soemanto, Wasti. 1983. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta
Soekmadinata. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Penerbit Rosda
Safari, Trianto., Saputra Nofrans Eka. 2009. Manajemen Emosi. Jakarta : Bumi Aksara
Sarwono, Sarlito W. 2009. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : Rajawali Pers
Sjarkawi. 2006. Pembentukan Keribadian Anak. Jakarta: PT Bumi AKsara
Wade, Carole., dan Tavris, Carol. 2007. Psikologi edisi ke 9 (terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Wardani, Nurul. 2007. Makalah Keterkaitan Konsep Konseling dengan Asepk Psikologis. Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran Jatinagor.(tidak dipublikasikan)
Ardi Al-Maqassary. 2011. Hubungan Antara Emosi, Motivasi dan Proses Kognitif. http://psychologymania.wordpress.com/2011/07/11/hubungan-antara-emosi-motivasi-dan-proses-kognitif/
Bro Fahroe. 2007. Motivasi Apa Emosi.http://fahroe.wordpress.com/2007/05/24/ motivasi-apa-emosi/. Di akses pada tanggal 21 Juni 2012.
Maz Bow. 2009. Apa Itu Persepsi?. From http://www.masbow.com/2009/08/apa-itu-persepsi.html. di akses pada tanggal 15 Juni 2012.

No comments :

Post a Comment