http://i560.photobucket.com/albums/ss44/erge32/EkaSidebar.gif

Semoga bermanfaat untuk kawan-kawanku n juga bagi publik,, :)

Guidance and Counseling Riska Ratna

Saturday, 12 July 2014

Contoh Format Konferensi Kasus



Format konferensi kasus
1.    Hari / tanggal               : ………………………………………………………………………………………………..
2.    Nama siswa                  : ………………………………………………………………………………………………..
3.    Kelas                            : ………………………………………………………………………………………………..
4.    Dihadiri oleh                 : ………………………………………………………………………………………………..
a. ………………………………………………………………………………………………..
b. ………………………………………………………………………………………………..
c. ………………………………………………………………………………………………..
d. ………………………………………………………………………………………………..
e. ………………………………………………………………………………………………..
5. Masalah                          :
     ………………………………………………………………………………………………..
     ………………………………………………………………………………………………..
     ………………………………………………………………………………………………..
Pembahasan Masalah
………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………..
5.    Evaluasi dan tindak lanjut:
………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………..
………………….., ………………2014
Mengetahui,
Kepala Sekolah                                                                                                 Guru BK / Wali kelas


………………………..                                                                                                                              …………………………………..

Biblio terapi dan Genogram



BIBLIO TERAPI
Biblio terapi adalah program membaca terarah yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman klien terhadap dirinya sendiri dan untuk memperluas cakrawala budaya serta memberikan beraneka ragam  pengalaman emosional. Terapi dengan membaca ini utamanya untuk menyembuhkan stress, depresi dan kegelisahan. Terapi ini mengunakan ruang perpustakaan dengan berbagai macam buku yang sifatnya memberi motivasi pada klien Metode ini sangat dianjurkan bagi klien yang sulit menyampaikan permasalahannya secara verbal. Tampilan dari biblioterapi disebut konseling perpustakaan. Setiap klien belum tentu cocok dengan terapi ini. Dalam biblioterapi si klien harus memiliki imajinasi yang tinggi dan biasanya wanita ;ebih tinggi imajinasinya disbanding pria.

 
GENOGRAM

Genogram adalah alat bantu di dalam wawancara konseling karier. Genogram dikembangkan oleh okisi yang merupakan suatu alat yang dipersiapkan untuk membantu konselor dan klien ketika wawancara karier berlangsung dalam suasana yang menyenangkan hingga dapat mendorong keterbukaan dalam konteks silsilah keluarga. Asumsi yang mendasari dikembangkannya genogram adalah bahwa di dalam pemilihan karier terdapat pengaruh dari orang lain yang berarti. Kategori orang-orang yang berarti: guru, teman sebaya, orang tua.

Genogram secara istilah berasal dari dua kata yaitu gen (unsure keturunan) dan gram (gambar / grafik). Dalam bahasa Indonesia, genogram dapat digambarkan dengan silsilah keluarga. Secara kontekstual, genogram berarti suatu model grafis yang menggambarkan asal-usul keluarga klien dalam tiga generasi yakni generasi dirinya, orang tuanya dan kakek neneknya.

Genogram juga merupakan suatu alat untuk menyimpan informasi yang dicatat selama wawancara antara klien dengan konselor mengenai orang-orang dalam asal-usul keluarga klien. Keunikan setiap klien di tekankan sebagaimana klien memandangnya dalam konteks keluarga. Hal-hal yang dapat dianalisis mengenai:
1.      Isi pengamatan dari klien
2.      Pemahamanan lingkungan / dunia kerja
3.      Proses pembuatan keputusan
4.      Model-model pola hidup
5.      Model-model okupasional

Bidang-bidang yang dapat didiskusikan dalam wawancara genogram meliputi:
1.      Persepsi klien tentang keberhasilan anggota keluarga sebagai pasangan, orangtua, kawan dan saudara.
2.      Peningkatan penurunan mobilitas yang berkaitan sebagai anggota keluarga yang telah mendapatkan karier.
3.      Waktu, ruang, uang dan hubungan yang dikelola di dalam serta diluar keluarga.

Penggunaan genogram dalam konseling karier ditempuh melalui tiga tahapan, yaitu:
1.      Konselor membentuk genogram berdasarkan informasi dari klien.
2.      Konseelor bersama klien mencatat pekerjaan-pekerjaan individu-individu tertentu yang ditunjukkan dalam genogram.
3.      Konselor bersama klien mengeksplorasi individu-individu yang dinyatakan dalam genogram  dengan cara menambahkan catatan mengenai model-model peranan yang dipecahkan oleh klien dan penguatan yang diberikan kepada model-model peran.

Hubungan Tipe Kepribadian dengan Perilaku Menyimpang


A.           Tinjauan Pustaka
1.      Pengertian Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan oleh seseorang. Disamping itu kepribadian sering diartikan dengan ciri-ciri yang menonjol pada diri individu, seperti kepada orang yang pemalu dikenakan atribut “berkepribadian pemalu”. Kepada orang supel diberikan atribut “berkepribadian supel” dan kepada orang yang plin-plan, pengecut, dan semacamnya diberikan atribut “tidak punya kepribadian”.

Para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam memberikan rumusan tentang kepribadian. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.

2.      Struktur Kepribadian
Ada banyak teori yang menyatakan tentang struktur kepribadian individu. Carl Gustav Jung (1875-1961) adalah orang pertama yang merumuskan tipe kepribadian manusia dengan istilah ekstrovert dan introvert, serta menggambarkan empat fungsi kepribadian manusia yang disebut dengan fungsi berpikir, pengindera, intuitif, dan perasa.

Menurut Jung (Suryabrata, 2010: 156-157)., jiwa manusia terdiri dari dua alam, yaitu alam sadar dan alam tak sadar. Kedua alam tersebut saling mengisi dan berhubungan secara kompensatoris. Alam sadar berfungsi untuk menyesuaikan terhadap dunia luar, sedangkan alam tak sadar berfungsi untuk menyesuaikan terhadap dunia dalam. Batas antara keduanya tidak tetap atau berubah-ubah, artinya wilayah kesadaran dan ketaksadaran selalu bertambah atau berkurang.

Struktur kesadaran mempunyai dua komponen pokok, yaitu fungsi jiwa dan sikap jiwa, yang masing-masing mempunyai peranan penting dalam orientasi manusia dalam dunianya. Sikap jiwa dibedakan menjadi introvert dan ekstrovert, dan fungsi jiwa dibedakan menjadi pikiran, intuisi, perasaan, dan pengindraan.
v    Sikap Jiwa
Sikap jiwa ialah energi psikis atau libido yang menjelma dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya. Arah energi psikis itu dapat ke luar ataupun ke dalam, dan demikian pula arah orientasi manusia terhadap dunianya, dapat ke luar ataupun ke dalam. Berdasarkan atas sikap jiwanya manusia, dapat digolongkan menjadi dua tipe, yaitu tipe ekstrovert dan introvert (Suryabrata, 2002: 161-162).
Menurut Jung, arti dari sifat ekstrovert dan introvrt bukanlah karena orang introvert lebih pemalu atau orang ekstrovert lebih mudah bergaul. Akan tetapi, perbedaan itu didasarkan pada kecenderungan kepribadian yang mengarah pada diri sendiri atau orang lain. Kedua sikap yang belawanan itu ada dalam kepribadian, tetapi biasanya salah satunya bersifat dominan dan sadar, sedangkan yang lainnya kurang dominan dan tak sadar (melalui Alwisol, 2011: 46).

v    Fungsi Jiwa
Menurut Jung, fungsi jiwa merupakan suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teori tidak berubah dalam lingkungan yang berbeda-beda. Jung membedakan empat pokok fungsi jiwa, yaitu pikiran dan perasaan yang merupakan fungsi rasional, serta pengindraan dan intuisi yang merupakan fungsi irrasional. Fungsi rasional bekerja dengan penilaian melalui pikiran, menilai atas dasar benar dan salah, sedangkan perasaan menilai atas dasar menyenangkan dan tak menyenangkan. Fungsi irrasional tidak memberikan penilaian, melainkan hanya semata-mata mendapat pengamatan sadar-indriah melalui pengindraan, sedangkan intuisi mendapat pengamatan secara tak sadar-naluriah (Suryabrata, 2010: 158).
Pada dasarnya, setiap individu memiliki empat fungsi. Akan tetapi umumnya hanya salah satu fungsi saja yang lebih dominan dibandingkan fungsi yang lain. Fungsi yang dominan tersebut merupakan fungsi superior dan menentukan tipe orangnya. Keempat fungsi tersebut saling berpasangan sesuai dengan fungsi rasional maupun irrasionalnya, pemikir berpasangan dengan perasa, pengindraan berpasangan dengan intuitif. Pasangan dari fungsi superior adalah fungsi inferior yang di repres pada taraf tak sadar (ketaksadaran) (Suryabrata, 2010: 160-161).

Menurut Jung, struktur ketaksadaran manusia mempunyai dua komponen, yaitu ketaksadaran pribadi dan ketaksadaran kolektif.
v    Ketaksadaran Pribadi
Ketaksadaran pribadi berisikan hal-hal yang diperoleh individu selama hidupnya. Ini meliput hal-hal yang terdesak atau tertekan dan hal-hal yang terlupakan. Ketaksadaran pribadi terdiri dari pengalaman-pengalaman pribadi, harapan-harapan, dan dorongan-dorongan yang pernah disadari tetapi tidak dikehendaki oleh ego sehingga terpaksa didorong masuk ke ketaksadaran (Sarwono, 1987: 170).

Pada saat-saat tertentu, ketaksadaran pribadi ini bisa muncul kembali ke kesadaran dan mempengaruhi tingkah laku. Ketaksadaran pribadi ini juga meliputi alam prasadar dan bawah sadar. Prasadar adalah perbatasan antara ketaksadaran pribadi dan kesadaran, berisi hal-hal yang siap masuk ke kesadaran. Sedangkan bawah sadar berisi kejadian-kejadian psikis yang terletak pada daerah perbatasan antara ketaksadaran pribadi dan ketaksadaran kolektif (Suryabrata, 2002: 166).
v    Ketaksadaran Kolektif
Ketaksadaran kolektif adalah sistem yang paling berpengaruh terhadap kepribadian dan bekerja sepenuhnya di luar kesadaran orang yang bersangkutan. Sistem ini merupakan pembawaan rasial yang mendasari kepribadian dan merupakan kumpulan pengalaman-pengalaman dari generasi-generasi terdahulu (Sarwono, 1987: 170).
 Isi dari taraf tak sadar adalah arketip (archetype). Arketip dianggap sebagai tema universal yang mempengaruhi tingkah laku manusia. Arketip adalah bentuk pemikiran atau ide yang menjadi dasar pandangan manusia, yang diproyeksikan pada pengalaman yang sedang dialami. Tetapi, semua pengaruh itu berlangsung pada alam tak sadar. Jung mengatakan terdapat empat arketipe terpenting, yaitu: topeng (persona); anima dan animus; bayangan (shadow); dan diri (self) (Sebatu, 1994: 6).

3.      Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian
Kepribadian sangat dipengaruhi oleh beberapa factor baik itu factor yang berasal dari luar (ekstern) maupun factor yang berasal dari dalam (intern) individuitu sendiri. Berikut ini akan dijelaskan mengenai factor-faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang, diantaranya:
a)      Keluarga
Kepribadian seseorang bergantung pada keadaan rumah tangga tempat mereka dibesarkan. Di tengah lingkaran keluarga ini seorang anak dapat belajar, menyimak, memperhatikan, merekam makna kehidupan dari hari ke hari. Pengalaman pencarian makna hidup ini sekaligus membangun citra dirinya sesuai dengan teladan orang tua, sesuatu yang terjadi dengan sendirinya, tanpa disadari. Karena itu, orang tua harus berusaha menjadikan diri sebagai model peran yang baik bagi anak. Sebagian besar orang tua ingin kepribadian anaknya serupa dengan kepribadian mereka sendiri. Dengan begitu, orang tua menganggap akan lebih mudah mengarahkan kehidupan anak sesuai keinginan orang tua itu sendiri.

Selain itu, sangat penting bagi orang tua untuk melakukan tindakan preventif, dengan cara memberi anak model peran yang baik dalam keluarga. Riwayat pendidikan orang tua sangat berpengaruh dalam hal ini. Pendidikan orang tua yang hanya sampai pada tingkat sekolah dasar tentu berbeda dengan pendidikan orang tua yang sampai pada tingkat sarjana atau bahkan lebih, karena pola pikir mereka sangat jauh berbeda. Orang tua lulusan sekolah dasar cenderung lebih tertutup kepada anak remajanya. Seringkali mereka mengacuhkan pertanyaan-pertanyaan sang anak dan masih menganggap tabu jika anak remaja mereka bertanya tentang seks. Hal ini dikarenakan orang tua tidak mempunyai cukup pengetahuan untuk menjawabnya. Sedangkan para orang tua lulusan sarjana cenderung lebih terbuka dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan anaknya. Hal ini dikarenakan orang tua lulusan sarjana mempunyai cukup pengetahuan untuk menjawabnya.

Selain faktor pendidikan orang tua, faktor kesibukan orang tua dalam bekerja juga berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian seseorang. Jika orang tua terlalu sibuk bekerja untuk mencari uang dan mengabaikan kebutuhan jiwa anak, maka anak cenderung akan tumbuh dan berkembang sebagai remaja yang kurang atau bahkan tidak mengerti sopan santun.

b)      Sekolah
Para orang tua tentu tidak mampu mendidik para anaknya sendiri. Oleh karena itu, selain mendapat pendidikan di rumah, remaja juga memperoleh pendidikan di sekolah. Peran yang paling berpengaruh dalam pendidikan di sekolah adalah guru. Guru yang pandai, bijaksana dan mempunyai keikhlasan dan sikap positif terhadap pekerjaannya akan dapat membimbing para remaja kearah sikap yang positif terhadap pelajaran yang diberikan kepadanya dan dapat menumbuhkan sikap positif yang diperlukan dalam hidupnya di kemudian hari. Sebaliknya guru yang tidak bijaksana dan menunaikan pekerjaannya tidak ikhlas atau didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan bukan kepentingan pendidikan, misalnya hanya sekedar untuk mencari rezeki, atau hanya karena merasa terhormat menjadi guru itu dan sebagainya, akan mengakibatkan arti atau manfaat pendidikan yang diberikannya kepada anak didik menjadi kecil atau mungkin tidak ada, bahkan mungkin menjadi negatif.

c)      Teman Sebaya
Bagi anak, teman sebaya lebih berpengaruh daripada orang tua. Mereka merasa lebih nyaman bercerita kepada teman sebaya mereka, atau yang sering mereka sebut sebagai sahabat, daripada bercerita kepada orang tua. Melalui teman sebaya mereka juga dapat mengetahui macam-macam kepribadian orang lain di luar diri mereka.

Dengan siapa anak berteman, juga turut mempengaruhi bagaimana kepribadian seseorang tersebut. Apabila seorang remaja berteman dengan orang yang mempunyai pribadi yang buruk, maka hampir dapat dipastikan ia pun memiliki kepribadian yang tidak jauh berbeda. Jika remaja berteman dengan orang yang pribadinya baik, maka ia pun akan berkepribadian baik pula. Bahkan ada sebuah peribahasa yang berbunyi “Jika kau ingin mengetahui bagaimana kepribadian seseorang, maka lihatlah dengan siapa ia berteman. Jika temannya baik niscaya baik pula dirinya namun jika temannya buruk, maka ia pun tak jauh berbeda.”

d)     Masyarakat
Masyarakat yang dimaksudkan adalah masyarakat dimana anak tersebut tinggal dan mempraktekkan sosialisasi yang sebenarnya. Misalkan seorang anak yang tinggal di pemukiman kumuh, mereka akan memiliki kepribadian layaknya preman. Berbicara kasar, bertingkah laku seperti laki-laki bagi remaja perempuan dan kurang memiliki sopan santun.

Seorang anak yang tinggal di lingkungan yang agamis maka cenderung akan menciptakan kepribadian menarik. Mereka memiliki sopan santun yang tinggi, tutur kata yang lemah lembut dan perilaku mereka pun sesuai dengan norma-norma yang berlaku.  Kepribadian remaja yang tinggal di kota metropolitan tentu tentu berbeda dengan kepribadian remaja yang tinggal di kota kecil. Remaja metropolitan cenderung bersikap glamour dalam hidupnya, juga mereka memiliki jiwa sosial yang rendah dan sikap egois yang tinggi. Berbeda dengan remaja yang tinggal di kota kecil, mereka cenderung bersikap sederhana, berjiwa sosial tinggi dan tidak egois.

4.      Macam-Macam Tipe Kepribadian
Secara umum tipe kepribadian manusia dibagi menjadi empat, yaitu : Sanguinis, Melankolis, Koleris, dan Phlegmatis. Berikut ini penjelasannya.
a)      Sanguinicus (sanguinisi), yakni orang-orang yang banyak darahnya, sehingga orang-orang tipe ini selalu menunjukkan wajah berseri-seri, periang atau selalu gembira, dan bersikap optimistis.
b)      Melancholicus (melankolisi), yaitu orang-orang yang banyak empedu hitamnya, sehingga orang-orang dengan tipe ini selalu bersikap murung atau muram, pesimistis dan selalu menaruh rasa curiga.
c)      Cholericus (kolerisi), yakni yang banyak empedu kuningnya. Orang bertipe ini bertubuh besar dan kuat, namun penaik darah dan sukar mengendalikan diri, sifatnya garang dan agresif.
d)     Flegmaticus (flegmatisi), yaitu orang-orang yang banyak lendirnya. Orang-orang seperti ini sifatnya lamban dan pemalas, wajahnya selalu pucat, pesimis, pembawaannya tenang, pendiriannya tidak mudah berubah.

5.      Pengertian Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma dalam masyarakat. Sedangkan pelaku yang melakukan penyimpangan itu disebut devian (deviant). Adapun perilaku yang sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat disebut konformitas. Perilaku menyimpang ini tidak mengenal pangkat atau jabatan dan tidak juga tidak mengenal waktu dan tempat. Penyimpangan bisa terjadi dalam skala kecil maupun skala besar.

Ada beberapa definisi perilaku menyimpang menurut pakar sosiologi, antara lain sebagai berikut:
a)      James Vender Zender
Perilaku menyimpang adalah perilaku yang dianggap sebagai hal tercela dan di luar batas-batas toleransi oleh sejumlah besar orang.
b)       Robert M.Z. Lawang
Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku tersebut.
Dari kedua definisi kedua pakar sosiologi di atas, maka dapat di tarik kesimpulan bahwa pengertian daripada perilaku menyimpang ialah segala sesuatu yang dianggap menyimpang dari system nilai dan norma yang berlaku pada masyarakat tertentu.


6.      Faktor yang Menyebabkan Perilaku Menyimpang
a)      Faktor subjektif adalah faktor yang berasal dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir).
b)      Faktor objektif adalah faktor yang berasal dari luar (lingkungan). Misalnya keadaan rumah tangga, seperti hubungan antara orang tua dan anak yang tidak serasi.
Berikut ini akan diuraikan beberapa penyebab terjadinya penyimpangan seorang individu (faktor objektif), yaitu
-          Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan
Seseorang yang tidak sanggup menyerap norma-norma kebudayaan ke dalam kepribadiannya, ia tidak dapat membedakan hal yang pantas dan tidak pantas. Keadaan itu terjadi akibat dari proses sosialisasi yang tidak sempurna, misalnya karena seseorang tumbuh dalam keluarga yang retak (broken home). Apabila kedua orang tuanya tidak bisa mendidik anaknya dengan sempurna maka anak itu tidak akan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai anggota keluarga.
-          Proses belajar yang menyimpang
Seseorang yang melakukan tindakan menyimpang karena seringnya membaca atau melihat tayangan tentang perilaku menyimpang. Hal itu merupakan bentuk perilaku menyimpang yang disebabkan karena proses belajar yang menyimpang. Karier penjahat kelas kakap yang diawali dari kejahatan kecil-kecilan yang terus meningkat dan makin berani/nekad merupakan bentuk proses belajar menyimpang.
-          Ketegangan antara kebudayaan dan struktur social
Terjadinya ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial dapat mengakibatkan perilaku yang menyimpang. Hal itu terjadi jika dalam upaya mencapai suatu tujuan seseorang tidak memperoleh peluang, sehingga ia mengupayakan peluang itu sendiri, maka terjadilah perilaku menyimpang.
-          Ikatan sosial yang berlainan
Setiap orang umumnya berhubungan dengan beberapa kelompok. Jika pergaulan itu mempunyai pola-pola perilaku yang menyimpang, maka kemungkinan ia juga akan mencontoh pola-pola perilaku menyimpang.
Akibat proses sosialisasi nilai-nilai sub-kebudayaan yang menyimpang. Seringnya media massa menampilkan berita atau tayangan tentang tindak kejahatan (perilaku menyimpang)Hal inilah yang dikatakan sebagai proses belajar dari sub-kebudayaan yang menyimpang

5.      Karakteristik Perilaku Menyimpang
Menurut Paul B Horton penyimpangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a)      Penyimpangan harus dapat didefinisikan, artinya penilaian menyimpang tidaknya suatu perilaku harus berdasar kriteria tertentu dan diketahui penyebabnya.
b)      Penyimpangan bisa diterima bisa juga ditolak.
c)       Penyimpangan relatif dan penyimpangan mutlak, artinya perbedaannya ditentukan oleh frekuensi dan kadar penyimpangan.
d)      Penyimpangan terhadap budaya nyata ataukah budaya ideal, artinya budaya ideal adalah segenap peraturan hukum yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat. Antara budaya nyata dengan budaya ideal selalu terjadi kesenjangan.
e)      Terdapat norma-norma penghindaran dalam penyimpangan. Norma penghindaran adalah pola perbuatan yang dilakukan orang untuk memenuhi keinginan mereka, tanpa harus menentang nilai-nilai tata kelakuan secara terbuka.
f)       Penyimpangan sosial bersifat adaptif, artinya perilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial.

B.            Pembahasan
Perilaku menyimpang merupakan perilaku yang maladaptive atau bisa juga dikatakan perilaku abnormal, namun tergantung pada situasi dan juga kesepakatan yang berlaku di masyarakat. Seseorang yang tidak sanggup menyerap norma-norma dan nilai-nilai kebudayaan ke dalam kepribadiannya, ia tidak dapat membedakan hal yang pantas dan tidak pantas maka dari itulah timbul perilaku menyimpang atau maladaptive. Keadaan itu bisa terjadi akibat dari proses sosialisasi yang tidak sempurna, misalnya karena seseorang tumbuh dalam keluarga yang retak (broken home). Apabila kedua orang tuanya tidak bisa mendidik anaknya dengan sempurna maka anak itu tidak akan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai anggota keluarga. Tentulah hal ini akan berpengaruh pada kepribadian si anak. Hal yang mungkin dilakukan oleh si anak adalah melakukan perlawanan/ membangkang pada apa yang orang tua katakan. Kepribadian anak cenderung keras kepala, susah di atur, merasa dirinya tak di cintai lagi karna orang tuanya yang cerai (broken home) hingga menjadi pribadi yang sangat tertutup dari dunianya.

Pelaku-pelaku sosialisasi seperti keluarga, sekolah, teman sepermainan, dan media massa ( media cetak dan elektronik ) mempunyai fungsi masing-masing yang seharusnya saling melengkapi. Akan tetapi, pada kenyataannya sering terjadi ketidaksepadanan antara pesan yang disampaikan pelaku sosialisasi yang satu dengan yang lain. Hal ini dapat menyebabkan sosialisasi berjalan tidak sempurna sehingga menimblkan perilaku yang menyimpang.  Ketidaksepadanan pesan-pesan yang disampaikan oleh pelaku-pelaku sosialisasi juga bisa dilihat dari maraknya perkelahian antarpelajar yang menjurus pada tindakan kriminal. Mereka akan selalu menganggap bahwa kekerasan adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah. Norma-norma dan nilai sosial keagamaan yang ditawarkan sejak mereka bayi tidak cukup berjalan dan sinkron untuk bisa dihadapkan dengan kenyataan dalam masyarakat.

Perilaku menyimpang juga bisa terjadi ketika dalam proses sosialisasi, seseorang mengambil peran yang salah dari generalized others atau meniru perilaku yang salah. Perilaku menyimpang juga terjadi pada masyarakat yang memiliki nilai-nilai subkebudayaan yang menyimpang, yaitu kebudayaan khusus yang normanya bertentangan dengan norma budaya yang dominan seperti nilai-nilai yang berlaku di daerah kumuh, di lokalisasi pelacuran, dan lingkungan perjudian.




DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Ahmad. 1997. Psikologi Umum. Bandung : CV Pustaka Setia.
Hartati, Netty Dra. M.Si dkk. 2004. Islam dan Psikologi. Jakarta: Rajawali Press.
Jung, C.G. 1923. Psychological Types. New York: Pantheon Books.
Rokhmansyah, Alfian.2013. Teori Kepribadian Carl Gustav Jung dalam http://phianz1989.blogspot.com  diakses tanggal 23 Mei 2014
Suryabrata, Sumadi. 2010. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Press.
Yusuf, Syamsu.2007. Teori Kepribadian. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.