A. Tinjauan Pustaka
1.
Pengertian
Kesehatan Mental
Dalam mendefinisikan
kesehatan mental, sangat dipengaruhi oleh kultur dimana seseorang tersebut
tinggal. Apa yang boleh dilakukan dalam suatu budaya tertentu, bisa saja menjadi
hal yang aneh dan tidak normal dalam budaya lain, dan demikian pula sebaliknya
(Sias, 2006). Menurut Pieper dan Uden (2006), kesehatan mental adalah suatu
keadaan dimana seseorang tidak mengalami perasaan bersalah terhadap dirinya
sendiri, memiliki estimasi yang relistis terhadap dirinya sendiri dan dapat
menerima kekurangan atau kelemahannya, kemampuan menghadapi masalah-masalah
dalam hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan sosialnya, serta memiliki
kebahagiaan dalam hidupnya.
Sedangkan menurut
Alexander Schneider, pengertian iIlmu kesehatan mental adalah ilmu yang
mengembangkan dan menerapkan seperangkat prinsip yang praktis dan bertujuan
untuk mencapai dan memelihara kesejahteraan psikologis organisme manusia dan
mencegah gangguan mental serta ketidakmampuan menyesuaikan diri. Di sisi lain
Samson, Sin dan Hofilena juga mendefinisikan Ilmu kesehatan mental sebagai ilmu
yang bertujuan untuk menjaga dan memelihara fungsi-fungsi mental sebagai ilmu
yang bertujuan untuk menjaga dan memelihara fungsi mental yang sehat dan
mencegah ketidakmampuan menyesuaikan diri atau kegiatan-kegiatan mental yang
kalut.
Dari beberapa definisi
diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ilmu kesehatan mental
adalah ilmu yang bersifat preventif yang
tujuannya memelihara dan menjaga kesehatan mental.
Notosoedirjo dan
Latipun (2005), mengatakan bahwa terdapat banyak cara dalam mendefenisikan
kesehatan mental (mental hygene) yaitu: (a) karena tidak mengalami
gangguan mental, (b) tidak jatuh sakit akibat stessor, (c) sesuai dengan
kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya, dan (d) tumbuh dan berkembang secara
positif.
a) Sehat
mental karena tidak mengalami gangguan mental
Orang yang sehat
mentalnya adalah orang yang tahan terhadap sakit jiwa atau terbebas dari sakit
dan gangguan jiwa. Vaillaint (dalam Notosoedirjo & Latipun, 2005),
mengatakan bahwa kesehatan mental atau psikologis itu “as thepresence of
successfull adjustmet or the absence of psychopatology” dan yang dikemukakan
oleh Kazdin yang menyatakan kesehatan mental ”as a state in which there is
an absence of dysfunction in psychological, emotional, behavioral, and sosial
spheres”.
Pengertian ini bersifat
dikotomis, bahwa orang berada dalam keadaan sakit atau sehat psikisnya. Sehat
jika tidak terdapat sedikitpun gangguan psikisnya, dan jika ada gangguan psikis
maka diklasifikasikan sebagai orang sakit. Dengan kata lain sehat dan sakit itu
mental itu bersifat nominal ytang dapat dibedakan kelompok-kelompoknya. Sehat
dengan pengertian ”terbebas dari gangguan”, berarti jika ada gangguan
sekialipun sedikit adanya, seseorang itu diangganb tidak sehat.
b) Sehat
mental jika tidak sakit akibat adanya stressor
Notosoedirjo dan
Latipun (2005), mengatakan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang
dapat menahan diri untuk tidak jatuh sakit akibat stressor (sumber
stres). Seseorang yang tidak sakit meskipun mengalami tekanan-tekanan maka
menurut pengertian ini adalah orang yang sehat. Pengertian ini sangat
menekankan pada kemampuan individual
merespon lingkungannya.
c) Sehat
mental jika sejalan dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya
Michael
dan Kirk Patrick (dalam Notosudirjo & Latipun, 2005) memandang bahwa
individu yang sehat mentalnya jika terbebas dari gejala psikiatris dan individu
itu berfungsi secara optimal dalam lingkungan sosialnya. Pengertian ini
terdapat aspek individu dan aspek lingkungan. Seseorang yangsehat mental itu
jika sesuai dengan kapasitasnya diri sendiri, dan hidup tepat yang selaras
dengan lingkungannya.
d) Sehat
mental karena tumbuh dan berkembang secara positif
Frank,
L. K. (dalam Notosudirjo & Latipun, 2005) merumuskan pengertian kesehatan
mental secara lebih komprehensif dan melihat kesehatan mental secara ”positif”.
Dia mengemukakan bahwa kesehatan mental adalah orang yang terus menerus tumbuh,
berkembang dan matang dalam hidupnya, menerima tanggung jawab, menemukan
penyesuaian (tanpa membayar terlalu tinggi biayanya sendiri atau oleh
masyarakat) dalam berpartisipasi dalam memelihara aturan sosial dan tindakan
dalam budayanya.
2.
Kriteria
Kesehatan Mental
Menurut Schneiders (dalam Semiun, 2006) ada beberapa
criteria seseorang yang memiliki kesehatan mental yang baik, diantaranya :
a) Efisiensi mental
Orang yang mengalami berbagai bentuk gangguan mental tidak dapat
menunjukkan efisiensi dalam hidupnya. Orang yang mengalami kesehatan mental
akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada di
lingkungannya.
b) Pengendalian dan integrasi antara pikiran
& perilaku.
Apabila tidak adanya pengendalian maupun interagrasi
/hubungan yang baik antara factor pikiran dan perilaku kita, maka
akan dapat mengakibatkan seseorang itu memiliki obsesi, fobia, integritas pribadi yang kurang, psikopat, dan
mental patologis lainnya.
c) Integrasi motif-motif serta pengendalian
konflik & frustrasi.
Integrasi yang efektif dapat mengatasi konflik berat akibat
motif-motif yang saling berlawanan.
d) Perasaan & emosi yang positif
& sehat
Perasaan dan emosi yang positif dan sehat dalam setiap
menghadapi berbagai situasi akan mempengaruhi kesehatan mental sesorang.
Apabila emosinya sehat dan tidak berlebih-lebihan, maka orang tersebut dapat
dikatakan memiliki mental yang sehat karena ia mampu mengendalikan emosi dan
perasaanya dalam situasi yang genting sekalipun.
e) Ketenangan & kedamaian pikiran
Hal ini dapat dicerminkan dengan adanya keharmonisan emosi,
perasaan positif, pengendalian perilaku & pikiran, integrasi motif-motif.
f) Sikap yang sehat
Sikap yang mencerminkan seseorang memiliki mental yang sehat
dapat dilihat dari sikap seseorang yang jauh dari pesimisme, sinisme, putus
asa,
g) Konsep diri (self concept) yang
sehat
Ada dua macam konsep diri dalam diri individu itu sendiri,
yaitu:
v Konsep diri positif
Konsep diri yang positif tercermin dari adanya hubungan yang
realistis dengan kenyataan. Orang-orang yang memiliki konsep diri yang positif
menurut Brooks
dan Emmart (1976) memiliki karakteristik sebagi berikut.
-
Merasa
mampu mengatasi masalah. Pemahaman diri terhadap kemampuan subyektif untuk
mengatasi persoalan-persoalan obyektif yang dihadapi.
-
Merasa
setara dengan orang lain. Pemahaman bahwa manusia dilahirkan tidak dengan
membawa pengetahuan dan kekayaan. Pengetahuan dan kekayaan didapatkan dari
proses belajar dan bekerja sepanjang hidup. Pemahaman tersebut menyebabkan
individu tidak merasa lebih atau kurang terhadap orang lain.
-
Menerima
pujian tanpa rasa malu. Pemahaman terhadap pujian, atau penghargaan layak
diberikan terhadap individu berdasarkan dari hasil apa yang telah dikerjakan
sebelumnya.
-
Merasa
mampu memperbaiki diri. Kemampuan untuk melakukan proses refleksi diri untuk
memperbaiki perilaku yang dianggap kurang.
v Konsep diri negative
Sedangkan karakteristik dari orang-orang yang memiliki
konsep diri yang negative, diantaranya:
-
Peka
terhadap kritik. Kurangnya kemampuan untuk menerima kritik dari orang lain
sebagai proses refleksi diri.
-
Bersikap
responsif terhadap pujian. Bersikap yang berlebihan terhadap tindakan yang
telah dilakukan, sehingga merasa segala tindakannya perlu mendapat penghargaan.
-
Cenderung
merasa tidak disukai orang lain. Perasaan subyektif bahwa setiap orang lain
disekitarnya memandang dirinya dengan negatif.
-
Mempunyai
sikap hiperkritik. Suka melakukan kritik negatif secara berlebihan terhadap
orang lain.
-
Mengalami
hambatan dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya. Merasa kurang mampu dalam
berinteraksi dengan orang-orang lain.
h) Identitas ego yang adekuat
Apabila
identitas ego tumbuh menjadi stabil & otonom, maka individu akan mampu
berperilaku konsisten dalam lingkungannya.
i)
Hubungan
yang adekuat dengan kenyataan :
-
Orientasi:
sikap seseorang terhadap kenyataan.
-
Kontak
: cara bagaimna dan sejauh mana orang menerima / menolak / melarikan diri dari
kenyataan
3.
Faktor
yang Mempengaruhi Kesehatan Mental
Ada beberapa faktor
yang berkontribusi terhadap tingkat kesehatan mental yakni sebagai berikut:
v Biologis
Para ahli telah banyak
melakukan studi tentang hubungan antara dimensi biologis dengan kesehatan
mental. Berbagai penelitian itu telah memberikan kesimpulan yang meyakinkan
bahwa faktor biologis memberikan kontribusi sangat besar bagi kesehatan mental.
Karena itu, kesehatan manusia, khususnya disini adalah kesehatan mental,
tentunya tidak terlepaskan dari dimensi biologis ini.
Aspek bilogis yang
berpengaruh terhadap kesehatan mental seseorang ialah:
-
Otak
Keunikan manusia
terjadi karena keunikan otak manusia dalam mengekspresikan seluruh pengalaman
hidupnya. Jika didipadukan dengan pandangan-pandangan psikologi, jelas adanya kesesuaian
antara perkembangan fisiologis otak dengan perkembangan mental. Fungsi otak
seperti motorik, intelektual, emosional dan afeksi berhubungan dengan
mentalitas manusia.
-
Sistem endokrin
Gangguan mental akibat
sistem endokrin berdampak buruk pada mentalitas manusia. Sebagai contoh
terganggunya kelenjar adrenalin berpengaruh terhadap kesehatan mental, yakni
terganggunya “mood” dan perasannya dan tidak dapat melakukan coping stress.
-
Genetik
Kecenderungan psikosis
yaitu schizophrenia dan manis-depresif merupakan sakit mental yang diwariskan
secara genetis dari orangtuanya. Gangguan lainnya yang diperkirakan sebagai
factor genetik adalah ketergantungan alkohol, obat-obatan, Alzeimer
syndrome, phenylketunurine, dan huntington syndrome. Gangguan mental
juga terjadikarena tidak normal dalam hal jumlah dan struktur kromosom. Jumlah
kromosom yang berlebihan atau berkurang dapat menyebabkan individu mengalami
gangguan mental.
-
Sensori
Sensori
merupakan alat yang menagkap segenap stimuli dari luar. Sensori termasuk: pendengaran,
penglihatan, perabaan, pengecapan dan penciuman. Terganggunya fungsi sensori
individu menyebabkan terganggunya fungsi kognisi dan emosi individu. Seseorang
yang mengalami gangguan pendenganran misalnya, maka akan berpengaruh terhadap
perkembangan emosi sehingga cenderung menjadi orang yang paranoid, yakni terganggunya
afeksi yang ditandai dengan kecurigaan yang berlebihan kepada orang lain yang
sebenarnya kecurigaan itu adalah salah
-
Faktor ibu
selama masa kehamilan
Faktor
ibu selama masa kehamilan secara bermakna mempengaruhi kesehatan mental anak.
Selama berada dalam kandungan, kesehatan janin ditentukan oleh kondisi ibu.
Faktor-faktor ibu yang turut mempengaruhi kesehatan mental anaknya adalah:
usia, nutrisi, obat-obatan, radiasi, penyakit yang diderita, stress dan
komplikasi.
v Psikologis
Notosoedirjo dan latipun (2005),
mengatakan bahwa aspek psikis manusia merupakan satu kesatuan dengan dengan
sistem biologis. Sebagai subsistem dari eksistensi manusia, maka aspek psikis
selalu berinteraksi dengan keseluruhan aspek kemanusiaan. Karena itulah aspek
psikis tidak dapat dipisahkan dari aspek yang lain dalam kehidupan manusia.
v Sosial
Budaya
Lingkungan
sosial sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan mental. Lingkungan sosial
tertentu dapat menopang bagi kuatnya kesehatan mental sehingga membentuk
kesehatan mental yang positif, tetapi pada aspek lain kehidupan sosial itu
dapat pulan menjadi stressor yang dapat mengganggu kesehatan mental.
Sosial
budaya memiliki makna yang sangat luas. Namun dalam konteks ini budaya lebih
dikhususkan pada aspek nilai, norma, dan religiusitas dan segenap aspeknya.
Dalam konteks ini, kebudayaan melakukan sesuatu, termasuk didalamnya bagaimana
seseorang berperan sakit, kalsifikasi kesakitan, serta adanya
sejumlah kesakitan yang sangat spesifik ada pada budaya tertentu, termasuk pula
adanya gangguan mentalnya.
Kebudayaan
pada prinsipnya memberikan aturan terhadap anggota masyarakatnya untuk
bertindak yang seharusnya dilakukan dan meninggalkan tindakan tertentu yang
menurut budaya itu tidak seharunya dilakukan. Tindakan yang bertentangan dengan
sistem nilai atau budayanya akan dipandang sebagi penyimpangan, dan bahkan
dapat menimbulkan gangguan mental. Hubungan kebudayaan dan kesehatan mental
meliputi tiga hal yaitu: (1) kebudayaan mendukung dan menghambat kesehatan
mental, (2) kebudayaan memberi peran tertentu terhadap penderita gangguan
mental, (3) berbagai bentuk gangguan mental karena faktor kultural, (4) upaya
peningkatan dan pencegahan gangguan mental dalam telaah budaya.
v Lingkungan
Interaksi
manusia dengan lingkungannya berhubungan dengan kesehatannya. Kondisi
lingkungan yang sehat akan mendukung kesehatan manusia itu sendiri, dan
sebaliknya kondisi lingkungan yang tidak sehat dapat mengganggu kesehatannya
termasuk dalam konteks kesehatan mentalnya.
4.
Pengendalian
Diri dalam Kesehatan Mental
Pengendalian diri
merupakan suatu keinginan dan kemampuan dalam menggapai kehidupan yang selaras,
serasi dan seimbang pada hak dan kewajibannya sebagai individu dalam kehidupan
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Larry (dalam R.S Satmoko, 1986:130)
mengungkapkan bahwa pengendalian diri adalah kemampuan mengenali emosi dirinya
dan orang lain. Baik itu perasaan bahagia, sedih, marah, senang, takut, dan
sebagainya, mengelola emosi, baik itu menangani perasaan agar perasaan dapat
terungkap dengan pas, kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan
kecemasan, kemurungan, atau ketersinggungan, mengendalikan dorongan hati
memotivasi diri sendiri, dan memahami orang lain secara bijaksana dalam
hubungan antar manusia.
Dalam
perspektif ilmu psikologi dan kesehatan mental, kemampuan mengendalikan diri
adalah merupakan indikasi utama sehat tidaknya kehidupan rohaniah seseorang. Orang
yang sehat secara kejiwaan akan memiliki tingkat kemampuan pengendalian diri
yang baik, sehingga terhindar dari berbagai gangguan jiwa ringan apalagi yang
berat. Manakala pengendalian diri seseorang terganggu, maka akan timbul
berbagai-reaksi-reaksi pathologis dalam kehidupan alam pikir (cognition), alam
perasaan (affection) dan perilaku (psikomotorik). Bila hal ini terjadi maka
akan terjadi hubungan yang tidak harmonis antara diri individu dengan dirinya
sendiri (conflik internal) dan juga dengan orang lain yang ada di sekitarnya.
Dengan demikian maka orang yang jiwanya tidak sehat keberadaannya akan sangat
mengganggu dirinya sendiri, juga menggangu lingkungan sekitarnya.
5.
Cara
Mengendalikan Diri dengan Baik
Berikut ini ada beberapa cara
untuk kita agar dapat mengendalikan diri dengan baik, diantaranya sebagai
berikut.
a) Mengendalikan diri dengan menggunakan
prinsip kemoralan
Seperti menjaga sikap, ucapan, maupun menjaga dari
pikiran-pikiran negative terhadap apapun yang dihadapi. Setiap agama
pasti mengajarkan kemoralan, misalnya tidak mencuri, tidak membunuh, tidak
menipu, tidak berbohong, tidak mabuk-mabukan, tidak melakukan tindakan asusila.
Saat ada dorongan hati untuk melakukan sesuatu yang negatif, coba larikan ke
rambu-rambu kemoralan. Apakah yang kita lakukan ini sejalan atau bertentangan
dengan nilai-nilai moral dan agama?
b) Pengendalian diri adalah dengan
menggunakan kesadaran
Kita sadar saat suatu bentuk pikiran atau perasaan yang
negatif muncul. Pada umumnya orang tidak mampu menangkap pikiran atau perasaan
yang muncul. Dengan demikian mereka langsung lumpuh dan dikuasai oleh pikiran
dan perasaan mereka. Misalnya, seseorang menghina atau menyinggung kita. Kita
marah. Nah, kalau kita tidak sadar atau waspada maka saat emosi marah ini
muncul, dengan begitu cepat, tiba-tiba kita sudah dikuasai kemarahan ini.
Jika kesadaran diri kita bagus maka kita akan tahu saat
emosi marah ini muncul. Kita akan tahu saat emosi ini mulai mencengkeram dan
menguasai diri kita. Kita tahu saat kita akan melakukan tindakan ”bodoh” yang
seharusnya tidak kita lakukan. Saat kita berhasil mengamati emosi maka kita
dapat langsung menghentikan pengaruhnya. Kalau masih belum bisa atau dirasa
berat sekali untuk mengendalikan diri, larikan pikiran kita pada prinsip moral.
Biasanya kita akan lebih mampu mengendalikan diri. Bagaimana jika sudah
melakukan jurus satu, prinsip moral, dan jurus dua, kesadaran, ternyata kita
tetap sulit mengendalikan diri? Lakukan cara ketiga!
c) Lakukanlah perenungan
Saat kita sudah benar-benar tidak tahan, mau ”meledak”
karena dikuasai emosi, saat kita mau marah besar, coba lakukan perenungan.
Tanyakan pada diri sendiri pertanyaan, misalnya, berikut ini:
-
Apa
sih untungnya saya marah?
-
Apakah
benar reaksi saya seperti ini?
-
Mengapa
saya marah ya? Apakah alasan saya marah ini sudah benar?
-
Kalau
saya marah dan sampai melakukan tindakan yang ”bodoh”, nanti reputasi saya
rusak, kan saya yang rugi sendiri.
Dengan melakukan perenungan kerap
kali maka kita akan mampu mengendalikan diri. Prinsip kerjanya sebenarnya
sederhana. Saat emosi aktif maka logika kita nggak akan jalan. Demikian pula
sebaliknya. Jadi, saat kita melakukan perenungan atau berpikir secara mendalam
maka kadar kekuatan emosi atau keinginan kita akan menurun.
d)
Pengendalian
diri adalah dengan menggunakan kesabaran
Emosi naik, turun, timbul,
tenggelam, datang, dan pergi seperti halnya pikiran. Saat emosi bergejolak
sadari bahwa ini hanya sementara. Usahakan tidak larut dalam emosi. Gunakan
kesabaran, tunggu sampai emosi ini surut, baru berpikir untuk menentukan respon
yang bijaksana dan bertanggung jawab. Oh ya, tahukah Anda bahwa kata
bertanggung jawab itu dalam bahasa Inggris adalah responsibility, yang bila
kita pecah menjadi response-ability atau kemampuan memberikan respon? Kalau
sudah menggunakan kesabaran masih juga belum bisa, bagaimana? Lakukan cara
kelima.
e)
Menyibukkan
diri dengan pikiran atau aktivitas yang positif
Pikiran hanya bisa memikirkan satu
hal dalam suatu saat. Ibarat layar bioskop, film yang ditampilkan hanya bisa
satu film dalam suatu saat. Nah, film yang muncul di layar pikiran inilah yang
mempengaruhi emosi dan persepsi kita. Saat kita berhasil memaksa diri
memikirkan hanya hal-hal yang positif maka film di layar pikiran kita juga
berubah. Dengan demikian pengaruh dari keinginan atau suatu emosi akan
mereda.
(Yulia Marita dalam http://maritayulia.blogspot.com/2012/11/
pengendalian-diri.html
diakses tanggal 17 Mei 2014)
B.
Pembahasan
Pengendalian diri atau
Penguasaan diri ( Self Regulation ) merupakan satu aspek penting dalam
kecerdasan emosi ( Emotional Quotient ). Aspek ini penting sekali dalam
kehidupan manusia sebab musuh terbesar manusia bukan berada di luar
dirinya, namun justru berada di dalam dirinya sendiri. Dengan demikian, kemana
pun seseorang pergi, maka orang tersebut selalu diikuti oleh“Musuh” nya.
Pengendalian diri atau
penguasaan diri merupakan aspek yang perlu dilatih sejak dini. Tidak ada aspek
kemampuan untuk menguasai diri yang turun dari langit, melainkan diperoleh dari
proses yang panjang dalam pengalaman hidup selama berhubungan dengan
orang-orang sekitar. Bahkan dalam sebuah kata bijak tertulis, “Siapa yang menguasai diri ibarat mengalahkan
sebuah kota”. Diri yang kita bawa-bawa sekarang ini dapat menguasai kita
atau kita yang menguasainya, dapat menjadi sahabat atau malah menjadi lawan.
Tergantung pilihan kita menjalani hidup ini. Orang yang
sehat secara kejiwaan akan memiliki tingkat kemampuan pengendalian diri yang
baik, sehingga terhindar dari berbagai gangguan jiwa ringan apalagi yang berat.
Manakala pengendalian diri seseorang terganggu, maka akan timbul
berbagai-reaksi-reaksi pathologis dalam kehidupan alam pikir (cognition), alam
perasaan (affection) dan perilaku (psikomotorik).
Untuk memudahkan
memahami tentang gangguan kognisi , para ahli membaginya menjadi 6 bagian
seperti sensasi, persepsi, perhatian, ingatan, asosiasi pikiran kesadaran.
Masing-masing memiliki kelainan yang beraneka ragam. Contoh gangguan kognisi
pada persepsi: merasa mendengar (mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh
membunuh, melempar, naik genting, membakar rumah dan sebagainya. padahal orang
di sekitarnya tidak mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya tidak ada hanya
muncul dari dalam diri individu sebagai bentuk kecemasan yang sangat berat
diarasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, seseorang bisa mendengar sesuatu,
melihat sesuatu atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
Menurut
Patricia D. Barry (1998:302) dalam Mental Health and mental Ilness menjelaskan
bahwa Gangguan Mental alam perasaan (Afektif) meliputi kondisi mental yang
menyebabkan perubahan alam perasaan seseorang (yang dikenal dengan afek) atau
keadaan emosional dalam periode waktu yang panjang. Perubahan keadaan emosional
tersebut dapat berupa depresi, kegembiraan atau kombinasi dari berbagai siklus
(tipe). Sebagian besar gangguan alam perasaan berupa depresi dan mania. Alam
perasaan (mood) merujuk pada keadaan emosional internal dari individu,
seperti “saya merasa bahagia, saya marah, saya merasa sedih’ . Affect merujuk pada tampilan luar
dari ekspresi emosi seperti mimik wajah, atau postur tubuh yang menunjukan
perasaan sedih atau marah.
Gangguan psikomotor menurut
Maramis (1999) merupakan gangguan berupa gerakan badan yang dipengaruhi oleh
factor psikologis. Contoh seseorang yang memiliki gangguan psikomotor ialah
Hiperaktivitas, seseorang melakukan pergerakan yang berlebihan naik ke atas
genting berlari, berjalan maju mundur, meloncat-loncat, melakukan apa-apa yang
tidak disuruh atu menentang apa yang disuruh, diam lama tidak bergerak atau
melakukan gerakan aneh.
Demikian jelaslah bahwa melalui pengendalian diri, seseorang
akan mampu untuk mengelola perasaannya, kesanggupan untuk tegar dalam
menghadapi frustasi dan kegagalan serta kesanggupan menunda kepuasan sesaat.
Pengendalian diri ini harus dimiliki oleh setiap orang agar ia mampu menyeimbangkan
semangat, ambisi dan kemampuan keras mereka dengan kendali diri sehingga mampu
memadukan kebutuhan pribadi dalam meraih prestasi (Praptiningsih, 2009). Seseorang
yang memiliki pengendalian diri baik akan mampu untuk mengendalikan dirinya
dalam berbagai situasi yang menghalanginya sehingga dapat tetap menjaga
kesehatan jiwa (mental) nya baik dalam pikiran, perasaan maupun bertingkah laku
di masyarakat. Dan Ciri-ciri seseorang yang mampu mengendalikan dirinya dengan
baik ialah berhati - hati dalam setiap perkataan dan perbuatannya serta selalu
mempertimbangkan setiap hal yang ingin diperbuat berdasarkan moral dan logika
yang ada.
DAFTAR
PUSTAKA
Brooks,
W.D., Emmert, P. Interpersonal Community. Iowa. Brow Company Publisher. 1976.
Semiun,
Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 1.
Yogyakarta:
Kanisius.
Siswanto.
2007. Kesehatan mental: konsep,
cakupan,dan perkembangannya. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
http://amanda2609.blogspot.com/2013/05/kesehatan-mental-penyesuaian-diri-dan.html
diakses tanggal 18 Mei 2014.
http://herrystw.wordpress.com/2013/01/04/pengendalian-diri/
diakses tanggal 19 Mei 2014.
http://madanionline.org/definisi-kesehatan-mental/
diakses tanggal 18 Mei 2014.
http://psikologizone.com
diakses tanggal 20 Mei 2014.
http://www.duniapsikologi.com/konsep-diri-positif-dan-konsep-diri-negatif/
diakses tanggal 18 Mei 2014.
http://www.hipnoterapi.asia/psikosomatis.html
diakses tanggal 20 Mei 2014.
No comments :
Post a Comment