http://i560.photobucket.com/albums/ss44/erge32/EkaSidebar.gif

Semoga bermanfaat untuk kawan-kawanku n juga bagi publik,, :)

Guidance and Counseling Riska Ratna

Saturday, 12 July 2014

Pengaruh Pengendalian Diri terhadap Kesehatan Mental


A.      Tinjauan Pustaka
1.      Pengertian Kesehatan Mental
Dalam mendefinisikan kesehatan mental, sangat dipengaruhi oleh kultur dimana seseorang tersebut tinggal. Apa yang boleh dilakukan dalam suatu budaya tertentu, bisa saja menjadi hal yang aneh dan tidak normal dalam budaya lain, dan demikian pula sebaliknya (Sias, 2006). Menurut Pieper dan Uden (2006), kesehatan mental adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mengalami perasaan bersalah terhadap dirinya sendiri, memiliki estimasi yang relistis terhadap dirinya sendiri dan dapat menerima kekurangan atau kelemahannya, kemampuan menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan sosialnya, serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.

Sedangkan menurut Alexander Schneider, pengertian iIlmu kesehatan mental adalah ilmu yang mengembangkan dan menerapkan seperangkat prinsip yang praktis dan bertujuan untuk mencapai dan memelihara kesejahteraan psikologis organisme manusia dan mencegah gangguan mental serta ketidakmampuan menyesuaikan diri. Di sisi lain Samson, Sin dan Hofilena juga mendefinisikan Ilmu kesehatan mental sebagai ilmu yang bertujuan untuk menjaga dan memelihara fungsi-fungsi mental sebagai ilmu yang bertujuan untuk menjaga dan memelihara fungsi mental yang sehat dan mencegah ketidakmampuan menyesuaikan diri atau kegiatan-kegiatan mental yang kalut.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ilmu kesehatan mental adalah  ilmu yang bersifat preventif yang tujuannya memelihara dan menjaga kesehatan mental.

Notosoedirjo dan Latipun (2005), mengatakan bahwa terdapat banyak cara dalam mendefenisikan kesehatan mental (mental hygene) yaitu: (a) karena tidak mengalami gangguan mental, (b) tidak jatuh sakit akibat stessor, (c) sesuai dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya, dan (d) tumbuh dan berkembang secara positif.
a)      Sehat mental karena tidak mengalami gangguan mental
Orang yang sehat mentalnya adalah orang yang tahan terhadap sakit jiwa atau terbebas dari sakit dan gangguan jiwa. Vaillaint (dalam Notosoedirjo & Latipun, 2005), mengatakan bahwa kesehatan mental atau psikologis itu “as thepresence of successfull adjustmet or the absence of psychopatology” dan yang dikemukakan oleh Kazdin yang menyatakan kesehatan mental ”as a state in which there is an absence of dysfunction in psychological, emotional, behavioral, and sosial spheres”.

Pengertian ini bersifat dikotomis, bahwa orang berada dalam keadaan sakit atau sehat psikisnya. Sehat jika tidak terdapat sedikitpun gangguan psikisnya, dan jika ada gangguan psikis maka diklasifikasikan sebagai orang sakit. Dengan kata lain sehat dan sakit itu mental itu bersifat nominal ytang dapat dibedakan kelompok-kelompoknya. Sehat dengan pengertian ”terbebas dari gangguan”, berarti jika ada gangguan sekialipun sedikit adanya, seseorang itu diangganb tidak sehat.

b)      Sehat mental jika tidak sakit akibat adanya stressor
Notosoedirjo dan Latipun (2005), mengatakan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang dapat menahan diri untuk tidak jatuh sakit akibat stressor (sumber stres). Seseorang yang tidak sakit meskipun mengalami tekanan-tekanan maka menurut pengertian ini adalah orang yang sehat. Pengertian ini sangat menekankan pada  kemampuan individual merespon lingkungannya.

c)      Sehat mental jika sejalan dengan kapasitasnya dan selaras dengan lingkungannya
Michael dan Kirk Patrick (dalam Notosudirjo & Latipun, 2005) memandang bahwa individu yang sehat mentalnya jika terbebas dari gejala psikiatris dan individu itu berfungsi secara optimal dalam lingkungan sosialnya. Pengertian ini terdapat aspek individu dan aspek lingkungan. Seseorang yangsehat mental itu jika sesuai dengan kapasitasnya diri sendiri, dan hidup tepat yang selaras dengan lingkungannya.

d)     Sehat mental karena tumbuh dan berkembang secara positif
Frank, L. K. (dalam Notosudirjo & Latipun, 2005) merumuskan pengertian kesehatan mental secara lebih komprehensif dan melihat kesehatan mental secara ”positif”. Dia mengemukakan bahwa kesehatan mental adalah orang yang terus menerus tumbuh, berkembang dan matang dalam hidupnya, menerima tanggung jawab, menemukan penyesuaian (tanpa membayar terlalu tinggi biayanya sendiri atau oleh masyarakat) dalam berpartisipasi dalam memelihara aturan sosial dan tindakan dalam budayanya.

2.      Kriteria Kesehatan Mental
Menurut Schneiders (dalam Semiun, 2006) ada beberapa criteria seseorang yang memiliki kesehatan mental yang baik, diantaranya :
a)      Efisiensi mental
Orang yang mengalami berbagai bentuk gangguan mental tidak dapat menunjukkan efisiensi dalam hidupnya. Orang yang mengalami kesehatan mental akan mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada di lingkungannya.
b)      Pengendalian dan integrasi antara pikiran & perilaku.
Apabila tidak adanya pengendalian maupun interagrasi /hubungan yang baik antara factor pikiran dan perilaku kita, maka akan dapat mengakibatkan seseorang itu memiliki obsesi, fobia, integritas pribadi yang kurang, psikopat, dan mental patologis lainnya.
c)      Integrasi motif-motif serta pengendalian konflik & frustrasi.
Integrasi yang efektif dapat mengatasi konflik berat akibat motif-motif yang saling berlawanan.
d)     Perasaan & emosi yang positif & sehat
Perasaan dan emosi yang positif dan sehat dalam setiap menghadapi berbagai situasi akan mempengaruhi kesehatan mental sesorang. Apabila emosinya sehat dan tidak berlebih-lebihan, maka orang tersebut dapat dikatakan memiliki mental yang sehat karena ia mampu mengendalikan emosi dan perasaanya dalam situasi yang genting sekalipun.
e)      Ketenangan & kedamaian pikiran
Hal ini dapat dicerminkan dengan adanya keharmonisan emosi, perasaan positif, pengendalian perilaku & pikiran, integrasi motif-motif.
f)       Sikap yang sehat
Sikap yang mencerminkan seseorang memiliki mental yang sehat dapat dilihat dari sikap seseorang yang jauh dari pesimisme, sinisme, putus asa,
g)      Konsep diri (self concept) yang sehat
Ada dua macam konsep diri dalam diri individu itu sendiri, yaitu:
v  Konsep diri positif
Konsep diri yang positif tercermin dari adanya hubungan yang realistis dengan kenyataan. Orang-orang yang memiliki konsep diri yang positif menurut Brooks dan Emmart (1976) memiliki karakteristik sebagi berikut.
-          Merasa mampu mengatasi masalah. Pemahaman diri terhadap kemampuan subyektif untuk mengatasi persoalan-persoalan obyektif yang dihadapi.
-          Merasa setara dengan orang lain. Pemahaman bahwa manusia dilahirkan tidak dengan membawa pengetahuan dan kekayaan. Pengetahuan dan kekayaan didapatkan dari proses belajar dan bekerja sepanjang hidup. Pemahaman tersebut menyebabkan individu tidak merasa lebih atau kurang terhadap orang lain.
-          Menerima pujian tanpa rasa malu. Pemahaman terhadap pujian, atau penghargaan layak diberikan terhadap individu berdasarkan dari hasil apa yang telah dikerjakan sebelumnya.
-          Merasa mampu memperbaiki diri. Kemampuan untuk melakukan proses refleksi diri untuk memperbaiki perilaku yang dianggap kurang.
v  Konsep diri negative
Sedangkan karakteristik dari orang-orang yang memiliki konsep diri yang negative, diantaranya:
-          Peka terhadap kritik. Kurangnya kemampuan untuk menerima kritik dari orang lain sebagai proses refleksi diri.
-          Bersikap responsif terhadap pujian. Bersikap yang berlebihan terhadap tindakan yang telah dilakukan, sehingga merasa segala tindakannya perlu mendapat penghargaan.
-          Cenderung merasa tidak disukai orang lain. Perasaan subyektif bahwa setiap orang lain disekitarnya memandang dirinya dengan negatif.
-          Mempunyai sikap hiperkritik. Suka melakukan kritik negatif secara berlebihan terhadap orang lain.
-          Mengalami hambatan dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya. Merasa kurang mampu dalam berinteraksi dengan orang-orang lain.
h)      Identitas ego yang adekuat
Apabila identitas ego tumbuh menjadi stabil & otonom, maka individu akan mampu berperilaku konsisten dalam lingkungannya.
i)        Hubungan yang adekuat dengan kenyataan :
-          Orientasi: sikap seseorang terhadap kenyataan.
-          Kontak : cara bagaimna dan sejauh mana orang menerima / menolak / melarikan diri dari kenyataan

3.      Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental
Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap tingkat kesehatan mental yakni sebagai berikut:
v  Biologis
Para ahli telah banyak melakukan studi tentang hubungan antara dimensi biologis dengan kesehatan mental. Berbagai penelitian itu telah memberikan kesimpulan yang meyakinkan bahwa faktor biologis memberikan kontribusi sangat besar bagi kesehatan mental. Karena itu, kesehatan manusia, khususnya disini adalah kesehatan mental, tentunya tidak terlepaskan dari dimensi biologis ini.

Aspek bilogis yang berpengaruh terhadap kesehatan mental seseorang ialah:
-          Otak
Keunikan manusia terjadi karena keunikan otak manusia dalam mengekspresikan seluruh pengalaman hidupnya. Jika didipadukan dengan pandangan-pandangan psikologi, jelas adanya kesesuaian antara perkembangan fisiologis otak dengan perkembangan mental. Fungsi otak seperti motorik, intelektual, emosional dan afeksi berhubungan dengan mentalitas manusia.
-          Sistem endokrin
Gangguan mental akibat sistem endokrin berdampak buruk pada mentalitas manusia. Sebagai contoh terganggunya kelenjar adrenalin berpengaruh terhadap kesehatan mental, yakni terganggunya “mood” dan perasannya dan tidak dapat melakukan coping stress.
-          Genetik
Kecenderungan psikosis yaitu schizophrenia dan manis-depresif merupakan sakit mental yang diwariskan secara genetis dari orangtuanya. Gangguan lainnya yang diperkirakan sebagai factor genetik adalah ketergantungan alkohol, obat-obatan, Alzeimer syndrome, phenylketunurine, dan huntington syndrome. Gangguan mental juga terjadikarena tidak normal dalam hal jumlah dan struktur kromosom. Jumlah kromosom yang berlebihan atau berkurang dapat menyebabkan individu mengalami gangguan mental.
-          Sensori
Sensori merupakan alat yang menagkap segenap stimuli dari luar. Sensori termasuk: pendengaran, penglihatan, perabaan, pengecapan dan penciuman. Terganggunya fungsi sensori individu menyebabkan terganggunya fungsi kognisi dan emosi individu. Seseorang yang mengalami gangguan pendenganran misalnya, maka akan berpengaruh terhadap perkembangan emosi sehingga cenderung menjadi orang yang paranoid, yakni terganggunya afeksi yang ditandai dengan kecurigaan yang berlebihan kepada orang lain yang sebenarnya kecurigaan itu adalah salah
-          Faktor ibu selama masa kehamilan
Faktor ibu selama masa kehamilan secara bermakna mempengaruhi kesehatan mental anak. Selama berada dalam kandungan, kesehatan janin ditentukan oleh kondisi ibu. Faktor-faktor ibu yang turut mempengaruhi kesehatan mental anaknya adalah: usia, nutrisi, obat-obatan, radiasi, penyakit yang diderita, stress dan komplikasi.

v  Psikologis
Notosoedirjo dan latipun (2005), mengatakan bahwa aspek psikis manusia merupakan satu kesatuan dengan dengan sistem biologis. Sebagai subsistem dari eksistensi manusia, maka aspek psikis selalu berinteraksi dengan keseluruhan aspek kemanusiaan. Karena itulah aspek psikis tidak dapat dipisahkan dari aspek yang lain dalam kehidupan manusia.

v  Sosial Budaya
Lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan mental. Lingkungan sosial tertentu dapat menopang bagi kuatnya kesehatan mental sehingga membentuk kesehatan mental yang positif, tetapi pada aspek lain kehidupan sosial itu dapat pulan menjadi stressor yang dapat mengganggu kesehatan mental.

Sosial budaya memiliki makna yang sangat luas. Namun dalam konteks ini budaya lebih dikhususkan pada aspek nilai, norma, dan religiusitas dan segenap aspeknya. Dalam konteks ini, kebudayaan melakukan sesuatu, termasuk didalamnya bagaimana seseorang berperan sakit, kalsifikasi kesakitan, serta adanya sejumlah kesakitan yang sangat spesifik ada pada budaya tertentu, termasuk pula adanya gangguan mentalnya.

Kebudayaan pada prinsipnya memberikan aturan terhadap anggota masyarakatnya untuk bertindak yang seharusnya dilakukan dan meninggalkan tindakan tertentu yang menurut budaya itu tidak seharunya dilakukan. Tindakan yang bertentangan dengan sistem nilai atau budayanya akan dipandang sebagi penyimpangan, dan bahkan dapat menimbulkan gangguan mental. Hubungan kebudayaan dan kesehatan mental meliputi tiga hal yaitu: (1) kebudayaan mendukung dan menghambat kesehatan mental, (2) kebudayaan memberi peran tertentu terhadap penderita gangguan mental, (3) berbagai bentuk gangguan mental karena faktor kultural, (4) upaya peningkatan dan pencegahan gangguan mental dalam telaah budaya.

v  Lingkungan
Interaksi manusia dengan lingkungannya berhubungan dengan kesehatannya. Kondisi lingkungan yang sehat akan mendukung kesehatan manusia itu sendiri, dan sebaliknya kondisi lingkungan yang tidak sehat dapat mengganggu kesehatannya termasuk dalam konteks kesehatan mentalnya.

4.      Pengendalian Diri dalam Kesehatan Mental
Pengendalian diri merupakan suatu keinginan dan kemampuan dalam menggapai kehidupan yang selaras, serasi dan seimbang pada hak dan kewajibannya sebagai individu dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Larry (dalam R.S Satmoko, 1986:130) mengungkapkan bahwa pengendalian diri adalah kemampuan mengenali emosi dirinya dan orang lain. Baik itu perasaan bahagia, sedih, marah, senang, takut, dan sebagainya, mengelola emosi, baik itu menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas, kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan, atau ketersinggungan, mengendalikan dorongan hati memotivasi diri sendiri, dan memahami orang lain secara bijaksana dalam hubungan antar manusia.

Dalam perspektif ilmu psikologi dan kesehatan mental, kemampuan mengendalikan diri adalah merupakan indikasi utama sehat tidaknya kehidupan rohaniah seseorang. Orang yang sehat secara kejiwaan akan memiliki tingkat kemampuan pengendalian diri yang baik, sehingga terhindar dari berbagai gangguan jiwa ringan apalagi yang berat. Manakala pengendalian diri seseorang terganggu, maka akan timbul berbagai-reaksi-reaksi pathologis dalam kehidupan alam pikir (cognition), alam perasaan (affection) dan perilaku (psikomotorik). Bila hal ini terjadi maka akan terjadi hubungan yang tidak harmonis antara diri individu dengan dirinya sendiri (conflik internal) dan juga dengan orang lain yang ada di sekitarnya. Dengan demikian maka orang yang jiwanya tidak sehat keberadaannya akan sangat mengganggu dirinya sendiri, juga menggangu lingkungan sekitarnya.

5.      Cara Mengendalikan Diri dengan Baik
Berikut ini ada beberapa cara untuk kita agar dapat mengendalikan diri dengan baik, diantaranya sebagai berikut.
a)      Mengendalikan diri dengan menggunakan prinsip kemoralan
Seperti menjaga sikap, ucapan, maupun menjaga dari pikiran-pikiran negative terhadap apapun yang dihadapi. Setiap agama pasti mengajarkan kemoralan, misalnya tidak mencuri, tidak membunuh, tidak menipu, tidak berbohong, tidak mabuk-mabukan, tidak melakukan tindakan asusila. Saat ada dorongan hati untuk melakukan sesuatu yang negatif, coba larikan ke rambu-rambu kemoralan. Apakah yang kita lakukan ini sejalan atau bertentangan dengan nilai-nilai moral dan agama?
b)      Pengendalian diri adalah dengan menggunakan kesadaran
Kita sadar saat suatu bentuk pikiran atau perasaan yang negatif muncul. Pada umumnya orang tidak mampu menangkap pikiran atau perasaan yang muncul. Dengan demikian mereka langsung lumpuh dan dikuasai oleh pikiran dan perasaan mereka. Misalnya, seseorang menghina atau menyinggung kita. Kita marah. Nah, kalau kita tidak sadar atau waspada maka saat emosi marah ini muncul, dengan begitu cepat, tiba-tiba kita sudah dikuasai kemarahan ini.

Jika kesadaran diri kita bagus maka kita akan tahu saat emosi marah ini muncul. Kita akan tahu saat emosi ini mulai mencengkeram dan menguasai diri kita. Kita tahu saat kita akan melakukan tindakan ”bodoh” yang seharusnya tidak kita lakukan. Saat kita berhasil mengamati emosi maka kita dapat langsung menghentikan pengaruhnya. Kalau masih belum bisa atau dirasa berat sekali untuk mengendalikan diri, larikan pikiran kita pada prinsip moral. Biasanya kita akan lebih mampu mengendalikan diri. Bagaimana jika sudah melakukan jurus satu, prinsip moral, dan jurus dua, kesadaran, ternyata kita tetap sulit mengendalikan diri? Lakukan cara ketiga!

c)      Lakukanlah perenungan
Saat kita sudah benar-benar tidak tahan, mau ”meledak” karena dikuasai emosi, saat kita mau marah besar, coba lakukan perenungan. Tanyakan pada diri sendiri pertanyaan, misalnya, berikut ini:
-          Apa sih untungnya saya marah?
-          Apakah benar reaksi saya seperti ini?
-          Mengapa saya marah ya? Apakah alasan saya marah ini sudah benar?
-          Kalau saya marah dan sampai melakukan tindakan yang ”bodoh”, nanti reputasi saya rusak, kan saya yang rugi sendiri.
Dengan melakukan perenungan kerap kali maka kita akan mampu mengendalikan diri. Prinsip kerjanya sebenarnya sederhana. Saat emosi aktif maka logika kita nggak akan jalan. Demikian pula sebaliknya. Jadi, saat kita melakukan perenungan atau berpikir secara mendalam maka kadar kekuatan emosi atau keinginan kita akan menurun.
d)     Pengendalian diri adalah dengan menggunakan kesabaran
Emosi naik, turun, timbul, tenggelam, datang, dan pergi seperti halnya pikiran. Saat emosi bergejolak sadari bahwa ini hanya sementara. Usahakan tidak larut dalam emosi. Gunakan kesabaran, tunggu sampai emosi ini surut, baru berpikir untuk menentukan respon yang bijaksana dan bertanggung jawab. Oh ya, tahukah Anda bahwa kata bertanggung jawab itu dalam bahasa Inggris adalah responsibility, yang bila kita pecah menjadi response-ability atau kemampuan memberikan respon? Kalau sudah menggunakan kesabaran masih juga belum bisa, bagaimana? Lakukan cara kelima.

e)      Menyibukkan diri dengan pikiran atau aktivitas yang positif
Pikiran hanya bisa memikirkan satu hal dalam suatu saat. Ibarat layar bioskop, film yang ditampilkan hanya bisa satu film dalam suatu saat. Nah, film yang muncul di layar pikiran inilah yang mempengaruhi emosi dan persepsi kita. Saat kita berhasil memaksa diri memikirkan hanya hal-hal yang positif maka film di layar pikiran kita juga berubah. Dengan demikian pengaruh dari keinginan atau suatu emosi akan  mereda. 
(Yulia Marita dalam http://maritayulia.blogspot.com/2012/11/ pengendalian-diri.html diakses tanggal 17 Mei 2014)



B.       Pembahasan
Pengendalian diri atau Penguasaan diri ( Self Regulation ) merupakan satu aspek penting dalam kecerdasan emosi ( Emotional Quotient ). Aspek ini penting sekali dalam kehidupan manusia sebab musuh terbesar manusia bukan berada di luar dirinya, namun justru berada di dalam dirinya sendiri. Dengan demikian, kemana pun seseorang pergi, maka orang tersebut selalu diikuti oleh“Musuh” nya.

Pengendalian diri atau penguasaan diri merupakan aspek yang perlu dilatih sejak dini. Tidak ada aspek kemampuan untuk menguasai diri yang turun dari langit, melainkan diperoleh dari proses yang panjang dalam pengalaman hidup selama berhubungan dengan orang-orang sekitar. Bahkan dalam sebuah kata bijak tertulis, “Siapa yang menguasai diri ibarat mengalahkan sebuah kota”. Diri yang kita bawa-bawa sekarang ini dapat menguasai kita atau kita yang menguasainya, dapat menjadi sahabat atau malah menjadi lawan. Tergantung pilihan kita menjalani hidup ini. Orang yang sehat secara kejiwaan akan memiliki tingkat kemampuan pengendalian diri yang baik, sehingga terhindar dari berbagai gangguan jiwa ringan apalagi yang berat. Manakala pengendalian diri seseorang terganggu, maka akan timbul berbagai-reaksi-reaksi pathologis dalam kehidupan alam pikir (cognition), alam perasaan (affection) dan perilaku (psikomotorik).

Untuk memudahkan memahami tentang gangguan kognisi , para ahli membaginya menjadi 6 bagian seperti sensasi, persepsi, perhatian, ingatan, asosiasi pikiran kesadaran. Masing-masing memiliki kelainan yang beraneka ragam. Contoh gangguan kognisi pada persepsi: merasa mendengar (mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh, melempar, naik genting, membakar rumah dan sebagainya. padahal orang di sekitarnya tidak mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya tidak ada hanya muncul dari dalam diri individu sebagai bentuk kecemasan yang sangat berat diarasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, seseorang bisa mendengar sesuatu, melihat sesuatu atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada.

Menurut Patricia D. Barry (1998:302) dalam Mental Health and mental Ilness menjelaskan bahwa Gangguan Mental alam perasaan (Afektif) meliputi kondisi mental yang menyebabkan perubahan alam perasaan seseorang (yang dikenal dengan afek) atau keadaan emosional dalam periode waktu yang panjang. Perubahan keadaan emosional tersebut dapat berupa depresi, kegembiraan atau kombinasi dari berbagai siklus (tipe). Sebagian besar gangguan alam perasaan berupa depresi dan mania. Alam perasaan (mood) merujuk pada keadaan emosional internal dari individu, seperti “saya merasa bahagia, saya marah, saya merasa sedih’ . Affect merujuk pada tampilan luar dari ekspresi emosi seperti mimik wajah, atau postur tubuh yang menunjukan perasaan sedih atau marah.

Gangguan psikomotor menurut Maramis (1999) merupakan gangguan berupa gerakan badan yang dipengaruhi oleh factor psikologis. Contoh seseorang yang memiliki gangguan psikomotor ialah Hiperaktivitas, seseorang melakukan pergerakan yang berlebihan naik ke atas genting berlari, berjalan maju mundur, meloncat-loncat, melakukan apa-apa yang tidak disuruh atu menentang apa yang disuruh, diam lama tidak bergerak atau melakukan gerakan aneh.

Demikian jelaslah bahwa melalui pengendalian diri, seseorang akan mampu untuk mengelola perasaannya, kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi frustasi dan kegagalan serta kesanggupan menunda kepuasan sesaat. Pengendalian diri ini harus dimiliki oleh setiap orang agar ia mampu menyeimbangkan semangat, ambisi dan kemampuan keras mereka dengan kendali diri sehingga mampu memadukan kebutuhan pribadi dalam meraih prestasi (Praptiningsih, 2009). Seseorang yang memiliki pengendalian diri baik akan mampu untuk mengendalikan dirinya dalam berbagai situasi yang menghalanginya sehingga dapat tetap menjaga kesehatan jiwa (mental) nya baik dalam pikiran, perasaan maupun bertingkah laku di masyarakat. Dan Ciri-ciri seseorang yang mampu mengendalikan dirinya dengan baik ialah berhati - hati dalam setiap perkataan dan perbuatannya serta selalu mempertimbangkan setiap hal yang ingin diperbuat berdasarkan moral dan logika yang ada. 



DAFTAR PUSTAKA

Brooks, W.D., Emmert, P. Interpersonal Community. Iowa. Brow Company Publisher. 1976.
Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Kanisius.
Siswanto. 2007. Kesehatan mental: konsep, cakupan,dan perkembangannya. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
http://psikologizone.com diakses tanggal 20 Mei 2014.
http://www.hipnoterapi.asia/psikosomatis.html diakses tanggal 20 Mei 2014.
 

No comments :

Post a Comment