http://i560.photobucket.com/albums/ss44/erge32/EkaSidebar.gif

Semoga bermanfaat untuk kawan-kawanku n juga bagi publik,, :)

Guidance and Counseling Riska Ratna

Saturday, 20 April 2013

Peran BK dalam Mengatasi Masalah Keluarga dan Pengangguran



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Keluarga merupakan bagian yang terpenting dalam suatu hubungan kekeluargaan oleh setiap insan individu, tanpa adanya ikatan keluarga hubungan itu akan terasa tidak sempurna. Dijabarkan oleh beberapa ahli sebuah anggota keluarga yang penuh cinta kasih saling menghargai dan mensyukuri akan mengurangi perpecahan dan ketegangan antara anggota keluarga yang dapat menyebabkan ketidakharmonisan.
Dewasa ini telah banyak permasalahan yang terjadi di dalam keluarga itu sendiri, padahal keluarga berperan sebagai pembentuk kepribadian anak yang utama dan pertama dalam perkembangan anak di masa mendatang. Dalam kehidupan masyarakat di manapun juga, keluarga merupakan unit terkecil yang peranannya sangat besar. Peranan yang sangat besar itu disebabkan oleh karena keluarga mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup bermasyarakat. Apabila fungsi keluarga tidak berjalan dengan baik maka timbul ketidakserasian dalam hubungan antara anggota keluarga, dapat dikatakan keluarga itu mempunyai masalah. Apabila salah seorang anggota keluarga tidak memilki pekerjaan (pengangguran) karena sempitnya lapangan pekerjaan, maka  kemungkinan ia akan bertindak criminal untuk memenuhi kebutuhan akan hidupnya. Hal ini ia lakukan karena tiada jalan lain yang bisa ia lakukan, sedangkan hidupnya harus terus berjalan dan ia butuh makan untuk dapat bertahan hidup. Adanya individu (keluarga) yang mempunyai masalah seperti ini, maka dari itu diperlukan adanya Bimbingan dan Konseling untuk mengusahakan pencegahannya atau memberikan bantuan dalam pemecahan masalahnya serta mengarahkan individu supaya dapat bersikap yang lebih positif agar tak menyesal nantinya. Untuk itu, penulis tertarik untuk menulis makalah tentang “Peran Bimbingan dan Konseling dalam Mengatasi masalah Kelurga dan Pegangguran”.

B.     Rumusan Masalah
“Bagaimana peran BK dalam mengatasi masalah keluarga dan pengangguran?”

C.     Tujuan
Setelah mempelajari makalah ini kita bisa memahami :
1.      Pengertian Bimbingan Dan Konseling Keluarga
2.      Tujuan Bimbingan Dan Konseling Keluarga
3.      Pentingnya Bimbingan Konseling Dalam Keluarga
4.      Bentuk Bimbingan Konseling Keluarga
5.      Permasalahan Dalam Keluarga Dan Penyebabnya
6.      Peran Guru Bk Dalam Mengatasi Masalah Pengangguran

D.     Manfaat
1.       Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan Peran BK dalam Mengatasi Masalah Keluarga dan Pngangguran.
2.      Sebagai suatu sumbangan pemikiran bagi pendidikan melalui bahasa ilmiah.
3.      Sebagai salah satu syarat menyelesaikan tugas mata kuliah Landasan Bimbingan dan Konseling pada jurusan Ilmu Pendidikan, Program Studi Bimbingan Konseling di STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung.











BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA
Pengertian bimbingan keluarga yang dikemukakan oleh Cooley (dalam C. Suwarni, 1980) bimbingan keluarga adalah bantuan yang diberikan kepada keluarga untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab anggota keluarga serta memberikan pengetahuan dan keterampilan demi terlaksananya usaha kesejahteraan keluarga.
Perez (dalam Sayekti, 1994) mengemukakan konseling keluarga (family therapy) sebagai berikut: Family therapy is an intuative process which seeks to aid the family in reganning a home ostatic balance whith which the members are comfortable. In perseing this objective the family therapist operates under certain basic assumprions.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konseling keluarga adalah suatu proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai keseimbangan di mana setiap anggota keluarga merasakan kebahagiaan.

B.     TUJUAN BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA
Menurut Colley (dala C. Suwarni, 1980) tujuan Bimbingan dan Konseling keluarga adalah:
1.      Membantu agar mereka yang dibimbing dapat bertindak seefisien mungkin.
2.      Membantu agar seseorang atau keluarga menjadi sadar akan kemampuan dirinya, akan kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan jasmani, rohani maupun sosial, sadar akan kepentingan-kepentingannya dan sadar akan tujuan-tujuannya.
3.      Untuk menggerakkan kekuatan anggota keluarga dan keluarga agar dapat berusaha menyusuaikan diri dengan lingkungan di mana ia berada, dengan hasil yang nyata.
4.      Membantu seseorang atau keluarga untuk mendapatkan keterampilan dan kecakapan dalam mengurus diri dan keluarganya, memperkembangkan atau memajukan keluarga dengan jalan:
a.       Memberikan pendidikan dan menerangkan mengenai kemungkinan-kemungkinan tercapainya tujuan sesuai dengan kemampuannya.
b.      Mencari jalan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
c.       Mengembangkan nilai-nilai kebudayaan dan kemasyarakatan yang sesuai dengan tujuan tersebut.
Sejalan dengan itu Sayekti (1994) menjelaskan tujuan umum konseling keluarga adalah:
1.      Membantu keluarga belajar dan memahami bahwa dinamika keluarga merupakan hasil pengaruh hubungan antar anggota keluarga.
2.      Membantu anggota keluarga agar dapat menerima kenyataan bahwa bila salah satu anggota keluarga memiliki permasalahan, mereka dapat memberikan pengaruh tidak tidak baik pada persepsi, harapan dan interaksi anggota keluarga yang lain.
3.      Memperjuangkan dengan gigih dalam proses konseling, sehingga anggota keluarga dapat tumbuh dan berkembang guna mencapai keseimbangan dan keselarasan.
4.      Mengembangkan rasa penghargaan dari seluruh anggota keluarga pada anggota yang lain.
Selanjutnya Sayekti (1994) mengemukakan tujuan khusus konseling keluarga, yaitunya:
1.      Mendorong anggota keluarga agar memiliki toleransi kepada anggota keluarga yang lain.
2.      Agar anggota keluarga mampu memberi motivasi, dorongan semangat pada anggota keluarga yang lain.
3.      Agar orang tua dapat memiliki persepsi yang realistis dan sesuai dengan persepsi anggota keluarga yang lain.
Bimbingan dan Konseling keluarga adalah suatu usaha yang realistis dan konstruktif untuk menyadarkan akan kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri dalam memperkembangkan diri. Untuk itu perlu disadarkan bahwa dalam diri mereka terdapat kemungkinan-kemungkinan untuk memperkembangkan diri dan memperbaiki nasib dalam bidang ekonomi, kesehatan, sosial dan agama. Tujuan akhir dari Bimbingan dan Konseling keluarga adalah untuk membantu anggota keluarga dan keluarga sebagai satu kesatuan untuk mencapai kesejahteraan keluarga. Konseling dalam keluarga adalah konseling yang diberikan pada anggota keluarga dan keluarga menyangkut masalah keluarga yang mengganggu ketentraman dan kebahagiaan hidup keluarga itu.

C.      PENTINGNYA BIMBINGAN KONSELING DALAM KELUARGA
Bimbingan konseling memiliki arti penting untuk dilaksanakan karena alasan berikut :
1.      Makin kompleksnya permasalahan pada keluarga modern
2.      Adanya perbedaan iindividual antara suami-iisteri serta anggota keluarga yang mengakibatkan ttimbulnya permasalahan dalam keluarga
3.      Makin meningkatnya kebutuhan manusia sementara sumber pemenuhan tterbatas
4.      Adanya perkembangan iindividu akibat pengaruh lluar yang berdampak bagi perilaku manusia dalam keluarga.

D.    BENTUK BIMBINGAN KONSELING KELUARGA
Kecenderungan pelaksanaan konseling keluarga adalah sebagai berikut :
1.      Memandang klien sebagai pribadi dalam konteks sistem keluarga. Klien merupakan bagian dari sistem keluarga, sehingga masalah yang dialami dan pemecahannya tidak dapat mengesampingkan peran keluarga.
2.      Berfokus pada saat ini, yaitu apa yang diatasi dalam konseling keluarga adalah masalah-masalah yang dihadapi klien pada kehidupan saat ini, bukan kehidupan yang masa lampaunya. Oleh karena itu, masalah yang diselesaikan bukan pertumbuhan personal yang bersifat jangka panjang.
Dalam kaitannya dengan bentuknya, konseling keluarga di kembangkan dalam berbagai bentuk sebagai pengembangan dari konseling kelompok. Bentuk konseling keluarga dapat terdiri dari ayah, ibu, dan anak sebagai bentuk konvensionalnya. Saat ini juga dikembangkan dalam bentuk lain, misalnya ayah dan anak laki-laki, ibu dan anak perempuan, ayah dan anak perempuan, ibu dan anak laki-laki, dan sebagainya (Ohlson, 19770.)
Bentuk konseling keluarga ini disesuaikan dengan keperluannya. Namun banyak ahli yang mengajurkan agar anggota keluarga dapat ikut serta dalam konseling. Perubahan pada sistem keluarga dapat dengan muda di ubah jika seluruh anggota keluarga terlibat dalam konseling, karena mereka tidak hanya berbicara tentang keluarganya tetapi juga terlibat dalam penyusunan rencana perubahan dan tindakannya.

E.     PERMASALAHAN DALAM KELUARGA DAN PENYEBABNYA
Kita semua menyadari bahwa bahtera keluarga perkawinan tidak selamanya dapat mangarungi samudera kehidupan dengan tenang dan lancar. Setelah keluarga terbentuk barbagai masalah bisa timbul dalam pada gilirannya dapat menjadi benih yang mengancam kehidupa perkawinan dan berakibat keretakan atau perceraian. Yaumil (1991) menyatakan pada garis besarnya persoalan dalam keluarga dapat timbul karena dua hal:
1.      Karena keluarga kehilangan sebahagian besar fungsinya dalam memenuhi kebutuha keluarga. Misalnya kebutuhan suami yang tidak dipenuhi oleh istrinya atau sebaliknya, atau juga kebutuhan anak yang tidak diperhatikanorang tua dan sebaliknya.
2.      Karena dalam keluarga terjadi banyak sekali perbedaan antara anggota-anggotanya. Perbedaan itu biasanya menyangkut hal-hal yang prinsipil dan dianggap menentukan.
Penyebab masalah dalam keluarga dikemukakan oleh W. Edits Hunkis (1991) yaitunya:
a.       Gangguan dalam struktur dan organisasi keluarga yang baisanya merupakan dalam peranan dan fungsi sub-sistem.
b.      Kesukaran dalam menghadapi perkembangan keluarga.
c.       Kesukaran keluarga dalam menyesuaiakan diri terhadap penyebab stres (stressor) dari luar.
Masalah keluarga yang dapat menimbulkan goncangan dalam keluarga menurut Sarlito (1991) adalah:
1.      Kejadian-kejadian yang krisis: seperti perceraian, kematian salah seorang angota keluarga, berubahnya lingkungan tempat tinggal (mula-mula lingkungan perumahan berubah menjadi lingkungan pertokoan, atau dari kota kecil pindah ke kota besar).
2.      Pola interaksi dengan keluarga: adanya ayah yang terlalu otoriter, anak yang tertutup, ibu yang terlalu percaya kepada pembantu, ibu mertua lebih berkuasa dari suami atau istri dan sebagainya. Dalam hal ini nampak adanya peran anggota-anggota keluarga tertentu yang tidak dapat atau tidak mampu dijalankan sebagaimana mestinya.
3.      Suasana emosional dalam keluarga, misalnya adanya ibu yang membenci salah satu anaknya, anak yang merasa dianaktirikan, anak yang tidak mau bicara dengan ayahnya, sering terjadi pertengkaran suami istri atau antara anggota-anggota keluarga yang lain. Semua hal ini biasanya bisa merupakan akibat dari adanya gangguan pola hubungan dalam keluarga seperti tersebut di atas.
4.      Adanya masalah-masalah tertentu yang terus-menerus berlangsung dalam keluarga. Misalnya ada anak yang berkali-kali tidak naik kelas, masalah perbedaan agam atau suku antara suami istri, masalah-masalah warisan, adanya sanak saudara dari salah satu pihak (suami-istri) yang terus-menerus meminta bantuan ekonomi, sehingga dirasakan tidak wajar oleh pihak lain.
Menurut Parsudi (1991) hubungan yang harmonis dalam keluarga terwujud dalam keadaan di mana konsesus (kesepakatan) terwujud sebagai hasil dari penyesuaian dan kompromi para anggota keluarga dalam hal: kepentingan pribadi, kebahagiaan bersama, kepuasan hubungan seksual, cinta kasih, dan adanya saling hubungan ketergantungan di antara para anggota keluarga dalam hal emosi dan perasaan yang menciptakan adanya kemampuan untuk dapat merasakan penderitaan yang diderita oleh orang lain. Selanjutnya disharmins (hubungan tidak harmonis) muncul apabila:
1.      Motivasi dari para anggota keluarga adalah untuk mencapai kemenangan bagi diri mereka masing-masing, dengan biaya atau resiko sekecil-kecilnya dan biaya atau resiko anggota keluarga yang lainnya. Tingkat integrasi dan keakraban dalam kehidupan keluarga amat rendah.
2.      Adanya ketidakpastian antara permainan yang dijadikan patokan, atau tidak pastinya aspek-aspek kehidupan dala keluarga yang dianggap penting dan diprioritaskan, sehingga nampaknya serba serabutan tanpa rencana atau strategi. Masing-masing berjalan untuk urusan mereka sendiri.
3.      Adanya situasi-situasi krisis yang melanda kehidupan keluarga yang merupakan bagian dari tahapan-tahapan lingkaran kehidupan keluarga. Hal itu tidak dapat mereka atasi dengan menggunakan pola-pola strategi yang biasa mereka gunakan sebagai patokan untuk pemecahan masalah-masalah yang mereka hadapi.
William J. Goede (dalam Parsudi, 1991) mengatakan bahwa sumber-sumber dari keretakan keluarga adalah: tidak adanya sumber-sumber yang dapat secara lestari merupakan daya tarik suami istri; kepuasan seksual, saling menghargai, pendapatan ekonomi yang mencukupi, rasa aman dan tentram dalam keluarga, perasaan dalam keluarga terhormat menurut ukuran nilai-nilai sosial yang berlaku dan sebagainya.
Yaumil (1991) lebih jauh mengemukakan bahwa penyebab keretakan rumah tangga adalah keluarga yang gagal memenuhi kebutuhan anggotanya. Banyak perceraian dewasa ini terjadi karena salah satu pihak tidak lagi dapat memenuhi harapan atau kebutuhan pasangannya, hingga salah satu pihak atau kedua-duanya tidak ingin melanjutkan perkawinan. Banyak pasangan yang tidak mendapatkan penyaluran atau pemenuhan kebutuhan di rumah, lalu mencari alternatif lain di luar rumah. Di kalangan keluarga tidak mampu, sering kali terjadi perceraian karena suami kurang berhasil memenuhi kebutuhan materi dan kebutuhan poko lainnya dari keluarga.
Namun dikalangan masyarakat kota besar, pada keluarga mampu dan terdidik, persoalan lebih sering muncul karena ketidak kemampuan seseorang memenuhi kebutuhan emosional pasangannya. Seringkali suami tidak lagi peka terhadap kebutuhan atau perasaan istrinya, dan tidak jarang pula istri tidak mengenali kebutuhan suaminya. Banyak pula anggota keluarga terbenam dalam persoalan mereka sendiri, hingga anak-anak mereka terganggu perkembangan dan pertumbuhannya. Mereka kurang waktu untuk berada bersama, bercengkrama, berkomunikasi untuk tukar pikiran atau sekadar menyalurkan pendapat atau perasaan. Bila persatuan dan persamaan tidak tercapai dalam keluarga, maka anggota-anggotanya merasakan perasaan tidak tertampung dan tidak lagi saling menyayangi, karena perasaan cinta kasih sayang tidak dipupuk dan dipelihara. Menurut landis (dalam Yaumil, 1991) ”To day couples expect much more from marriage than was expected in earlier day. These expectations are largely in the area o emotional satisfaction”. (Pada saat ini pasangan mengharapkan lebih banyak dari perkawinan dibandingkan waktu-waktu sebelumnya. Harapan-harapan ini lebih banyak pada aspek kepuasan emosional/bathin).
Masalah keluarga terjadi karena komunikasi yang kurang efektif. M. Surya (1995) mengatakan komunikasi merupakan salah satu aspek dari kehidupan manusia dan perilaku manusia secara keseluruhan. Manusia tidak akan menemukan kehidupan yang baik tanpa berkomunikasi sesamanya. Segalanya dapat berjalan dengan lancar sepanjang komunikasi itu berlangsung sevara efektif. Tetapi seringkali timbul berbagai permasalahan dalam keluarga karena komunikasi yang tidak efektif. Sering terjadi kesalahpahaman anatar suami istri untuk hal-hal tertentu. Misalnya suami merasa istri kurang memperhatikan, padahal istri merasa telah memberikan segalanya. Yang terjadi adalah apa yang dipikirkan suami ternyata ditafsirkan secara berbeda oleh istri, demikian pula sebaliknya. Anak-anak dan orang tua sering terjadi kekurang efektifan komunikasi misalnya apa saja yang direncanakan oleh anak kurang diterima oleh orang tua karena anggota keluarga kurang sesuai atau karena alasan lainnya.
Komunikasi yang kurang efektif antara anggota keluarga dapat menimbulkan berbagai masalah dan bahkan kadang-kadang dapat menimbulkan gangguan dan kegoncangan dalam keluarga. Masing-masing anggota keluarga berada dalam alam pikirannya masing-masing dan berjalan sendiri-sendiri. Lebih celaka lagi kalau terjadi benturan antara masing-masing pikiran itu. Mungkin semua anggota keluarga berasa di rumah tetapi sangat terbatas keluar kata-kata dari yang satu dengan yang lainnya. Bila hal ini terjadi, suasana keluarga sudah kurang sehat dan dapat membawa kepada situasi goncangan atau kehancuran.
Penelitian dari Jackson & Yalom (1966) dan Mods & Moos (1975) menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara keluarga yang terisolasi dengan penyesuaian diri anak-anak. Kenyataan, dalam banyak keluarga sering terjadi situasi stresyang tinggi mengakibatkan anggota keluarga mengalami gangguan mental (mental breakdown), anak tersisa dan terabaikan, malanggar hukum atau terjadi perceraian yang disebabkan oleh interaksi (komunikasi interpersonal yang saling bertentangan).

F.     PERAN GURU BK DALAM MENGATASI MASALAH PENGANGGURAN
Krisis keuangan global yang diawali dengan kejatuhan Lehman Brothers di Amerika menggelinding bagai bola salju ke seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia. Harga selembar saham di Wall Street hingga Bursa Efek Jakarta (BEJ), detik demi detik, menjadi angka sakral yang menentukan nasib ratusan ribu orang yang mengantungkan hidupnya di sebuah perusahaan. Bagai angka yang keluar dari judi togel, fluktuasi investasi yang cenderung menampakan keburaman menjelma menjadi sosok malaikat pencabut nyawa; menentukan besok saya masih bekerja atau harus menganggur.
Di sisi lain, ratusan ribu lulusan SMA, SMK, PTN, PTS, dari tahun ke tahun senantiasa menunjukkan peningkatan ketidakterserapan ke dalam dunia kerja. Mereka terpaksa berbagi identitas menjadi pengangguran terbuka, pengangguran terselubung, hingga pengangguran temporer/insidental. Identitas pengangguran yang terakhir adalah golongan pengangguran yang terserap ke dalam industri politik Pemilu 2009. Dengan sendirinya, kenyataan ini mengundang kompleksitas problematika ketika berhadapan dengan fenomena pemerintah yang sedang khusu’ mempertahankan dan memperebutkan kursi kekuasaan hingga kehilangan perhatian dan kepedulian permasalahan riil yang tengah mengemuka.
Angka pengangguran yang terus mengalami kenaikan signifikan per tahunnya tidak lepas dari faktor internal dan eksternal masyarakat. Faktor internalnya antara lain:
a.       Kegagalan Program Keluarga Berencana (KB) sehingga diikuti dengan melonjaknya populasi penduduk Indonesia,
b.      Progresivitas pertumbuhan konsumerisme sehingga meningkatkan kuantitas kebutuhan ekonomi,
c.       Rendahnya entrepreneurship sehingga sumber daya yang ada fokus pada kegiatan mencari kerja bukan menciptakan lapangan kerja.
Sedangkan, poin-poin faktor eksternal adalah:
a.       Krisis keuangan global yang melatarbelakangi terjadinya inflasi dan turunnya angka investasi,
b.      Standar kompetensi lulusan yang tidak sinkron dengan kebutuhan dunia kerja,
c.       Rendahnya kemampuan ekonomi sehingga mempengaruhi posisi tawar angkatan kerja, dll.
Dalam dunia pendidikan, penemuan dan pengembangan talenta dilakukan melalui kegiatan bimbingan dan konseling (BK). Namun, keberadaan BK di sekolah, mayoritas lebih dipandang sebagai polisi sekolah dalam penanganan anak-anak berkasus ketimbang sebagai komponen pendidikan yang membantu menemukan talenta dan minat. Apabila BK dapat menempati kembali posisi dan perannya dalam ranah pendidikan maka lulusan akan membekali diri dengan pemahaman talenta dan minat pada suatu bidang secara proporsional.
Penemuan dan pengembangan talenta dapat memberikan suntikan rasa percaya diri dan penghargaan diri individu secara proporsional. Mengenali potensi dan talenta serta mengembangkannya dapat menjadikan kita menjadi manusia yang unggul dan pada tahap inilah pekerjaan akan memburu individu.
Pengangguran bukanlah individu yang tidak dapat melakukan apa-apa, tidak eksis terlibat dan berperan aktif terhadap diri maupun masyarakat, dan murni menjadi beban pihak lain. Justru pengangguran adalah pribadi yang memiliki banyak dan beragam kesempatan untuk berkarya karena tidak ada keterikatan waktu atau jam kerja, dan target pekerjaan yang bersifat eksternal. Pribadi yang menganggur dan tidak terserap dalam dunia kerja bisa melihat peluangnya ini secara positif sebagai suatu kesempatan untuk mengembangkan diri dan mempersiapkan konstruksi usaha mandiri (independent) seperti menjadi wiraswastawan.
Tentu saja, dengan memahami dan mengasah talentanya serta membaca kondisi lingkungan di sekitarnya. Melalui pemahaman dan pengasahan talenta individu dapat melepaskan trade mark pengangguran dan meninggalkan statusnya sebagai beban masyarakat. Talenta mampu menjadikan setiap individu untuk dapat mengembangkan diri menjadi wiraswastawan yang sukses di segala bidang dan tidak mustahil dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi orang lain.
Pemahaman dan pengasahan talenta dapat memposisikan individu sebagai bagian dari masyarakat berpartisipasi dalam menyeleseikan problematika pengangguran. Pribadi yang dapat mengembangkan talentanya pun tetap dituntut untuk mampu melihat ke dalam dirinya dan melepaskan ketergantungan kepada pihak lain di luar dirinya, dengan tetap bertanggung jawab atas hidupnya sendiri dan orang di sekitarnya. Kedisiplinan, etos kerja yang tinggi, memiliki dedikasi, determinasi dan kejelasan tujuan hidup menjadi sebuah parameter menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Sejatinya, setiap orang berpikir tentang apa yang bisa aku berikan bagi Indonesia dan bukan hanya memelihara pengharapan; apa yang diberikan Indonesia kepadaku.
















BAB III
KESIMPULAN

Konseling keluarga adalah proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai keseimbangan di mana setiap anggota keluarga dapat merasakan kebahagiaan. Tujuan dari bimbingan dan konseling keluarga adalah membantu anggota keluarga dan keluarga sebagai satu kesatuan untuk mencapai kesejahteraan keluarga. Konseling dala keluarga adalah konseling yang diberikan kepada anggota keluarga yang mengganggu ketentraman dan kebahagiaan hidup keluarga itu. Fungsi bimbingan dan konseling keluarga harus dibantu untuk melihat, menimbang, memutuskan dan berbuat agar keluarga membuka mata dan hati mereka untuk memperhatikan dan merasakan keadaan diri sendiri dan sesama manusia dengan suatu sikap yang baru.
Untuk menjadi konselor keluarga perlu menyadari beberapa ciri hubungan dalam konseling antara lain interaksi antar anggota keluarga, cara keluarga menyelesaikan pertentangan-pertentangan, pengambilan peran tertentu, hubunga merupakan suatu sistem dan tata tertib diatur dalam keluarga. Penyebab masalah keluarga pada umumnya adalah keluarga yang kehilangan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan keluarga, kejadian-kejadian krisis dalam keluarga serta komunikasi yang kurang efektif antara anggota keluarga.
Selain itu pengangguran bukanlah individu yang tidak dapat melakukan apa-apa, tidak eksis terlibat dan berperan aktif terhadap diri maupun masyarakat, dan murni menjadi beban pihak lain. Justru pengangguran adalah pribadi yang memiliki banyak dan beragam kesempatan untuk berkarya karena tidak ada keterikatan waktu atau jam kerja, dan target pekerjaan yang bersifat eksternal. Pribadi yang menganggur dan tidak terserap dalam dunia kerja bisa melihat peluangnya ini secara positif sebagai suatu kesempatan untuk mengembangkan diri dan mempersiapkan konstruksi usaha mandiri (independent) seperti menjadi wiraswastawan.





DAFTAR PUSTAKA

http://cybercounselingstain.bigforumpro.com/konseling-pernikahan-f42/pendekatan-dan-bentuk-konseling-perkawinan-t63.htm