BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Keluarga
merupakan bagian yang terpenting dalam suatu hubungan kekeluargaan oleh setiap
insan individu, tanpa adanya ikatan keluarga hubungan itu akan terasa tidak
sempurna. Dijabarkan oleh beberapa ahli sebuah anggota keluarga yang penuh
cinta kasih saling menghargai dan mensyukuri akan mengurangi perpecahan dan
ketegangan antara anggota keluarga yang dapat menyebabkan ketidakharmonisan.
Dewasa ini telah
banyak permasalahan yang terjadi di dalam keluarga itu sendiri, padahal
keluarga berperan sebagai pembentuk kepribadian anak yang utama dan pertama
dalam perkembangan anak di masa mendatang. Dalam
kehidupan masyarakat di manapun juga, keluarga merupakan unit terkecil yang
peranannya sangat besar. Peranan yang sangat besar itu disebabkan oleh karena
keluarga mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
bermasyarakat. Apabila fungsi keluarga tidak berjalan dengan baik maka timbul
ketidakserasian dalam hubungan antara anggota keluarga, dapat dikatakan
keluarga itu mempunyai masalah. Apabila
salah seorang anggota keluarga tidak memilki pekerjaan (pengangguran) karena
sempitnya lapangan pekerjaan, maka kemungkinan ia akan bertindak criminal untuk
memenuhi kebutuhan akan hidupnya. Hal ini ia lakukan karena tiada jalan lain
yang bisa ia lakukan, sedangkan hidupnya harus terus berjalan dan ia butuh
makan untuk dapat bertahan hidup. Adanya individu
(keluarga) yang mempunyai masalah
seperti ini, maka dari itu diperlukan adanya Bimbingan dan
Konseling untuk mengusahakan pencegahannya atau memberikan bantuan dalam
pemecahan masalahnya serta
mengarahkan individu supaya dapat bersikap yang lebih positif agar tak menyesal
nantinya. Untuk itu, penulis tertarik untuk menulis makalah tentang “Peran
Bimbingan dan Konseling dalam Mengatasi masalah Kelurga dan Pegangguran”.
B.
Rumusan Masalah
“Bagaimana peran BK dalam
mengatasi masalah keluarga dan pengangguran?”
C.
Tujuan
Setelah mempelajari makalah ini kita bisa memahami :
1.
Pengertian Bimbingan Dan Konseling Keluarga
2.
Tujuan Bimbingan Dan Konseling Keluarga
3.
Pentingnya
Bimbingan Konseling Dalam Keluarga
4.
Bentuk
Bimbingan Konseling Keluarga
5.
Permasalahan Dalam Keluarga Dan Penyebabnya
6.
Peran Guru
Bk Dalam Mengatasi Masalah Pengangguran
D.
Manfaat
1.
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan
Peran BK dalam Mengatasi Masalah Keluarga dan Pngangguran.
2. Sebagai
suatu sumbangan pemikiran bagi pendidikan melalui bahasa ilmiah.
3. Sebagai
salah satu syarat menyelesaikan tugas mata kuliah Landasan Bimbingan dan Konseling
pada jurusan Ilmu Pendidikan, Program Studi Bimbingan Konseling di STKIP
Muhammadiyah Pringsewu Lampung.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA
Pengertian
bimbingan keluarga yang dikemukakan oleh Cooley (dalam C. Suwarni, 1980)
bimbingan keluarga adalah bantuan yang diberikan kepada keluarga untuk
meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab anggota keluarga serta memberikan
pengetahuan dan keterampilan demi terlaksananya usaha kesejahteraan keluarga.
Perez (dalam Sayekti, 1994) mengemukakan konseling keluarga (family therapy) sebagai berikut: Family therapy is an intuative process which seeks to aid the family in reganning a home ostatic balance whith which the members are comfortable. In perseing this objective the family therapist operates under certain basic assumprions.
Perez (dalam Sayekti, 1994) mengemukakan konseling keluarga (family therapy) sebagai berikut: Family therapy is an intuative process which seeks to aid the family in reganning a home ostatic balance whith which the members are comfortable. In perseing this objective the family therapist operates under certain basic assumprions.
Dari
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konseling keluarga adalah suatu
proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai keseimbangan di mana
setiap anggota keluarga merasakan kebahagiaan.
B. TUJUAN
BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA
Menurut Colley (dala C.
Suwarni, 1980) tujuan Bimbingan dan Konseling keluarga adalah:
1. Membantu
agar mereka yang dibimbing dapat bertindak seefisien mungkin.
2. Membantu
agar seseorang atau keluarga menjadi sadar akan kemampuan dirinya, akan
kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan jasmani, rohani maupun sosial, sadar
akan kepentingan-kepentingannya dan sadar akan tujuan-tujuannya.
3. Untuk
menggerakkan kekuatan anggota keluarga dan keluarga agar dapat berusaha
menyusuaikan diri dengan lingkungan di mana ia berada, dengan hasil yang nyata.
4. Membantu
seseorang atau keluarga untuk mendapatkan keterampilan dan kecakapan dalam
mengurus diri dan keluarganya, memperkembangkan atau memajukan keluarga dengan
jalan:
a. Memberikan
pendidikan dan menerangkan mengenai kemungkinan-kemungkinan tercapainya tujuan
sesuai dengan kemampuannya.
b. Mencari
jalan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
c. Mengembangkan
nilai-nilai kebudayaan dan kemasyarakatan yang sesuai dengan tujuan tersebut.
Sejalan
dengan itu Sayekti (1994) menjelaskan tujuan umum konseling keluarga adalah:
1. Membantu
keluarga belajar dan memahami bahwa dinamika keluarga merupakan hasil pengaruh
hubungan antar anggota keluarga.
2. Membantu
anggota keluarga agar dapat menerima kenyataan bahwa bila salah satu anggota
keluarga memiliki permasalahan, mereka dapat memberikan pengaruh tidak tidak
baik pada persepsi, harapan dan interaksi anggota keluarga yang lain.
3. Memperjuangkan
dengan gigih dalam proses konseling, sehingga anggota keluarga dapat tumbuh dan
berkembang guna mencapai keseimbangan dan keselarasan.
4. Mengembangkan
rasa penghargaan dari seluruh anggota keluarga pada anggota yang lain.
Selanjutnya
Sayekti (1994) mengemukakan tujuan khusus konseling keluarga, yaitunya:
1. Mendorong
anggota keluarga agar memiliki toleransi kepada anggota keluarga yang lain.
2. Agar
anggota keluarga mampu memberi motivasi, dorongan semangat pada anggota
keluarga yang lain.
3. Agar
orang tua dapat memiliki persepsi yang realistis dan sesuai dengan persepsi
anggota keluarga yang lain.
Bimbingan dan Konseling keluarga
adalah suatu usaha yang realistis dan konstruktif untuk menyadarkan akan
kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri dalam memperkembangkan diri. Untuk itu perlu
disadarkan bahwa dalam diri mereka terdapat kemungkinan-kemungkinan untuk
memperkembangkan diri dan memperbaiki nasib dalam bidang ekonomi, kesehatan,
sosial dan agama. Tujuan akhir dari Bimbingan dan Konseling keluarga adalah
untuk membantu anggota keluarga dan keluarga sebagai satu kesatuan untuk
mencapai kesejahteraan keluarga. Konseling dalam keluarga adalah konseling yang
diberikan pada anggota keluarga dan keluarga menyangkut masalah keluarga yang
mengganggu ketentraman dan kebahagiaan hidup keluarga itu.
C. PENTINGNYA BIMBINGAN
KONSELING DALAM KELUARGA
Bimbingan konseling memiliki arti
penting untuk dilaksanakan karena alasan berikut :
1. Makin
kompleksnya permasalahan pada keluarga modern
2. Adanya
perbedaan iindividual
antara suami-iisteri
serta anggota keluarga yang mengakibatkan ttimbulnya
permasalahan dalam keluarga
3. Makin
meningkatnya kebutuhan manusia sementara sumber pemenuhan tterbatas
4. Adanya
perkembangan iindividu
akibat pengaruh lluar
yang berdampak bagi perilaku manusia dalam keluarga.
D. BENTUK
BIMBINGAN KONSELING KELUARGA
Kecenderungan pelaksanaan konseling
keluarga adalah sebagai berikut :
1.
Memandang klien sebagai pribadi
dalam konteks sistem keluarga. Klien merupakan bagian dari sistem keluarga,
sehingga masalah yang dialami dan pemecahannya tidak dapat mengesampingkan
peran keluarga.
2. Berfokus
pada saat ini, yaitu apa yang diatasi dalam konseling keluarga adalah
masalah-masalah yang dihadapi klien pada kehidupan saat ini, bukan kehidupan
yang masa lampaunya. Oleh karena itu, masalah yang diselesaikan bukan
pertumbuhan personal yang bersifat jangka panjang.
Dalam kaitannya dengan bentuknya, konseling keluarga
di kembangkan dalam berbagai bentuk sebagai pengembangan dari konseling
kelompok. Bentuk konseling keluarga dapat terdiri dari ayah, ibu, dan anak
sebagai bentuk konvensionalnya. Saat ini juga dikembangkan dalam bentuk lain,
misalnya ayah dan anak laki-laki, ibu dan anak perempuan, ayah dan anak
perempuan, ibu dan anak laki-laki, dan sebagainya (Ohlson, 19770.)
Bentuk konseling keluarga ini disesuaikan dengan
keperluannya. Namun banyak ahli yang mengajurkan agar anggota keluarga dapat
ikut serta dalam konseling. Perubahan pada sistem keluarga dapat dengan muda di
ubah jika seluruh anggota keluarga terlibat dalam konseling, karena mereka
tidak hanya berbicara tentang keluarganya tetapi juga terlibat dalam penyusunan
rencana perubahan dan tindakannya.
E.
PERMASALAHAN DALAM
KELUARGA DAN PENYEBABNYA
Kita
semua menyadari bahwa bahtera keluarga perkawinan tidak selamanya dapat
mangarungi samudera kehidupan dengan tenang dan lancar. Setelah keluarga
terbentuk barbagai masalah bisa timbul dalam pada gilirannya dapat menjadi
benih yang mengancam kehidupa perkawinan dan berakibat keretakan atau
perceraian. Yaumil (1991) menyatakan pada garis besarnya persoalan dalam
keluarga dapat timbul karena dua hal:
1.
Karena keluarga
kehilangan sebahagian besar fungsinya dalam memenuhi kebutuha keluarga.
Misalnya kebutuhan suami yang tidak dipenuhi oleh istrinya atau sebaliknya,
atau juga kebutuhan anak yang tidak diperhatikanorang tua dan sebaliknya.
2.
Karena dalam keluarga terjadi
banyak sekali perbedaan antara anggota-anggotanya. Perbedaan itu biasanya
menyangkut hal-hal yang prinsipil dan dianggap menentukan.
Penyebab masalah dalam keluarga dikemukakan oleh W. Edits Hunkis (1991) yaitunya:
Penyebab masalah dalam keluarga dikemukakan oleh W. Edits Hunkis (1991) yaitunya:
a.
Gangguan dalam struktur
dan organisasi keluarga yang baisanya merupakan dalam peranan dan fungsi
sub-sistem.
b.
Kesukaran dalam menghadapi
perkembangan keluarga.
c.
Kesukaran keluarga
dalam menyesuaiakan diri terhadap penyebab stres (stressor) dari luar.
Masalah
keluarga yang dapat menimbulkan goncangan dalam keluarga menurut Sarlito (1991)
adalah:
1.
Kejadian-kejadian yang
krisis: seperti perceraian, kematian salah seorang angota keluarga, berubahnya
lingkungan tempat tinggal (mula-mula lingkungan perumahan berubah menjadi
lingkungan pertokoan, atau dari kota kecil pindah ke kota besar).
2.
Pola interaksi dengan
keluarga: adanya ayah yang terlalu otoriter, anak yang tertutup, ibu yang
terlalu percaya kepada pembantu, ibu mertua lebih berkuasa dari suami atau
istri dan sebagainya. Dalam hal ini nampak adanya peran anggota-anggota
keluarga tertentu yang tidak dapat atau tidak mampu dijalankan sebagaimana
mestinya.
3.
Suasana emosional dalam
keluarga, misalnya adanya ibu yang membenci salah satu anaknya, anak yang
merasa dianaktirikan, anak yang tidak mau bicara dengan ayahnya, sering terjadi
pertengkaran suami istri atau antara anggota-anggota keluarga yang lain. Semua
hal ini biasanya bisa merupakan akibat dari adanya gangguan pola hubungan dalam
keluarga seperti tersebut di atas.
4.
Adanya masalah-masalah
tertentu yang terus-menerus berlangsung dalam keluarga. Misalnya ada anak yang
berkali-kali tidak naik kelas, masalah perbedaan agam atau suku antara suami
istri, masalah-masalah warisan, adanya sanak saudara dari salah satu pihak
(suami-istri) yang terus-menerus meminta bantuan ekonomi, sehingga dirasakan
tidak wajar oleh pihak lain.
Menurut
Parsudi (1991) hubungan yang harmonis dalam keluarga terwujud dalam keadaan di
mana konsesus (kesepakatan) terwujud sebagai hasil dari penyesuaian dan
kompromi para anggota keluarga dalam hal: kepentingan pribadi, kebahagiaan
bersama, kepuasan hubungan seksual, cinta kasih, dan adanya saling hubungan
ketergantungan di antara para anggota keluarga dalam hal emosi dan perasaan
yang menciptakan adanya kemampuan untuk dapat merasakan penderitaan yang
diderita oleh orang lain. Selanjutnya disharmins (hubungan tidak harmonis) muncul
apabila:
1.
Motivasi dari para
anggota keluarga adalah untuk mencapai kemenangan bagi diri mereka
masing-masing, dengan biaya atau resiko sekecil-kecilnya dan biaya atau resiko
anggota keluarga yang lainnya. Tingkat integrasi dan keakraban dalam kehidupan
keluarga amat rendah.
2.
Adanya ketidakpastian
antara permainan yang dijadikan patokan, atau tidak pastinya aspek-aspek
kehidupan dala keluarga yang dianggap penting dan diprioritaskan, sehingga
nampaknya serba serabutan tanpa rencana atau strategi. Masing-masing berjalan untuk
urusan mereka sendiri.
3.
Adanya situasi-situasi
krisis yang melanda kehidupan keluarga yang merupakan bagian dari
tahapan-tahapan lingkaran kehidupan keluarga. Hal itu tidak dapat mereka atasi
dengan menggunakan pola-pola strategi yang biasa mereka gunakan sebagai patokan
untuk pemecahan masalah-masalah yang mereka hadapi.
William J. Goede (dalam Parsudi, 1991)
mengatakan bahwa sumber-sumber dari keretakan keluarga adalah: tidak adanya
sumber-sumber yang dapat secara lestari merupakan daya tarik suami istri;
kepuasan seksual, saling menghargai, pendapatan ekonomi yang mencukupi, rasa
aman dan tentram dalam keluarga, perasaan dalam keluarga terhormat menurut
ukuran nilai-nilai sosial yang berlaku dan sebagainya.
Yaumil (1991) lebih jauh mengemukakan
bahwa penyebab keretakan rumah tangga adalah keluarga yang gagal memenuhi
kebutuhan anggotanya. Banyak perceraian dewasa ini terjadi karena salah satu
pihak tidak lagi dapat memenuhi harapan atau kebutuhan pasangannya, hingga
salah satu pihak atau kedua-duanya tidak ingin melanjutkan perkawinan. Banyak
pasangan yang tidak mendapatkan penyaluran atau pemenuhan kebutuhan di rumah,
lalu mencari alternatif lain di luar rumah. Di kalangan keluarga tidak mampu,
sering kali terjadi perceraian karena suami kurang berhasil memenuhi kebutuhan
materi dan kebutuhan poko lainnya dari keluarga.
Namun dikalangan masyarakat kota besar,
pada keluarga mampu dan terdidik, persoalan lebih sering muncul karena ketidak kemampuan
seseorang memenuhi kebutuhan emosional pasangannya. Seringkali suami tidak lagi
peka terhadap kebutuhan atau perasaan istrinya, dan tidak jarang pula istri
tidak mengenali kebutuhan suaminya. Banyak pula anggota keluarga terbenam dalam
persoalan mereka sendiri, hingga anak-anak mereka terganggu perkembangan dan
pertumbuhannya. Mereka kurang waktu untuk berada bersama, bercengkrama,
berkomunikasi untuk tukar pikiran atau sekadar menyalurkan pendapat atau
perasaan. Bila persatuan dan persamaan tidak tercapai dalam keluarga, maka
anggota-anggotanya merasakan perasaan tidak tertampung dan tidak lagi saling menyayangi,
karena perasaan cinta kasih sayang tidak dipupuk dan dipelihara. Menurut landis
(dalam Yaumil, 1991) ”To day couples expect much more from marriage than was
expected in earlier day. These expectations are largely in the area o emotional
satisfaction”. (Pada saat ini pasangan mengharapkan lebih banyak dari
perkawinan dibandingkan waktu-waktu sebelumnya. Harapan-harapan ini lebih
banyak pada aspek kepuasan emosional/bathin).
Masalah keluarga terjadi karena
komunikasi yang kurang efektif. M. Surya (1995) mengatakan komunikasi merupakan
salah satu aspek dari kehidupan manusia dan perilaku manusia secara
keseluruhan. Manusia tidak akan menemukan kehidupan yang baik tanpa
berkomunikasi sesamanya. Segalanya dapat berjalan dengan lancar sepanjang
komunikasi itu berlangsung sevara efektif. Tetapi seringkali timbul berbagai
permasalahan dalam keluarga karena komunikasi yang tidak efektif. Sering
terjadi kesalahpahaman anatar suami istri untuk hal-hal tertentu. Misalnya
suami merasa istri kurang memperhatikan, padahal istri merasa telah memberikan
segalanya. Yang terjadi adalah apa yang dipikirkan suami ternyata ditafsirkan
secara berbeda oleh istri, demikian pula sebaliknya. Anak-anak dan orang tua
sering terjadi kekurang efektifan komunikasi misalnya apa saja yang
direncanakan oleh anak kurang diterima oleh orang tua karena anggota keluarga
kurang sesuai atau karena alasan lainnya.
Komunikasi yang kurang efektif antara anggota keluarga dapat menimbulkan berbagai masalah dan bahkan kadang-kadang dapat menimbulkan gangguan dan kegoncangan dalam keluarga. Masing-masing anggota keluarga berada dalam alam pikirannya masing-masing dan berjalan sendiri-sendiri. Lebih celaka lagi kalau terjadi benturan antara masing-masing pikiran itu. Mungkin semua anggota keluarga berasa di rumah tetapi sangat terbatas keluar kata-kata dari yang satu dengan yang lainnya. Bila hal ini terjadi, suasana keluarga sudah kurang sehat dan dapat membawa kepada situasi goncangan atau kehancuran.
Komunikasi yang kurang efektif antara anggota keluarga dapat menimbulkan berbagai masalah dan bahkan kadang-kadang dapat menimbulkan gangguan dan kegoncangan dalam keluarga. Masing-masing anggota keluarga berada dalam alam pikirannya masing-masing dan berjalan sendiri-sendiri. Lebih celaka lagi kalau terjadi benturan antara masing-masing pikiran itu. Mungkin semua anggota keluarga berasa di rumah tetapi sangat terbatas keluar kata-kata dari yang satu dengan yang lainnya. Bila hal ini terjadi, suasana keluarga sudah kurang sehat dan dapat membawa kepada situasi goncangan atau kehancuran.
Penelitian dari Jackson & Yalom
(1966) dan Mods & Moos (1975) menemukan bahwa terdapat hubungan yang
negatif antara keluarga yang terisolasi dengan penyesuaian diri anak-anak.
Kenyataan, dalam banyak keluarga sering terjadi situasi stresyang tinggi
mengakibatkan anggota keluarga mengalami gangguan mental (mental breakdown),
anak tersisa dan terabaikan, malanggar hukum atau terjadi perceraian yang
disebabkan oleh interaksi (komunikasi interpersonal yang saling bertentangan).
F.
PERAN GURU BK DALAM MENGATASI
MASALAH PENGANGGURAN
Krisis keuangan global yang diawali dengan kejatuhan
Lehman Brothers di Amerika menggelinding bagai bola salju ke seluruh belahan
dunia, termasuk Indonesia. Harga selembar saham di Wall Street hingga Bursa
Efek Jakarta (BEJ), detik demi detik, menjadi angka sakral yang menentukan
nasib ratusan ribu orang yang mengantungkan hidupnya di sebuah perusahaan.
Bagai angka yang keluar dari judi togel, fluktuasi investasi yang cenderung
menampakan keburaman menjelma menjadi sosok malaikat pencabut nyawa; menentukan
besok saya masih bekerja atau harus menganggur.
Di sisi lain, ratusan ribu lulusan SMA, SMK, PTN, PTS,
dari tahun ke tahun senantiasa menunjukkan peningkatan ketidakterserapan ke
dalam dunia kerja. Mereka terpaksa berbagi identitas menjadi pengangguran
terbuka, pengangguran terselubung, hingga pengangguran temporer/insidental.
Identitas pengangguran yang terakhir adalah golongan pengangguran yang terserap
ke dalam industri politik Pemilu 2009. Dengan sendirinya, kenyataan ini
mengundang kompleksitas problematika ketika berhadapan dengan fenomena pemerintah
yang sedang khusu’ mempertahankan dan memperebutkan kursi kekuasaan
hingga kehilangan perhatian dan kepedulian permasalahan riil yang tengah
mengemuka.
Angka pengangguran yang terus mengalami
kenaikan signifikan per tahunnya tidak lepas dari faktor internal dan eksternal
masyarakat. Faktor internalnya antara lain:
a.
Kegagalan Program
Keluarga Berencana (KB) sehingga diikuti dengan melonjaknya populasi penduduk
Indonesia,
b.
Progresivitas
pertumbuhan konsumerisme sehingga meningkatkan kuantitas kebutuhan ekonomi,
c.
Rendahnya entrepreneurship
sehingga sumber daya yang ada fokus pada kegiatan mencari kerja bukan
menciptakan lapangan kerja.
Sedangkan,
poin-poin faktor eksternal adalah:
a. Krisis
keuangan global yang melatarbelakangi terjadinya inflasi dan turunnya angka
investasi,
b. Standar
kompetensi lulusan yang tidak sinkron dengan kebutuhan dunia kerja,
c. Rendahnya
kemampuan ekonomi sehingga mempengaruhi posisi tawar angkatan kerja, dll.
Dalam dunia
pendidikan, penemuan dan pengembangan talenta dilakukan melalui kegiatan
bimbingan dan konseling (BK). Namun, keberadaan BK di sekolah, mayoritas lebih
dipandang sebagai polisi sekolah dalam penanganan anak-anak berkasus ketimbang
sebagai komponen pendidikan yang membantu menemukan talenta dan minat. Apabila
BK dapat menempati kembali posisi dan perannya dalam ranah pendidikan maka
lulusan akan membekali diri dengan pemahaman talenta dan minat pada suatu
bidang secara proporsional.
Penemuan dan
pengembangan talenta dapat memberikan suntikan rasa percaya diri dan penghargaan
diri individu secara proporsional. Mengenali potensi dan talenta serta
mengembangkannya dapat menjadikan kita menjadi manusia yang unggul dan pada
tahap inilah pekerjaan akan memburu individu.
Pengangguran
bukanlah individu yang tidak dapat melakukan apa-apa, tidak eksis terlibat dan
berperan aktif terhadap diri maupun masyarakat, dan murni menjadi beban pihak
lain. Justru pengangguran adalah pribadi yang memiliki banyak dan beragam
kesempatan untuk berkarya karena tidak ada keterikatan waktu atau jam kerja,
dan target pekerjaan yang bersifat eksternal. Pribadi yang menganggur dan tidak
terserap dalam dunia kerja bisa melihat peluangnya ini secara positif sebagai
suatu kesempatan untuk mengembangkan diri dan mempersiapkan konstruksi usaha
mandiri (independent) seperti menjadi wiraswastawan.
Tentu saja,
dengan memahami dan mengasah talentanya serta membaca kondisi lingkungan di
sekitarnya. Melalui pemahaman dan pengasahan talenta individu dapat melepaskan trade
mark pengangguran dan meninggalkan statusnya sebagai beban masyarakat.
Talenta mampu menjadikan setiap individu untuk dapat mengembangkan diri menjadi
wiraswastawan yang sukses di segala bidang dan tidak mustahil dapat menciptakan
lapangan kerja baru bagi orang lain.
Pemahaman
dan pengasahan talenta dapat memposisikan individu sebagai bagian dari
masyarakat berpartisipasi dalam menyeleseikan problematika pengangguran.
Pribadi yang dapat mengembangkan talentanya pun tetap dituntut untuk mampu
melihat ke dalam dirinya dan melepaskan ketergantungan kepada pihak lain di
luar dirinya, dengan tetap bertanggung jawab atas hidupnya sendiri dan orang di
sekitarnya. Kedisiplinan, etos kerja yang tinggi, memiliki dedikasi,
determinasi dan kejelasan tujuan hidup menjadi sebuah parameter menjadi manusia
Indonesia seutuhnya. Sejatinya, setiap orang berpikir tentang apa yang bisa aku
berikan bagi Indonesia dan bukan hanya memelihara pengharapan; apa yang
diberikan Indonesia kepadaku.
BAB III
KESIMPULAN
Konseling keluarga adalah proses
interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai keseimbangan di mana setiap
anggota keluarga dapat merasakan kebahagiaan. Tujuan dari bimbingan dan konseling keluarga
adalah membantu anggota keluarga dan keluarga sebagai satu kesatuan untuk
mencapai kesejahteraan keluarga. Konseling dala keluarga adalah konseling yang
diberikan kepada anggota keluarga yang mengganggu ketentraman dan kebahagiaan
hidup keluarga itu. Fungsi bimbingan dan konseling keluarga harus dibantu untuk
melihat, menimbang, memutuskan dan berbuat agar keluarga membuka mata dan hati
mereka untuk memperhatikan dan merasakan keadaan diri sendiri dan sesama manusia
dengan suatu sikap yang baru.
Untuk menjadi konselor keluarga perlu
menyadari beberapa ciri hubungan dalam konseling antara lain interaksi antar
anggota keluarga, cara keluarga menyelesaikan pertentangan-pertentangan,
pengambilan peran tertentu, hubunga merupakan suatu sistem dan tata tertib
diatur dalam keluarga. Penyebab masalah keluarga pada umumnya adalah keluarga
yang kehilangan fungsinya dalam memenuhi kebutuhan keluarga, kejadian-kejadian
krisis dalam keluarga serta komunikasi yang kurang efektif antara anggota
keluarga.
Selain itu pengangguran bukanlah individu yang tidak
dapat melakukan apa-apa, tidak eksis terlibat dan berperan aktif terhadap diri
maupun masyarakat, dan murni menjadi beban pihak lain. Justru pengangguran
adalah pribadi yang memiliki banyak dan beragam kesempatan untuk berkarya
karena tidak ada keterikatan waktu atau jam kerja, dan target pekerjaan yang
bersifat eksternal. Pribadi yang menganggur dan tidak terserap dalam dunia
kerja bisa melihat peluangnya ini secara positif sebagai suatu kesempatan untuk
mengembangkan diri dan mempersiapkan konstruksi usaha mandiri (independent)
seperti menjadi wiraswastawan.
DAFTAR PUSTAKA
http://cybercounselingstain.bigforumpro.com/konseling-pernikahan-f42/pendekatan-dan-bentuk-konseling-perkawinan-t63.htm