Intelegence dan Multi Intelegence
Intelligence adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah, serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif (Marthen Pali,1993). Konsep Intelegensi awalnya dirintis oleh Alfred Bined 1964, mempercayai bahwa kecerdasan itu bersifat tunggal dan dapat diukur dalam satu angka.
Dulu Tunggal, Kini MultiDulu orang mengira bahwa kecerdasan seseorang itu bersifat tunggal, yakni dalam satuan IQ (Intelligence Quotient) seperti selama ini kita kenal. Dampak negatif atas persepsi ini adalah siswa yang rendah kecerdasan “akademik tradisionalnya”, yakni matematika dan verbal (kata-kata), seakan tidak dihargai di sekolah dan masyarakat luas. Kini tradisi yang sudah berlangsung hampir seabad tersebut, sudah terbongkar dan terkuaklah bahwa ternyata kecerdasan manusia itu banyak rumpunnya. Kecerdasan itu multidimensional, banyak cabangnya. Jadi TIDAK ADA SISWA YANG BODOH, setiap siswa mempunyai rumpun kecerdasan masing-masing!
Selanjutnya gardner ( 2002) memaparkan pengertian kecerdasan mencakup tiga faktor :
1. kemampuan menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia.
2. kemampuan menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan.
3. kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang akan memunculkan penghargaan dalam budaya seorang individu.
9 kecerdasan MULTI KECERDASAN – MULTIPLE INTELLIGENCES
Selama ini, banyak dari kita yang hanya mementingkan IQ semata. Kita bangga kalau anak juara olimpiade fisika namun kita menyepelekan jika ada yang jago menari, pandai bergaul, pandai bahasa, olahraga dan sejenisnya. Padahal kejeniusan bukan semata-mata memiliki IQ diatas 130, namun jenius bisa dimiliki anak dibidang manapun (seni, olahraga, sastra, kepemimpinan dll).
Parahnya lagi, sekolah kita mewajibkan tiap anak harus cakap dalam segala bidang. Sehingga pada kasus ujian nasional, seringkal mereka yang jenius dalam bidang olahraga atau seni harus tidak lulus karena gagal pada bidang matematika.
Dimasa depan, Indonesia harus memiliki guru-guru yang mampu memberikan motivasi kepada anak didiknya. Sudah bukan jamannya lagi guru killer yang kerap memberikan hukuman fisik berupa tamparan, mempermalukan di depan kelas dan lain sejenisnya. Tidak mengherankan jika hanya sedikit anak yang menyukai sekolah. Mereka hanya senang jika bel istirahat dan pulang sekolah berbunyi. Dimasa depan, sekolah juga harus memahami model kecerdasan tiap muridnya sehingga kurikulum akan sesuai dengan model kecerdasan tiap anak.
Teori
Multiple Intelligences bertujuan untuk
mentransformasikan sekolah agar kelak sekolah dapat mengakomodasi setiap
siswa dengan berbagai macam pola pikirnya yang unik. Howard Gardner (1993)
menegaskan bahwa skala kecerdasan yang selama ini dipakai, ternyata
memiliki banyak keterbatasan sehingga kurang dapat meramalkan kinerja yang
sukses untuk masa depan seseorang.
Berkaitan dengan kecerdasan, Howard
Gardner, dalam bukunya Multiple Intelligences (Kecerdasan
Ganda), membagi kecerdasan anak dalam spektrum yang cukup luas, diantaranya
sebaga
1.
Kecerdasan
matematika dan logika atau cerdas angka (matchematic
Memuat
kemampuan seorang anak berpikir secara induktif dan deduktif, kemampuan
berpikir menurut aturan logika dan menganalisis pola angka-angka, serta
memecahkan masalah melalui kemampuan berpikir. Anak-anak dengan kecerdasan
matematika dan logika yang tinggi cenderung menyenangi kegiatan analisis dan
mempelajari sebab akibat terjadinya sesuatu.
Mereka
menyenangi cara berpikir yang konseptual, misalnya menyusun hipotesis,
mengategori, dan mengklasifikasi apa yang dihadapinya. Anak-anak ini cenderung
menyukai aktivitas berhitung dan memiliki kecepatan yang tinggi dalam
menyelesaikan problem matematika.
Bila kurang
memahami, mereka cenderung bertanya dan mencari jawaban atas hal yang kurang
dipahaminya. Anak-anak yang cerdas angka juga sangat menyukai permainan yang
melibatkan kemampuan berpikir aktif seperti catur dan bermain teka-teki.
Setelah remaja biasanya mereka cenderung menggeluti bidang matematika atau IPA,
dan setelah dewasa menjadi insinyur, ahli teknik, ahli statistik, dan
pekerjaan-pekerjaan yang banyak melibatkan angka.
2.
Kecerdasan
bahasa atau cerdas kata
Memuat
kemampuan seorang anak untuk menggunakan bahasa dan kata-kata baik secara lisan
maupun tulisan dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan
gagasannya. Anak-anak dengan kemampuan bahasa yang tinggi umumnya ditandai
dengan kesenangannya pada kegiatan yang berkaitan dengan bahasa seperti
membaca, membuat puisi, dan menyusun kata mutiara.
Anak-anak
ini cenderung memiliki daya ingat yang kuat akan nama-nama orang,
istilah-istilah baru, maupun hal-hal yang sifatnya detail. Mereka cenderung
lebih mudah belajar dengan cara mendengarkan dan verbalisasi. Dalam hal
kemampuan menguasai bahasa baru, anak-anak ini umumnya memiliki kemampuan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak lainnya. Pada saat dewasa biasanya
mereka akan menjadi presenter, pengarang, penyair, wartawan, penerjemah, dan
profesi-profesi lain yang banyak melibatkan bahasa dan kata-kata.
3.
Kecerdasan
musikal atau cerdas music
Memuat
kemampuan seorang anak untuk peka terhadap suara-suara nonverbal yang berada di
sekelilingnya, dalam hal ini adalah nada dan irama. Anak-anak ini senang sekali
mendengar nada-nada dan irama yang indah, mulai dari senandung yang mereka
lakukan sendiri, dari radio, kaset, menonton orkestra, atau memainkan alat
musik sendiri. Mereka lebih mudah mengingat sesuatu dengan musik. Saat dewasa
mereka dapat menjadi penyanyi, pemain musik, komposer pencipta lagu, dan
bidang-bidang lain yang berhubungan dengan musik.
4.
Kecerdasan
visual spasial atau cerdas gambar
Memuat
kemampuan seorang anak untuk memahami secara lebih mendalam mengenai hubungan
antara objek dan ruang. Anak-anak ini memiliki kemampuan menciptakan imajinasi
bentuk dalam pikirannya, atau menciptakan bentuk-bentuk tiga dimensi. Setelah
dewasa biasanya mereka akan menjadi pemahat, arsitek, pelukis, desainer, dan
profesi lain yang berkaitan dengan seni visual.
5.
Kecerdasan
kinestetik atau cerdas gerak
Memuat
kemampuan seorang anak untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau
seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah. Hal ini
dapat dijumpai pada anak-anak yang unggul dalam bidang olah raga, misalnya bulu
tangkis, sepak bola, tenis, renang, basket, dan cabang-cabang olah raga
lainnya, atau bisa pula terlihat pada mereka yang unggul dalam menari, bermain
sulap, akrobat, dan kemampuan-kemampuan lain yang melibatkan keterampilan gerak
tubuh.
6.
Kecerdasan
inter personal atau cerdas teman
Memuat
kemampuan seorang anak untuk peka terhadap perasaan orang lain. Mereka
cenderung memahami dan berinteraksi dengan orang lain sehingga mudah dalam
bersosialisasi dengan lingkungan di sekelilingnya. Kecerdasan ini disebut juga
kecerdasan sosial, dimana seorang anak mampu menjalin persahabatan yang akrab
dengan teman-temannya, termasuk berkemampuan memimpin, mengorganisasi,
menangani perselisihan antar teman, dan memperoleh simpati dari anak yang lain.
Setelah dewasa mereka dapat menjadi aktivis dalam organisasi, public relation,
pemimpin, manajer, direktur, bahkan menteri atau presiden.
7.
Kecerdasan
intra personal atau cerdas diri
Memuat
kemampuan seorang anak untuk peka terhadap perasaan dirinya sendiri. Mereka
cenderung mampu mengenali kekuatan atau kelemahan dirinya sendiri, senang
mengintropeksi diri, mengoreksi kekurangan maupun kelemahannya dan kemudian
mencoba untuk memperbaiki dirinya sendiri. Beberapa di antara mereka cenderung
menyenangi kesendirian dan kesunyian, merenung dan berdialog dengan dirinya
sendiri. Saat dewasa biasanya mereka akan menjadi ahli filsafat, penyair, atau
seniman.
8.
Kecerdasan
naturalis atau cerdas alam
Memuat
kemampuan seorang anak untuk peka terhadap lingkungan alam, misalnya senang
berada di lingkungan alam terbuka seperti cagar alam, gunung, pantai, dan
hutan. Mereka cenderung suka mengobservasi lingkungan alam seperti aneka macam
bebatuan, flora dan fauna, bahkan benda-benda di ruang angkasa. Saat dewasa
mereka dapat menjadi pecinta alam, pecinta lingkungan, ahli geologi, ahli
astronomi, penyayang binatang, dan aktivitas-aktivitas lain yang berhubungan
dengan alam dan lingkungan.
Dengan konsep Multiple Intelligences
(Kecerdasan Ganda) ini, Howard Gardner ingin mengoreksi keterbatasan cara
berpikir yang konvensional mengenai kecerdasan, bahwa seolah-olah kecerdasan
hanya terbatas pada hasil tes intelegensi yang sempit saja, atau hanya sekadar
dilihat dari prestasi yang ditampilkan seorang anak melalui ulangan maupun
ujian di sekolah belaka.Anak-anak unggul pada dasarnya tidak akan tumbuh dengan sendirinya, mereka memerlukan lingkungan subur yang diciptakan untuk itu. Oleh karena itu diperlukan kesungguhan dari orang tua dan pendidik untuk secara tekun dan rendah hati mengamati dan memahami potensi anak atau murid dengan segala kelebihan maupun kekurangannya, dan menghargai seriap bentuk kecerdasan yang berlainan.
Nah, termasuk kategori yang mana kecerdasan sobat baraya waktu kecil dahulu atau kecerdasan putra-putri sobat baraya? Ataukah kecerdasan kita termasuk perpaduan dari dua atau lebih dari tipe kecerdasan yang ada?
Kreativitas
sebagai Multi Kecerdasan
Proses
pemikiran untuk menyelesaikan masalah secara efektif melibatkan otak kiri
atau otak kanan . Pemecahan masalah adalah kombinasi dari pemikiran logis
dan kreatif. Secara umum, otak kiri memainkan peranan dalam
pemrosesan logika, kata-kata, matematika, dan urutan – yang disebut
pembelajaran akademis. Otak kanan berurusan dengan irama, rima, musik, gambar,
dan imajinasi—yang disebut dengan aktivitas kreatif.
Bagan Proses Pimikiran Otak
Otak
Kiri
|
Otak
Kanan
|
|
|
Keterangan:
1.
Berpikir
Vertikal.
Suatu proses bergerak selangkah demi
selangkah menuju tujuan Anda, seolah-olah Anda sedang menaiki tangga. Contoh
seorang honorer yang diangkat menjadi PNS karena prestasi dan kedisiplinannya
dalam bekerja dan bertugas sebagai guru honorer.
2.
Berpikir
Kritis.
Berlatih atau memasukkan penilaian atau
evaluasi yang cermat, seperti menilai kelayakan suatu gagasan atau produk, membandingkan,
membedakan, menyusun/ mengatur, mengkelas, dan mengenal pasti sebab dan akibat.
Kemampuan berfikir secara kreatif ini juga meliputi kemampuan menjanakan idea
yang banyak, pelbagai dan baru serta kemampuan mereka menciptakan dan membuat
inovasi boleh dikelaskan di bawah kemampuan secara kreatif. Contoh: seorang
dosen yang menilai mahasiswanya dengan berbagai criteria baik dari hasil
belajar maupun aktivitasnya dalam universitas tersebut.
3.
Berpikir
Strategis.
Mengembangkan strategi khusus untuk
perencanaan dan arah operasi-operasi skala besar dengan melihat proyek itu dari
semua sudut yang mungkin. Contoh berpikir secara strategis,
yang selalu dimulai dengan pertanyaan sederhana, seperti Apa sih
tujuan/objektif (misalnya) masuk ke Internet?; Siapa target pasarnya?;
Bagaimana perilaku online target pasarnya?; Bagaimana menjangkau target pasarnya?;
dan seterusnya.
4.
Berpikir
Analitis.
Suatu proses memecahkan masalah atau
gagasan Anda menjadi bagian-bagian. Menguji setiap bagian untuk melihat
bagaimana bagian tersebut saling cocok satu sama lain, dan mengeksplorasi
bagaimana bagian-bagian ini dapat dikombinasikan kembali dengan cara-cara baru.
Kecerdasan analitik melibatkan tindakan menganalisis,
membandingkan dan menilai. Sebagai contoh, siswa berlatih Matematika. Di dalam
proses menyelesaikan masalah Matematika, siswa akan menganalisis informasi yang
diberikan. Kemudian membuat gerak kerja solusi sesuai formula tertentu.
5.
Berpikir
Lateral.
Melihat permasalahan Anda dari beberapa
sudut baru, seolah-olah melompat dari satu tangga ke tangga lainnya. Contoh:
Dilakukanlah pemilihan kata benda secara acak, dipilihlah kata benda acak yang
lainnya, ditemukan kata-kata "Jendela", kemudian barulah dicari
hubungan antara TV dengan Jendela, dan ditemukanlah...oh ya... TV diberi
Jendela, sehingga saat kita melihat stasiun RCTI, dijendela samping TV ada
terlihat acara SCTV, atau ANTV.
Ada tiga cara Al-Qur’an melatih kita
berpikir lateral, yaitu:
a)
Berpikir
Lateral Sistematis, bila ayat-ayat yang diangkai secara berurutan mengasah
kecerdasan sesuai dengan urutan ayat Al-Fatihah. Baik dari awal, mulai dari SQ,
IQ, EQ, VQ, OQ, LQ, RQ. Atau sebaliknya, ayat-ayat tersebut secara berurutan
mengasah dari akhir. Contoh surat Al-Qur’an yang melatih kita berpikir lateral
sistematis adalah Surah Al Munafiqun [QS 63] dan Surah Alam Nasyrah [QS 94].
Surah Al Munafiqun mengajak kita berpikir lateral sistematis mundur, yang
dimulai dengan mengasah RQ, lalu menuju LQ, OQ, dan VQ. Sedangkan Surah Alam
Nasyrah mengajak kita berpikir lateral sistematis maju, yang dimulai dengan
mengasah EQ, VQ, dan OQ.
b)
Berpikir
Lateral Prima Causa. Ketujuh ayat surah Al-Fatihah selalu mengaitkan dengan
peran dan keterlibatan Allah pada setiap aspek kehidupan semesta. Berpikir
lateral prima causa mengajak kita untuk secara instan menyelesaikan analisis
berpikir dengan selalu menggunakan SQ. Bila kita sedang menggunakan IQ maka
aktifkan juga SQ kita. Bila kita sedang menggunakan EQ, maka aktifkan juga SQ
kita. Begitu pula kecerdasan yang lainnya. Dalam Al-Qur’an hampir semua ayat
mengakjak kita untuk melibatkan SQ. surah yang semua ayatnya melibatkan SQ
adalah Surat Al Ikhlas [QS 112].
c)
Berpikir
Lateral Acak. Otak kita mempuyai belasan miliar sel otak, yang setiap sel otak
dapat berkomunikasi dengan ribuan sel otak lainnya. Demikianlah ketujuh
kecerdasan kita, masing-masing saling mempunyai keterkaitan berpikir. Misalnya
untuk mendapatkan solusi tentang kepatuhan para santri pria yang sering mangkir,
kita bisa menggunakan OQ, melompat ke RQ, melompat ke IQ, dll. Sebagian besar
kandungan Al-Qur’an mengajak kita berpikir lateral acak. Surah Al Ma’un [QS
107] melatih kterkaitan beberapa kecerdasan secara acak, mulai dari RQ, ke EQ,
lalu ke OQ, dan kembali ke RQ.
6.
Berpikir
tentang Hasil.
Meninjau tugas dari perspektif solusi
yang dikehendaki. Contoh: seorang guru yang meninjau hasil belajar siswanya
dengan mencari data tertentu dan menyesuaikan
dengan apa yang diharapkan selama melakukan proses pebelajaran.
7.
Berpikir
Kreatif.
Berpikir kreatif adalah pemecahan masalah dengan menggunakan
kombinasi dari semua proses. Contoh memberi stabilo dengan
warna yang berbeda untuk kegiatan yang berbeda. Memberikan perhatian terhadap
pembicaraan kepala sekolah maupun pendidik lain pada saat melakukan pembinaan
dan pengawasan di sekolah. Mencatat hal-hal penting yang memerlukan respon baik
secara umum maupun khusus sehingga perlu diskusi dan rancangan aktivitas yang
spesifik.
Menurut
David Cambell ciri-ciri kreativitas ada tiga kategori:
2.
Ciri-ciri
pokok: kunci untuk
melahirkan ide, gagasan, ilham, pemecahan, cara baru, penemuan.
3.
Ciri-ciri
yang memungkinkan:
yang membuat mampu mempertahankan ide-ide kreatif, sekali sudah ditemuka tetap
hidup.
4.
Ciri-ciri
sampingan: tidak
langsung berhubungan dengan penciptaan atau menjaga agar ide-ide yang
sudah ditemukan tetap hidup, tetapi kerap mempegaruhi perilaku
orang-orang kreatif.
No comments :
Post a Comment